; charset=UTF-8" /> PERAN FKUB DALAM MEMINIMALISIR KECURANGAN PILKADA 2024 - | ';

| | 112 kali dibaca

PERAN FKUB DALAM MEMINIMALISIR KECURANGAN PILKADA 2024

Oleh :ASMARA JUANA SUHARDI, ST., SIP., MSi.

 

Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) adalah forum yang dibentuk oleh masyarakat dan difasilitasi oleh pemerintah dalam membangun, memelihara, dan memberdayakan umat beragama untuk mewujudkan kerukunan dan kesejahteraannya. FKUB bersifat independen dalam menetapkan kebijakan melalui musyawarah dan mufakat serta mempunyai tugas melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, standarisasi, bimbinagan teknis serta eveluasi bidang kerukunan umat beragama.
Dalam melaksanakan tugas tersebut FKUB senantiasa melaksanakan beberapa langkah strategis antara lain; (1). melakukan dialog kepada pemuka agama dan tokoh masyarakat, (2). menampung dan menyalurkan aspirasi organisasi masyarakat, keagamaan dan aspirasi masyarakat, (3). melakukan sosialisasi peraturan, perundang-undangan dan kebijakan di bidang keagamaan yang berkaitan dengan kerukunan umat beragama dan pemberdayaan masyarakat, (4). memberikan rekomendasi tertulis atas permohonan pendirian rumah ibadat, (5). melaporkan pelaksanaan tugas pokok kepada pemimpin daerah (gubernur/bupati/walikota).
Memperhatikan peran strategis tersebut, diharapkan FKUB dapat mengaktualisasikan tugas penting ini dalam mensukseskan pemilihan kepala daerah/wakil kepala daerah (Pilkada) serentak tahun 2024 mendatang. Apalagi mengingat prinsip moderasi beragama yaitu adil, berimbang, menghormati nilai kemanusiaan, menghormati kesepakatan bersama dalam berbangsa dan bernegara, serta taat hukum dalam menjaga ketertiban umum, merupakan komitmen yang melekat pada jati diri forum tersebut.
Setidaknya, ada 9 (Sembilan) nilai moderasi beragama yang sedang dipromosikan pemerintah dalam kehidupan berbangsa dan beragama, yakni melindungi martabat kemanusiaan, membangun kemaslahatan umum, menciptakan keadilan, mewujudkan keseimbangan, taat konstitusi, toleran, anti kekerasan, komitmen kebangsaan, dan menghargai tradisi lokal. Semua ini melekat pada upaya mewujudkan kerukunan dan kesejahteraan umat beragama yang merupakan tujuan pembentukannya. Sehingga pada Pilkada serentak 2024 nanti, terdapat beberapa potensi yang menantang FKUB untuk memainkan peran dan fungsinya.
Perlu diingat, bahwa tinggal hitungan bulan Pilkada serentak 2024 di Indonesia akan berlangsung, yaitu tanggal 27 November 2024. Pilkada 2024 itu akan menjadi pesta demokrasi yang sangat penting bagi perjalanan hidup berbangsa dan bernegara ke depan. Maka upaya optimal dalam menciptakan Pilkada yang berkualitas tidak bisa ditunda-tunda lagi. Di sisi lain dalam setiap Pemilu (termasuk Pilkada), adab dan etika berpolitik memainkan peran penting dalam menentukan kualitas, legalitas dan integritas dari proses pesta demokrasi itu sendiri.
Secara harfiah adab adalah segala bentuk sikap, perilaku, pola atau cara hidup yang mencerminkan nilai sopan santun, kehalusan, kebaikan, budi pekerti serta perilaku. Sehingga orang yang beradab tidak lain adalah orang yang selalu menjalani hidupnya dengan aturan atau tata cara yang diterima secara universal. Sedangkan etika, merupakan sesuatu yang berkenaan dengan akhlak atau nilai mengenai sesuatu yang baik dan yang buruk.
Membangun politik dan kesadaran berdemokrasi di Indonesia, harus ditujukan sepenuhnya untuk mengutamakan kepentingan rakyat, bukan sebeliknya untuk kepentingan individu atau kelompok tertentu. Terutama ketika dihadapkan kepada tekanan ekonomi yang berimplikasi pada kesejahteraan rakyat. Itulah sebabnya dalam berpolitik dan berdemokrasi ini diperlukan adab dan etika yang teruji dan terpuji. Di sinilah FKUB dapat memainkan peran dan fungsinya kepada pengikut atau umatnya masing-masing.
Disaat masyarakat menghadapi berbagai masalah dan tekanan, terutama di bidang ekonomi, di sinilah peluang atau potensi terjadinya pelanggaran adab dan etika berpolitik. Tidak jarang perkara adab dan etika menjadi abai atau tidak terlalu dipertimbangkan, terutama bila pondasi keimanan, pengetahuan dan kesadaran masyarakat yang belum terlalu kuat. Di sinilah perlunya upaya membangun politik yang beradab dan beretika tersebut.
Membangun politik yang beradab dan beretika menjadi pondasi yang kuat agar output demokrasi mampu menjadi konsensus bersama para stakeholder bangsa. Terutama dalam melahirkan solusi besar untuk masyarakat, untuk bangsa, untuk daerah dan bukan ‘partial’ untuk kepentingan kelompok-kelompok tertentu, apalagi orang-orang tertentu. Adil dan makmur secara bersama-sama, bukan adil dan makmur sendiri-sendiri.
Esensi dari politik yang beradab dan beretika adalah adanya kekuasaan yang amanah dan tidak curang dalam arti tidak disalahgunakannya kekuasaan yang ada. Terjaminnya hak-hak politik rakyat termasuk kebebasan berbicara, demokrasi yang tertib, tidak anarkis dan taat pada pranata hukum dan pers yang merdeka, namun juga bertanggung jawab
Politik dapat dikatakan ‘civilized’ atau beradab, jika semua stakeholder menghormati dan mematuhi hukum, sistem politik dan demokrasi secara konstitusional. Penyelenggara Pemilu/Pilkada, penyelenggara negara, penegak hukum dan segenap ‘alat negara’ mulai dari tingkat desa hingga pusat mampu menempatkan diri dan mengambil ruang netral, independen dan tidak berpihak.

Memahami Etika Politik
Etika politik adalah cabang etika yang membahas masalah-masalah moral dalam hubungannya dengan kekuasaan politik, seperti; keadilan, kebebasan, kesetaraan, dan hak asasi manusia. Etika politik juga membahas tentang cara-cara yang benar atau salah dalam menggunakan kekuasaan politik, serta mengembangkan prinsip-prinsip moral yang dapat membantu politisi untuk membuat keputusan yang baik dan benar dalam melayani masyarakat (Franz Magnis Suseno, 2021)
Adab dan etika politik merupakan modal dasar bagi para politisi untuk menjalankan kiprahnya dalam berpolitik praktis, karena adab dan etika politik melibatkan perilaku politisi dalam menjalankan tugas mereka (dalam konteks politik atau menghadapi masyarakat). Etika politik mencakup nilai-nilai moral dan prinsip-prinsip yang mengatur perilaku politisi, seperti kejujuran, integritas, tanggung jawab, dan kewajiban.
Sebagai calon pemimpin masyarakat, suka atau tidak politisi harus memahami adab dan etika berpolitik sekaligus mempraktikannya dalam berkiprah sehari-hari. Hal ini termasuk dalam mengambil keputusan yang benar dan adil untuk kepentingan masyarakat, tidak menyalahgunakan kekuasaan dan sumber daya, serta menghormati hak asasi manusia dan kebebasan sipil.
Politisi, terutama calon pemimpin daerah juga harus membangun hubungan yang sehat dengan pemilih dan kelompok-kelompok masyarakat, serta dengan politisi dari partai politik lain. Di antaranya menghindari hujatan, hoaks, kampanye negatif atau black campaign, tidak terlibat dalam politik uang atau kecurangan lainnya, serta mempertahankan integritas dalam setiap tindakan dan keputusan politik yang mereka buat.
Jika para politisi gagal memahami dan menerapkan adab dan etika berpolitik, maka dipastikan akan dapat menimbulkan kerugian besar bagi masyarakat, serta merusak citra dan kepercayaan terhadap sistem politik itu sendiri. Oleh karena itu, politisi harus memiliki tanggung jawab moral dan etis yang tinggi dalam menjalankan tugas mereka sebagai calon pemimpin. Etika politik memainkan peran penting dalam Pilkada serentak 2024 nanti, karena pesta demokrasi tersebut adalah proses politik yang sangat penting dalam menjalankan sistem demokrasi. Apalagi mengingat fungsi etika politik dalam Pemilu/Pilkada antara lain:
1. Mengedukasi pemilih tentang nilai-nilai moral dan prinsip-prinsip etis yang harus dipegang. Etika politik membantu masyarakat memahami bagaimana politisi harus bertindak dalam melayani masyarakat dan mengambil keputusan yang benar dan adil.
2. Memastikan integritas Pemilu/Pilkada. Etika politik membantu membangun kepercayaan masyarakat terhadap Pemilu/Pilkada dan menjaga integritas Pemilu/Pilkada dengan mendorong politisi untuk tidak terlibat dalam kecurangan Pemilu/Pilkada, politik uang, atau kampanye negatif.
3. Menjaga hubungan yang sehat antara politisi dan pemilih. Etika politik membantu politisi untuk memahami kebutuhan dan aspirasi masyarakat, sehingga mereka dapat melayani masyarakat dengan baik. Etika politik juga membantu membangun hubungan yang sehat antara politisi dan pemilih, sehingga politisi dapat memperoleh dukungan masyarakat dengan cara yang jujur dan adil.
4. Menghasilkan keputusan yang benar dan adil. Etika politik membantu politisi dalam membuat keputusan yang benar dan adil dalam konteks politik, sehingga masyarakat dapat dipimpin dengan baik dan kepentingan masyarakat dapat diwakili atau disalurkan dengan baik dan benar.
Dengan memahami dan menerapkan etika politik dalam Pemilu/Pilkada, politisi dapat memastikan bahwa pesta demokrasi itu dijalankan dengan integritas dan memberikan hasil yang benar dan adil bagi masyarakat. Sekaligus sebagai salah satu pengatur keseimbangan dalam pemisahan kekuasaan bagi lembaga-lembaga negara (eksekutif, legislatif dan yudikatif). Etika politik baru dapat dikatakan sebagai pengambil peran dalam budaya politik apabila memiliki kemampuan dalam mengendalilan lembaga-lembaga tersebut dan mekanisme politik negeri ini.
Para pemimpin, khususnya kepala negara dan kepala daerah wajib menjadi pemimpin rakyat, pengayom masyarakat, penjaga demokrasi untuk tetap berjalan pada prime work atau rel politik yang bersih dan jujur. Bukan sebaliknya bertindak layaknya penguasa yang otoriter yang menggunakan kekuasaannya dengan sewenang-wenang dan memerintah sesuai selera untuk kepentingannya dengan melakukan segala bentuk penekanan, dan tindakan yang tidak terpuji untuk kepentingan diri atau kelompoknya.
Euforia kekuasaan bukan dengan cara-cara serampangan, meninggalkan etika dan hak-hak rakyat. Kepala negara maupun kepala daerah adalah mandat rakyat, bukan mandat sekelompok orang. Hakikat kekuasaan itu untuk melindungi rakyatnya, menjaga keseimbangan dalam kehidupan politik dan demokrasi, bukan sebaliknya amanah rakyat diperalat untuk melegitimasi tindakan penyimpangan dalam melakukan penekanan/intimidasi.
Kekuasaan selalu ada batasnya, baik konstitusi, aturan dan etika. Mestinya kekuasaan yang berasal dari mandat rakyat harus digunakan secara adil dan bijaksana. Kehidupan politik yang baik juga bebas dari represi kekuasaan terhadap rakyatnya. Sementara rakyat dengan dalih kebebasan juga tidak boleh melakukan tindakan melawan hukum serta mengganggu ketertiban dan keamanan publik. Hal ini yang patut disosialisasikan kepada seluruh umat agar dapat difahamkan secara utuh dan menyeluruh.
Kita harus terus membangun politik dan demokrasi yang semakin matang, semakin berkualitas dan akhirnya semakin beretika dan beradab. Perlu diingat, bahwa kita juga akan terus diuji dalam perjalanan bangsa ini, termasuk pada Pilkada yang akan kita laksanakan bulan November 2024 nanti, maka politik dan demokrasi yang beretika dan beradab itu harus dapat dijaga dan dikembangkan.

Berbagai Godaan dan Ujian
Menjelang Pilkada 2024 ini, politik akan makin memanas. Banyak godaan dan ujian yang akan kita hadapi. Negara kembali akan diuji apakah Pilkada 2024 ini dapat berlangsung secara damai, adil dan demokratis. Peaceful, free and fair election. Tiga Pemilu sebelumnya, Pemilu 2009, Pemilu 2014 dan Pemilu 2019, berlangsung secara damai, adil dan demokratis. Sejarah akan menguji apakah negara dapat mempertahankan prestasi ini pada penyelenggaraan Pilkada 2024?.
Kita juga akan diuji, apakah untuk meraih kemenangan dalam Pilkada 2024 nanti, ada yang tergoda menghalalkan segala cara. Termasuk menyalahgunakan kekuasaan, melanggar undang-undang serta menghalang-halangi pihak lain untuk menjalankan kampanye. Kita juga akan diuji apakah Pilkada kali ini akan bisa mencegah politik uang (money politics). Apalagi mengingat akhir-akhir ini money politics hampir menjadi ‘trand model’ dalam budaya politik di negeri ini.
Ingat, demokrasi akan runtuh dan rakyat akan dikebiri manakala uang menjadi penentu segala-galanya. Suram masa depan politik kita kalau uang digunakan sebagai alat untuk membeli suara rakyat dan juga sebagai transaksi terbangunnya pondasi kekuasaan. Kita akan diuji apakah Pilkada ini bebas dari intimidasi yang akan mengganggu kedaulatan rakyat untuk menjatuhkan pilihannya. Kekuatan atau power yang dimiliki oleh siapa pun tidak boleh untuk mengintimidasi dan memaksa seseorang agar memilih atau menuruti kehendaknya.
Kita pun akan diuji apakah politik identitas yang melebihi takarannya akan dimainkan oleh para kandidat atau partai-partai politik peserta Pilkada. Walaupun disadari bahwa di negara mana pun, selalu ada korelasi antara identitas dengan preferensi pemilihan dan politik. Namun, apabila melebihi kepatutannya dan secara membabi buta dijadikan penentu untuk memilih seseorang atau partai politik tertentu, demokrasi kita akan mundur jauh ke belakang.
Kita juga akan diuji apakah pers dan media massa bisa bertindak adil dan memberikan ruang yang berimbang bagi para kandidat dan kontestan peserta Pemilu/Pilkada. Media massa adalah milik rakyat, milik kita semua. Maka media massa harus independen dan berimbang dalam pemberitaannya, juga terlepas dari tekanan pemilik modal dan pihak-pihak tertentu.
Ujian lain yang mungkin akan kita hadapi adalah apakah perangkat negara termasuk aparatur sipil negara (ASN), intelijen, kepolisian, dan militer netral dan tidak berpihak?. Ingat, ASN, TNI dan Polri adalah milik negara, milik rakyat Indonesia. Maka akan mencederai sumpah dan etikanya kalau perangkat negara ini tidak netral. ASN, TNI, dan Polri harus belajar dari sejarah masa lalu, bahwa karena kesalahan masa lampaunya, rakyat terpaksa memberikan koreksi bahkan hampir kehilangan kepercayaan.
Pendek kata, dalam beberapa bulan ke depan ini, kita semua akan diuji oleh sejarah. Siapa yang lulus dan siapa yang tidak lulus, siapa yang menang dan siapa yang kalah. Jangan sampai untuk mengejar kemenangan, kita mengorbankan persatuan, persaudaraan dan kerukunan di antara sesama elemen bangsa. Jangan sampai kita ikut menyemai benih-benih perpecahan dan disintegrasi yang sangat membahayakan masa depan bangsa kita.

Peran FKUB dan Benteng Terakhir
Di sinilah peran FKUB dapat diaktualisasikan dalam mengendalikan pengikut atau umat beragama di negeri ini, melalui berbagai bentuk dialog, pencerahan atau penggugahan kesadaran dan sebagainya. Tidak dipungkiri sampai saat ini, peran pemuka/tokoh agama masih sangat strategis, karena masih didengar, ditauladani dan dijadikan ‘role model’ di tengah-tengah masarakat. Di sisi lain FKUB merupakan wadah yang menaungi dan memfasiliasi para pemuka agama tersebut.
Benteng kekuatan ‘terakhir’ pada umat-lah yang masih dapat diharapkan untuk menjadi penyelamat budaya politik yang mulai ‘rusak’ oleh perbuatan oknum-oknum tertentu dalam berpolitik. Maka sudah saatnya kita membangun kekuatan dan kesadaran umat secara optimal dalam berpolitik. Sementara pemerintah, baik pusat maupun daerah terkesan kehabisan ‘energi dan akal’ untuk mengakualisasikan tujuan maupun proses politik secara benar dan hakiki, apalagi untuk menegakkan adab dan etika berpolitik.
Rasanya dalam kampanye Pilkada 2024 nanti, perbuatan negatif memang sulit untuk bisa dihindari atau diberantas secara total. Namun, setidaknya FKUB dapat membantu meminimalisir terjadinya perbuatan curang dalam kampanye, seperti; mencegah terjadinya fitnah, hoax, money politics dan ragam kampanye hitam dan lain-lain, melalui pemuka/tokoh agama yang diwadahinya. Mari sama-sama kita membangun kesadaran masyarakat dalam berdemokrasi secara benar, melalui adab dan etika berpolitik yang hakiki. Mari kita bangkitkan kesadaran masyarakat untuk menggunakan hak pilih secara jujur dan adil. Mari kita ciptakan pesta demokrasi dalam Pilkada 2024 yang aman, tertib dan damai!

*(Dr. ASMARA JUANA SUHARDI, S.T., S.IP., M.Si. adalah Alumni program doktoral Universitas Muhammadiyah Malang, staf pengajar FISIP Universias Terbuka dan Komunikasi Penyiaran Islam STAI Natuna.

****

Ditulis Oleh Pada Sel 18 Jun 2024. Kategory Cerpen/Opini, Terkini. Anda dapat mengikuti respon untuk tulisan ini melalui RSS 2.0. You can skip to the end and leave a response. Pinging is currently not allowed.

Komentar Anda

Radar Kepri Indek