; charset=UTF-8" /> SAUM DAN SAHARAH - | ';

| | 840 kali dibaca

SAUM DAN SAHARAH

Iwan Kurniawan SH

Oleh : Iwan Kurniawan SH

Menurut cerita emaknya, si Saum  lahir pada bulan Ramadhan, di tengah siang hari bolong, yang kuuusssss…..mangat terik panasnya. Sewaktu itu, cuaca tidak seperti bulan ramadhan tahun ini, lebih teduh dan banyak hujannya. Sehingga kaum muslimin yang menjalankan ibadah puasa lebih nyaman, dan tidak begitu lelah, sebab keringat tak banyak ke luar, dan ubun-ubun kepalapun tak terpanggang terkena teriknya panas matahari.
Cerita sedikit sewaktu Saum akan dilahirkan. Pada saat dia hendak dilahirkan, emaknya hampir  saja lewat alias meninggal dunia. Ketika itu terik panas matahari teramat sangat panas,  hingga membuat emaknya hampir  kehabisan tenaga dan kelelahan, sewaktu mengendan-ngendan   hendak mengeluarkannya. Selain bayi Saum itu berbadan besar, sewaktu akan ke luar dari liang rahim emaknya, diapun masih sempat bertingkah macam-macam. Hinggakan  bidan kampung yang membantu persalinan si Saum, kualahan di buatnya bahkan hampir saja putus asa. Maklumlah, bidan kampung itu, sudah tak sanggup lagi melihat rintihan emaknya Saum, yang sudah hampir kehabisan nafas, dengan muka pucat pasi, menahan sakit tak tertahan oleh ulah si Saum. Untunglah pula, selain menggunakan jampi dan mantera-mantera, bidan kampung tersebut, telah pula mempersiapkan rumput fatimah, yang didapatnya dari Mak Bedah sewaktu pulang Haji tahun yang lalu. Rumput fatimah itulah yang akhirnya diminumkan oleh bidan kampung itu kepada  emaknya si Saum. Singkat cerita, tak begitu lama setelah meminum ramuan rumput fatimah, bayi Saumpun lebih tenang di dalam rahim emaknya, tidak lagi lasak sebelum diberikan minuman mujarab tersebut. Dengan beberapa kali mengedan, terbukalah  mulut rahim emaknya sampai pembukaan sekian belas, lalu seiring dengan  tarikan nafas panjang  dan dengan sebuah dorongan keluar yang cukup kuat, serta  dibantu pula dengan pijatan jari jemari mak Bidan, akhirnya keluarlah si jabang bayi Saum dari dalam perut emaknya, yang disertai pula dengan tangisan dan  lolongan  panjang  ke luar dari mulut mungil si Saum.
Dalam perjalanan masa yang cukup panjang, sampailah  Saum dewasa bahkan telah menikah dan memiliki 2 orang anak. Diusianya yang menginjak  kepala 40 tahunan, Saumpun dapat dikatakan berhasil dalam hidup dan kariernya. Dia hidup bahagia bersama dengan keluarga, isteri dan anak-anaknya secara bercukupan, walaupun tidaklah semewah para koruptor yang merampok uang rakyat berlebih-lebihan.
Namun akhir-akhir ini, terjadi  sebuah perubahan yang teramat sangat  penting buat si Saum. Perubahan hidup tersebut terjadi bukan disebabkan karena Saum mendapat promosi kenaikan pangkat, mendapat sie jie, mendapat warisan, mendapat hibah, mendapat proyek sekian puluh milyar, atau mendapat durian runtuh. Kiranya perubahan hidup pada diri si Saum terjadi disebabkan karena satu bulan yang lalu, dia ketemu dengan mantan pacarnya yang teramat sangat dia cintai sewaktu dia masih duduk dibangku sekolah dan kuliah tempo lalu.
Tanpa diduga dan tanpa mimpi apapun sebelumnya, tiba-tiba Sahara, mantan kekasih hatinya tersebut, muncul dihadapan si Saum.
Kehadiran  Sahara yang tidak disangka-sangka itu, tentu sangat mengejutkan si Saum, apalagi pada saat ini wajah dan bentuk rupa Saharah semakin cantik dan aduhai, dengan bodi tubuh yang sangat proporsional untuk ukuran wanita usia 40 tahunan.
Saharah, tidak saja cantik wajahnya, tetapi tutur katanyanya yang lembut, sangat menggetarkan jiwa si Saum.
Apalagi kedatangan Saharah kepada si Saum,  membawa tawaran kerja  sama dalam bidang usaha. Seketika itu juga, dalam benaknya, timbulah sebuah pikiran pikiran “Apabila dia menerima tawaran kerja sama tersebut, maka akan semakin dekatlah dia dengan si Saharah, kekasih pujaan hatinya tersebut”.
Kemudian, melihat suasana yang kurang komunikatif, karena  disebabkan oleh ulah si Saum, yang sedang asik memikirkan Saharah, maka  Saharahpun memulai pembicaraannya. Ketika itu, Saharah menawarkan usaha yang  sudah digeluti olehnya selama ini, yaitu membuka taman bacaan dan perpustakaan moderen di kampung tempat tinggal mereka. Kebetulan usaha itu belum ada di sana, karena tidak diminati oleh kalangan pengusaha. Saharahlah yang menjadi satu-satunya pengusaha taman bacaan dan perpustakaan di kampung tersebut.
Perlu diketahui,  selain memiliki wajah nan cantik jelita, Saharah dikenal juga sebagai wanita cerdas, di samping  sebagai seorang wanita karier.
Namun sayangnya,  kehidupan keluarga Saharah tidaklah seindah  dan sebahagia Saum.   Saharah pada saat ini sudah menjanda dengan 2 (dua) orang anak yang ikut dengannya.
Dari segi ekonomi, Saharah tidaklah kekurangan, sebab usaha taman bacaan dan perpustakaan moderen yang dibukanya sudah dapat mencukupi hidup mereka.
Sebenarnya, tawaran untuk melakukan kerja sama sudah lama terpendam dalam diri Saharah, yaitu pada saat setelah dia berpisah resmi dengan matan suaminya. Tetapi hasrat  itu  terus saja dipendamnya.  Dia tidak mau dituduh ingin berbuat macam-macam dengan si Saum, sebab hampir seluruh penduduk di kampung mereka pernah tau bahwa antara Saharah dengan Saum pernah menjalin hubungan asmara dahulunya, apa lagi rekan-rekan seusia mereka.
Oleh karena, tidak lagi kuat memendam rasa ingin menjalin kerja sama dengan si Saum, akhirnya pagi itu, Saharahpun memberanikan diri untuk berkunjung ke office  si Saum yang terletak di tengah kampung.
Makanya, wajar jika Saum pagi hari ini, begitu sangat terkejut mendapat tamu yang teramat sangat istimewa buat dirinya.
Tanpa memperhatikan apapun yang dikatakan oleh Saharah, Saumpun hanya memanggut-manggutkan  saja kepalanya yang berambut seperti buah rambutan botak. Sekali-kali ilernyapun juga mengalir dari sela-sela bibirnya yang doer berwarna hitam legam, jika tanpa sengaja biji matanya terpandang belahan buah dada Saharah yang pada pagi hari itu mengenakan anakan jas yang cukup sensasional.
Diperhatikan seperti itu oleh si Saum, akhirnya Saharahpun menjadi salah tingkah. Dan dengan sedikit menggoda Saharahpun berkata, “Bang Saum, mengapa memandangi Saharah seperti itu, kayak tidak pernah lihat saja”.
Mendapat godaan seperti itu, Saumpun langsung berujar, “Ooooohhhh…..ya…ya….ya…., maafkan abang Saharah, karena abang sudah lama tidak memandang Saharah. Yaaachhh, kurang lebih sudah 15 tahun kita tak pernah ketemu, jadi wajarkan, jika abang pandangi Saharah seperti itu”.
“Bang, sebenarnya saya sudah lama ingin bertemu dengan abang. Tetapi hati ini selalu saja bertanya-tanya, apakah  yang saya buat ini salah atau tidak. Hal itulah yang membuat sarah selalu menunda untuk bertemu abang”, kata Saharah  kepada Saum.
“Jadi selama ini, Sahara  selalu mengikuti perkembangan abang ya !”, tanya Saum kepada Saharah.
“Kalau ikuti langsung memang tidak pernah bang. Tapi Saharah selalu bertanya juga kepada teman-teman kita dahulu tentang abang. Kata mereka sekarang abang sudah berhasil dan menjadi orang terkenal, bahkan muka abang selalu Saharah lihat terpampang di Koran-koran daerah ini”, kata Saharah  kepada Saum.
Mendengar penuturan  Saharah yang demikian, “Muka Saumpun  seketika berubah menjadi merah padam, dengan lubang hidung kembang kempis, disertai dengan gemuruh detak jantung didadanya yang semakin berdetak cepat, karena menahan rasa bangga terhadap dirinya”.
Seketika itu pula, Saumpun langsung berkata, kepada Saharah “Saharah !, Apakah Saharah masih ingat tentang kisah kita dahulu. Sewaktu kita masih dibangku sekolah dan di bangku kuliah. Abang selalu berulang kali, meminta kepada Saharah  agar kita menikah. Tetapi Saharah selalu saja menjawab belum siap. Kemudian selalu menghindar jika abang mengucapkan kata nikah tersebut”.
Dengan wajah tertunduk lesu, Saharapun menjawab, “Sahara ingat bang. Memang sejak dahulu abang selalu mengajak Saharah menikah, tetapi waktu itu Saharah memang  belum siap. Bukan karena takut tak dapat hidup bersama abang tetapi orang tua Sarah tidak pernah mengizinkan Saharah untuk berhubungan apalagi  menikah dengan Abang, sehingga Saharah kecewa lalu pergi meninggalkan Abang. Rasa sakit hati dan kekecewaan Sahara semakin menjadi,  setelah Saharah  tau abang juga sudah punya pacar baru. Hal itulah yang membuat sarah lari dari abang”.
“Haaahhh, itulah Saharah, kamu hanya mengikuti perasaan saja, dan tidak mau memberikan kesempatan kepada abang untuk berkata sejujurnya dan sebenarnya”, ujar si Saum.
“Yaaaccchh, sudahlah bang, janganlah lagi abang ungkit-ungkit masa lalu kita yang tidak indah itu. Sekarangkan abang sudah bahagia dengan isteri dan anak-anak abang. Mengetahui abang sudah seperti ini, Saharahpun turut merasa bahagia, walaupun kita tidak dapat hidup bersama dalam sebuah pernikahan”, urai  Sahara menyadarkan Saum kembali.
Dasar si Saum, sang play boy cap kalong. Mendengar ungkapan hati Saharah, diapun tidak langsung mau menerima kenyataan tersebut. Bahkan dia langsung balik bertanya kepada Saharah, “Saharah !, jika seandainya abang masih menginginkan kamu  untuk menjadi bini abang, apakah Saharah mau ?”.
Seketika Saharahpun langsung menjawab, “Abang janganlah bicara seperti itu. Saharah menjadi tak enak dengan isteri Abang. Abang sudah memiliki isteri yang cantik dan setia, serta dianugrahi anak-anak yang ganteng-ganteng dan cantik-cantik. Abang jugakan sudah hidup bahagia dengan keluarga abang. Saharah tidak mau menjadi orang ketiga yang dapat menghancurkan kebahagiaan dan keharmonisan hidup rumah tangga abang selama ini. Saharah merasa berdosa kepada isteri abang, jika Saharah bersedia menerima tawaran abang itu. Saharah harap abang juga harus mengerti”.
“Kalau begitu Saharah tidak lagi mau menerima abang. Saharah sudah tak sudi untuk menjadi isteri abang, seperti dahulu juga”, seru si Saum sambil ingin meyakinkan dirinya kepada Saharah.
“Bukan begitu bang. Kalaulah Saharah ingin menghapus nama abang di hati ini, “mengapa pula Saharah  harus bertemu dengan abang seperti sekarang  ini. Lebih baik Saharah  tidak datang dan terus menghindar dari abang. Sengaja Saharah  datang  karena  Saharah tidak mau lagi salah di dalam mengambil keputusan dalam hidup yang hampir senja ini. Di hati Saharah selalu saja ada nama abang, walaupun selama sekian belas tahun kita berpisah. Terus terang bang, sejujurnya Saharah  katakan bahwa Saharah  tidak akan dapat melupakan abang, dan Saharah juga tidak akan  mau menggangu kebahagiaan hidup abang dengan keluarga abang”, ujar Saharah  dengan sepenuh hati dan sungguh-sungguh.
Tanpa disadari oleh Saharah, kiranya dikedua pelupuk matanya, telah pula tergenang linangan air mata yang tertahan. Lalu dengan sehelai sapu tangan ia usapkan linangan air mata tersebut, seraya berkata, “Bang percayalah kepada Saharah, Sahara masih sangat sayang  dan mencintai abang,  serta tidak pernah dapat melupakan abang sampai saat ini”.
Mendengar ungkapan kejujuran dari bekas kekasih hatinya tersebut, seketika pula Saumpun tersadar lalu berkata, “Maafkan abang Saharah. Tidak ada maksud abang untuk membuat Sahara sedih. Hal itu abang katakana  karena abang juga masih cinta dan sayang dengan Saharah. Apakah abang salah, dan apakah itu dosa?”, tanyanya kepada Sahara  dan dirinya sendiri.
“Bang, kedatangan Saharah bertemu dengan abang, bukan untuk mengembalikan kisah cinta kita dahulu. Saharahkan  ingin mengajak abang untuk bergabung dengan Saharah mengusahakan perpustaakaan moderen yang telah Saharah  rintis setelah bercerai dengan suami Saharah. Kebetulan saat ini, Saharah juga perlu tambahan modal yang cukup besar. Saharah  tidak mau mengajak pihak lain, sebab Saharah  pernah tertipu, sehingga kapok untuk bekerja sama dengan orang lain. Kemudian Saharah juga tidak mau salah lagi dalam mengambil keputusan dalam hidup ini. Gara-gara mendengar cakap orang dan menurutkan emosi sehingga Saharah lari meninggalkan abang, lalu menikah dengan bekas suami Saharah tersebut. Saharah berjanji pada  diri sendiri, Saharah tidak akan lagi mau berurusan dengan orang lain. Saharah hanya mau hidup bersama dengan abang, walaupun tidak dalam sebuah ikatan perkawinan. Untuk itulah Saharah memberanikan diri menawarkan kerja sama ini.
Dengan ekspresi wajah terkejut dengan mulut sedikit menganga membentuk lingkaran “O”, Saumpun berkata, “Jadi sekarang Saharah sudah menjanda dan sejak kapan?”.
“Sudah hampir 3 tahun bang. Sejak saat itu, Saharah mulai berusaha sendiri. Aapakah abang tidak pernah mendengar berita itu”, jawab Saharah sambil balik bertanya kepada Saum.
“Abang tidak pernah mendapat berita perceraian Saharah. Abang hanya pernah mendengar Saharah  telah bersuami, mempunyai anak dan hidup di kampung ini bersama keluarga. Itu saja”, jawab Saum seadanya, lalu kembali berkata, “Oooohhhh, yaaa…. Mengapa Saharah percaya dengan abang, sementara abangkan juga manusia biasa seperti mereka, yang mungkin juga bisa silaf dan salah”, tanya Saum kepada Saharah.
“Apupun jadinya nanti. Itu sudah menjadi keputusan Saharah. Apakah nanti usaha ini sukses atau tidak, Saharah tidak mau ambil pusing. Yang penting Saharah  sudah dapat bersama dengan abang dalam menghidupi usaha tersebut”, ujar Saharah  meyakinkan dirinya dan diri si Saum.
“Kira-kira berapa besar dana yang diperlukan untuk melengkapi buku-buku dan segala keperluan buat mengisisi kekosongan taman bacaan dan pustaka tersebut”, tanya Saum kepada Saharah.
“Berdasarkan hitungan kasar, usaha itu memerlukan dana segar sebesar Rp. 100.000.000.- (Seratus juta rupiah) saja”,  jawab Saharah.
“Baiklah, abang mau bergabung dengan usaha itu, tetapi sebaiknya kita notariskan kerja sama kita, agar masing-masing dari kita mempunyai kekuatan dan tanggungjawab di muka hukum. Hitung-hitung buat menambah uang saku buat  anak-anak kita jika usaha itu berhasil”, ujar si Saum.
Mendengar ungkapan Saum yang demikian, tanpa disadari dan dengan seketika, mungkin karena sangat girangnya, langsung dipeluk dan diciuminya si Saum yang sedang berdiri dihadapannya.
Mendapat perlakuan yang demikian, Saumpun tidak menyia-nyiakan keadaan yang amat tersangat langka tersebut, lalu  dengan sigap, dibalasnya pula pelukan dan ciuman dari  Saharah  dengan mesra dan sedikit bernafsu.
Sesaat mereka lupa, bahwa saat itu, mereka masing-masing sedang menjalankan ibadah puasa. Mereka baru tersadar setelah terdengar suara azan dari corong masjid yang berada tidak begitu jauh dari kantornya.
“Aduuuhhhh, Saharah,  abang lupa, kita sedang menjalankan ibadah puasa, mengapa kita lakukan hal semacam ini”, seru si Saum mengingatkan Saharah dan dirinya.
“Yaaa….bang, sebenarnya tidak ada niat Sahara untuk melakukan hal seperti ini kepada abang. Saharah hanya ingin meluapkan rasa gembira dan senangnya hati Saharah karena ternyata abang masih mau menerima Saharah dan menerima tawaran kerja sama dengan Saharah. Maafkan Saharahya, yang bang”, ucap Saharah dengan nada sedikit menyesali perbuatannya yang kurang control tersebut.
Sesaat mereka berduapun terdiam, memikirkan peristiwa yang baru saja mereka alami. Untuk memecahkan suasana yang kurang nyaman, Saumpun membuka bicara, “Saharah, sudahlah,  jangan kita ingat-ingat lagi kejadian tadi. Abang teringat ceramah ustad Qomar, jika perbuatan itu dilakukan tidak dengan sengaja, hukumnya tidak apa-apa, artinya tidak dosa, kecuali jika kita sengaja, maka hukumnya dosa besar dan puasa kita batal demi hukum”.
“Begitu ya bang. Abang tidak hanya sekedar menyenang-nyenangi Saharahkan”, tanya Saharah kembali ingin meyakinkan dirinya.
“Tidaklah sayang, kalau menurut abang, ini sich namanya reski, sama halnya makan dan minum tidak di sengaja”, ujar si Saum berlagag seperti seorang ustad dan ingin meyakinkan kembali Saharah.
“Kalau sudah begitu, Saharah percaya dengan abang. Tapi jika seandainya perbuatan itu salah, abang yang menanggung dosanya, ya !”, ujar Saharah sambil bercanda.
“Demi Saharah, abang siap menanggung seluruh dosa yang kita lakukan”, jawab Saum kembali meyakinkan.
“Yaaachhh…., sudahlah bang. Saharah pulang dulu ya. Selamat berpuasa, semoga ibadah puasa yang kita jalankan, mendapat ridho dan ganjaran pahala dari Allah.SWT, dan yang terpenting tidak sia-sia, hanya menahan lapar, dahaga dan nafsu semata-mata saja”, ujar Saharah sambil melambaikan tangannya kepada Saum.
Lalu, dengan membalas lambaian tangan Saharah, Saumpun  berkata, “InsyaALLAH”.
“Sekian, terime kaseh. Dengan membaca kita tau”

Ditulis Oleh Pada Jum 24 Mei 2013. Kategory Cerpen/Opini, Terkini. Anda dapat mengikuti respon untuk tulisan ini melalui RSS 2.0. Anda juga dapat memberikan komentar untuk tulisan melalui form di bawah ini

Komentar Anda

Radar Kepri Indek