Moratorium Pemekaran daerah versus Kesejahteraan Rakyat
Hingga Juli 2019, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyatakan sudah ada aspirasi 314 usulan Daerah Otonomi Baru (DOB). Namun pemerintah masih tetap melakukan Moratorium Pemekaran Daerah. Prinsip dari Moratorium bertujuan agar pemekaran sebuah daerah tidak asal dimekarkan. Tapi harus dikaji dan ditelaah secara mendalam apakah sangat mendesak dan urgensi terhadap pemekaran daerah tersebut. Untuk menyebut beberapa daerah yang sudah di wacanakan di DPRD Provinsi yaitu pemekaran Provinsi Sumatera Utara menjadi Provinsi Sumatera Tenggara atau sering disebut juga dengan Provinsi Tapanuli. Ada 5 wilayah Kabupaten/Kota yang akan menjadi Provinsi Sumatera Tenggara yaitu Kabupaten Tapanuli Selatan, Kota Padangsidimpuan, Padang Lawas, Padang Lawas Utara dan Mandailing Natal. Dan ibu kota Provinsi sudah direncanakan yaitu yang dipusatkan di Padang sidempuan.
Moratorium Pemekaran Daerah memang sah-sah saja dilakukan mengingat didasarkan atas banyaknya daerah-daerah yang akan melakukan pemekaran tanpa melihat potensi sumber daya alam maupun sumber daya manusia di daerahnya. Keterbatasan infrastruktur disuatu daerah juga menjadi alasan dilakukannya moratorium tersebut. Namun Pemerintah pusat mesti juga memikirkan bagaimana solusi untuk memecahkan masalah tersebut. Hingga tahun 2019 ini saja sudah tercatat 314 usulan untuk Pemekaran Daerah baik untuk tingkat Provinsi maupunKabupaten/Kota.
Dengan alasan beban keuangan negara yang sangat berat dan tidak memungkinkan untuk membiayai dana transfer bagi pemekaran daerah, maka alasan dari pemerintah untuk tetap melakukan Moratorium Pemekaran Daerah terus berlanjut. Ada beberapa alasan dari Pemerintah untuk tetap melakukan moratorium pemekaran daerah diantaranya pertama; belum selesainya Grand Design dan Evaluasi terhadap daerah otonomi daerah (DOB) yang selama ini sudah dilakukan yang nantinya akan mengkaji seberapa ideal dan maksimalnya jumlah Provinsi, Kabupaten/Kota di Indonesia hingga tahun 2025, kedua; penetapan daerah perbatasan dan penataan asset, ketiga; pengalihan pembiayaan dan penyediaan sarana dan prasarana keempat; penataan wilayah dan regulasi yang lemah terhadap pembentukan dan penggabungan daerah (PP No. 78/2007) dan Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (PP No 6/2008) dan terakhir politisasi dan sentimen kedaerahan.
Moratorium Pemekaran Daerah, sampai Kapan?
Pada tahun 2009, Pemerintah dan DPR telah sepakat untuk melaksanakan Moratorium Pemekaran Daerah hingga adanya kesepakatan berapa jumlah yang ideal baik Provinsi, Kabupaten maupun Kota. Namun dalam perjalanannya, Moratorium tersebut tidak berjalan sebagaimana adanya. Usulan DOB tetap berlanjut baik dari usulan DPR, Pemerintah maupun DPD. Laju pemekaran daerah dengan usulan DOB seolah-olah tidak dapat dikendalikan. Moratorium hanya sebagai wacana yang tidak dilaksanakan dengan baik. Satu demi satu daerah berlomba-lomba dan bernafsu untuk memekarkan daerahnya, tanpa melihat segala potensi baik Sumberdaya Alam (SDA) maupun Sumberdaya Manusia (SDM).
Pemerintah, DPD dan DPR tetap harus saling berkoordinasi untuk tetap memprioritaskan daerah-daerah di perbatasan dan daerah terluar NKRI yang akan menjadi DOB, tanpa itu semua pemekaran daerah akan terus berjalan dan Grand design pemekaran daerah tidak dapat diwujudkan. Sesuai dengan konstitusi yang berlaku, ada tiga pintu masuk dalam pembahasan pemekaran daerah yaitu; pemerintah (eksekutif), DPR (legislatif), dan DPD (Dewan Perwakilan Daerah). Grand design yang akan disusun dan dirumuskan oleh pemerintah tersebut seyogyanya harus sesuai dengan Undang-undang Dasar 1945. Dalam BAB VI tentang Pemerintahan Daerah, UUD 1945 (Amandemen ke-2) Pasal 18 telah dengan jelas dikatakan bahwa, Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan Undang-Undang.
Pasal 18 B ayat (1) menyatakan, bahwa Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang dan ayat (2), Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam Undang-undang. Namun apapun alasan pemerintah untuk tetap melakukan moratorium pemekaran daerah tidak akan mematikan aspirasi masyarakat. Dan yang perlu digaris bawahi adalah pemekaran daerah yang terbentuk akan meningkatkan kualitas pelayanan publik yang di dalamnya terdapat aspek kesehatan, infrastruktur dan pendidikan yang memadai. Mempercepat reformasi birokrasi di daerah serta meningkatkan kinerja pemerintah daerah dalam pelayanan publik tentu beberapa hal yang positif dalam hal pelaksanaan pemekaran daerah. Perlu diingat bahwa hingga kini pula tidak ada penggabungan daerah yang dianggap gagal dalam hal pemekaran daerah (pembentukan daerah otonomi baru).
Oleh sebab itu tidak ada alasan yang mendasar yang mengatakan bahwa pemekaran daerah akan membebani anggaran negara dalam hal ini APBN. Di lain pihak Pemerintah bisa meningkatkan anggaran Partai Politik (Parpol), namun dalam hal Pemekaran Daerah pemerintah belum siap untuk menanggung beban APBN dan cenderung mengabaikan aspirasi di daerah. Bukankah peningkatan anggaran Partai Politik (Parpol) juga akan membebani anggaran APBN dan APBD juga?. Oleh sebab itu, apa yang salah dengan pemekaran daerah?. Tidak ada yang salah, yang salah adalah mengabaikan kesejahteraan rakyat khususnya bagi daerah yang siap dimekarkan dan menjadi Daerah Otonomi Baru (DOB).
Catatan : Penulis adalah Alumni IKMAS UKM, Malaysia/Widyaiswara Ahli Madya BPSDM Provinsi Riau.