SEMUT, SRIGALA, DAN MANUSIA
Semua tau, semut sejenis serangga kecil dengan pola hidup berkeloni dan bergotong royong. Mereka dapat ditemukan dimana saja, baik di dalam maupun di luar lingkungan rumah tempat tinggal manusia. Dengan kata lain “dimana ada manusia disitu ada semut”, dan ada pula mengatakan “dimana ada gula disitu ada semut”??? , kata pepatah orang dulu.
Biasanya semut membangun tempat tinggalnya membuat lorong dalam tanah, batang kayu dan dedaunan yang dirangkainya menjadi sarang. Kemudian ada juga di atas permukaan tanah yang dibangung dari tanah ber-bentuk gundukan kecil, sedang sampa ibesar, serupa pebukitan.
Menurut mbah google koloni terbesar semut dijumpai di daratan Brazil, dengan panjang
lebih 500 kaki persegi dan melebar 26 kaki di bawah tanah. Koloni itu membangun istana
kerajaannya sangat luas nan indah, yang dilengkapi jalan, labirin dan berbagaimacam
ruangan. Semut memiliki struktur organisasi unik, terdiri dari ratu semut, angkatan
perang, dan prajurit yang setiap hari kerjanya mengumpulkan makanan seraya
memperluas bangunan istana kerajaannya.
Kerja mencari dan ngumpulin makanan serta membangun istana dilakukan secara gotong
royong oleh warganya, disinilah kehebatan semut serangga kecil nan unik tersebut.
Jadi kalo ada manusia yang tak mau hidup berkelompok dan bergotong royong, berarti
ia kalah dengan semut dan harus belajar darinya. Dan belajar juga dari srigala yang
katanya hewan pemangsa “manusia”, akan diungkap pada alenia berikutnya.
Sebagai mahluk sosial, manusia harus menekan ke-egoan sifat alaminya sebagai mahluk individu. Manusia selayaknya jangan menjadi srigala bagi manusia lainnya, “homo hominilupus”, sebaliknya jadilah sebagai mahluk sosial yang cinta damai “homo homini socius” sebagaimana dikatakan Thomas Hobbes dalam karya bukunya “De Cive”.
Perhatikan tingkah semut, setiap berpapasan mereka saling menyapa seraya bersalaman,
meskipun sedang memikul beban dipundaknya. Semut hebat, mereka solid dan terus mempertahankan hidup bergotong royong, sehingga mereka senantiasa bersama
dengan damai dalam sebuah kerajaan yang dibangunnya.
Disisi lain, lihat pula pola hidup srigala dengan koloninya yang tak kalah hebat. Mereka hidup bermasyarakat dengan damai, di bawah satu komando yang menjaga keamanan kawanannya, dengan pola hidup gotong royong baik disaat memburu mangsa,
mempertahankan area kekuasaan, dan menyantab makanan hasil buruannya secara
bersama, bahkan mereka melindungi anak-anak, srigala tua dan yang sakit.
Sementara manusia dengan ke-egoannya asik nak berkelahi, berperang, bunuh membunuh, saling hancur menghancurkan, dan setidak-tidaknya saling jatuh menjatuhkan “provokasi”, sebagaimana yang kita saksikan saat ini, perang antara Rusia
vs Ukraina yang didukung oleh para pendukungnya masing-masing, termasuk segala hal ihwal perbuatan manusia lainnya yang merampok uang negara alias korupsi, membunuh dan memenjarakan orang guna kepentingan politik dan kekuasaan, saling jatuh menjatuhkan lawan politik dan bisnis, yang kesemuanya itu untuk merebut, meraih, dan mempertahankan kekuasaan sekaligus mengumpulkan pundi-pundi kekayaan yang
selalu tidak pernah cukup-cukupnya.
Ternyata segala hasil karya dari ilmu pengetahuan manusia, termasuk bermacam jenis persenjataan modern yang dibuat hanya bertujuan untuk menghancurkan sesama manusia berikut lingkungan hidupnya. Mereka lupa, bahwa manusia hanya diberi amanah untuk memelihara dan mengambil manfaat dari hasil ciptaan-Nya. Dan ingat !!!! “Manusia tidak diberikan hak untuk membunuh apalagi memusnahkan umat termasuk merusak “menghancurkan” alam semesta yang diciptakan oleh-Nya”.
Sesungguhnya manusia tidak pernah mencipta “dari tak ada menjadi ada”, manusia itu hanya bisa merubah bentuk, kegunaan, dan kemanfaatan “dari yang sudah ada” dan diadakan oleh Tuhan YME. Sebab manusia tidak bisa menciptakan manusia dengan segala mahluknya baik yang terdapat di bumi maupun di ruang angkasa.
Namun, dengan sifat ego-nya, ternyata manusia menjelma menjadi “srigala” pembunuh dan pemusnah segala peradaban yang telah dibangun bertahun-tahun bahkan berabad-abad lamanya, itupun atas kehendak dari-Nya.
Ternyata, manusia yang katanya mahluk beradab atau “khalifah di bumi”, jauh lebih buruk dari sang srigala itu. Sementara srigala dengan kelompoknya, memangsa dan membunuh buruan hanya semata-mata untuk mempertahankan dan demi kelangsungan hidup beserta koloninya, tidak lebih dari itu.
Di sisi yang berbeda, karena ke-egoan dan kebodohannya, manusia selalu saja meng-
ingkari dirinya dan tidak pernah mau mengakui serta menerima takdirnya sebagai mahluk yang lemah dan hanya diberikan tumpangan hidup sementara di bumi, umumnya hanya diberi batas waktu “produktif” 50-60-70 tahun saja. Lebih dari itu, sakit-sakitan lalu meninggalkan dunia kembali kepada-Nya.
Di sisi lain, semut dan srigala selalu hidup rukun dan damai dalam koloni mereka masing- masing, dan keduanya tidak pula membuat kerusakan di bumi, seperti dilakukan oleh manusia. Semut dan srigala tidak saling bunuh membunuh diantara sesamanya apalagi dalam koloninya. Sementara manusia demi kekuasaan dan ingin dikatakan sebagai“penguasa super” sampai saat ini masih saja saling bunuh membunuh dan saling menghancurkan ???
Semestinya manusia tidak perlu menghabisi dan membuang waktu serta energi yang
sangat terbatas untuk berbagai hal yang sia-sia, apalagi “berperang” dengan tujuan
untuk berkuasa, mempertahankan dan mengembangkan kekuasaan dengan
mengorbankan manusia berikut seluruh ciptaan-Nya.
Perlambangan semut dan srigala, dapat kiranya dijadikan pelajaran baik buat kita bahwa Tuhan YME telah memberikan berbagaimacam contoh yang dapat dijadikan teladan bagi manusia dalam menjalani kehidupan sementara di alam fana ini.
Dari hasil pengetahuan penulis, sebenarnya kisah dan filosofi semut dan srigala sudah
diajarkan dalam ajaran agama samawi selain ajaran Islam. Dalam tulisan ini, penulis
mengangkat kisah semut dan srigala, yang terdapat pada firman-Nya, sebagai berikut :
• Hingga ketika mereka sampai di lembah semut, berkatalah seekor semut, “Wahai
semut-semut ! Masuklah ke dalam sarang-sarangmu, agar kamu tidak diinjak oleh
Sulaiman dan bala tentaranya, sedangkan mereka tidak menyadari.” (Q.S. An-Naml
ayat 18).
• Mereka berkata, “Wahai ayah kami ! Sesungguhnya kami pergi berlomba dan kami tinggalkan Yusuf di dekat barang-barang kami, lalu dia dimakan serigala; dan
engkau tentu tidak akan percaya kepada kami, sekalipun kami berkata benar.” (Q.S.
Yusuf, ayat 17).
Mempelajari ke-dua kalam Illahi tersebut, tergambar bahwa perlambangan kedua hewanmencerminkan perbuatan yang saling bertolak belakang dimana semut digambarkan sebagai hewan dengan tabiat baik yaitu berwatak saling ingat mengingatkan dan saling
melindungi antar sesamanya, sedangkan srigala digambarkan sebagai hewan pemangsa manusia, walau sesungguhnya dalam kisah Nabi Yusuf AS itu, sang SRIGALA hanyalah korban fitnah dari para saudara Nabi Yusuf AS, yang iri dan dengki kepadanya, dimana Nabi Yusuf AS sebenarnya dijatuhkan ke dalam sebuah sumur tua di tengah padang pasir
lalu ditinggal pergi oleh abang-abangnya tersebut dan tidak diterkam oleh srigala.
Dari sekelumit kisah Nabi Yusuf AS di atas, sesungguhnya hewan yang dijadikan korban
fitnah dari peradaban manusia itu bukan kambing “kambing hitam”, tetapi “Srigala”.
Kedepan, apabila manusia ingin mengelak dari segala pertanggungjawaban atas
kesalahan yang telah dilakukannya, tak perlu lagi mencari kambing hitam, tetapi carilah
“srigala hitam”…..ha….ha….ha….
Lain halnya film Melayu-Malaysia karya Alm. P. Ramli, hewan yang dijadikan korban atas
perbuatan jahat atau kelicikan manusia, dilambangkan seperti musang “Musang
bejanggot”…..kwek…kwek…kwek….
Arkian, menyaksikan hancurnya berbagai fasilitas bangunan privat maupun publik
termasuk segala property guna kepentingan publik seperti jalan, jembatan, bandara, dan
pelabuhan laut, yang sudah dibangun bertahun-tahun lamanya dan dengan pembiayaan tak terhingga, akibat peperangan, mungkin dikemudian hari, manusia harus merubah“mindset” yaitu belajar membangun rumah “istana kerajaannya” di bawah tanah seperti
semut atau kembali bertempat tinggal di gua-gua seperti srigala.
Yaacchhh…….akhirnya manusia harus belajar dari “binatang”, yaitu belajar dari semut dan
srigala dalam menjalani kehidupannya sebagai mahluk sosial yang terus menerus
istikhomah mempertahankan kebersamaan dan tolong menolong antar sesama “gotong
royong”, demi terciptanya kedamaian dan perdamaian. Wallahu’alam.
Kijanglama-Tpi, 090622, selamat membaca, “Salam damai dari Semut dan Srigala”.
Semangat bangku… terus berkarya