; charset=UTF-8" /> PUASA KONSUMSI JIWA DALAM MENINGKATKAN KEJUJURAN - | ';

| | 250 kali dibaca

PUASA KONSUMSI JIWA DALAM MENINGKATKAN KEJUJURAN

OLEH : H. IWAN KURNIAWAN,S.H.,MH.,M.Si

Setiap manusia perlu mengkonsumsi makanan dan minuman guna mempertahankan kehidupan dan melanjutkan keturunannya dari masa ke masa. Kebutuhan akan makan dan
minum bagi manusia bahkan seluruh mahluk hidup di Bumi merupakan kebutuhan pokok (primer), karena tanpa makan dan minum manusia dan makhluk hidup pasti akan mati dan berakhirlah kehidupan di Bumi.
Namun terdapat perbedaan antara kebutuhan makan dan minum bagi manusia dengan makhluk hidup lainnya. Secara alamiah binatang dan tumbuh-tumbuhan perlu makan dan minum semata-mata untuk mempertahankan kehidupan dan kelanjutan generasinya saja, oleh karena kedua mahluk tersebut tercipta bukan untuk menghasilkan suatu kebudayaan dan peradaban, sebagaimana halnya manusia.

Sementara manusia diciptakan oleh Allah SWT/Tuhan Yang Maha Esa tidak sebatas
sebagai mahluk biasa tetapi diciptakan oleh-Nya sebagai khalifah di Bumi. Bahkan seluruh penciptaan mahluk baik di Bumi maupun diruang angkasa dicipta oleh-Nya semata-mata untuk manusia. Begitulah kiranya kasih dan sayang Allah SWT terhadap mahluknya yang dikenal dengan manusia.
Dalam Q.S. Ibrahim ayat 32-33, artinya, “Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air (hujan) dari langit, kemudian dengan (air hujan) itu Dia mengeluarkan berbagai buah-buahan sebagai rezeki untukmu; Dan Dia telah Menundukkan kapalbagimu agar berlayar di lautan dengan Kehendak-Nya, dan Dia telah Menundukkan sungai-sungai bagimu. Dan Dia telah Menundukkan Matahari dan Bulan bagimu yang terus menerus beredar (dalam orbtinya); dan telah menundukkan malam dan siang bagimu”.
Sebaliknya penciptaan manusia oleh Allah SWT pada hakekatnya untuk mengabdi dan
atau beriman kepada-Nya. Hal ini sebenarnya berlaku juga pada penciptaan Jin dan golongannya.

Dalam Q.S. Az-Zariat ayat 56 artinya , “Aku tidak menciptakan Jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku”.
Berpuasa dibulan suci Ramadhan merupakan salah satu bentuk ibadah yang diwajibkan bagi orang-orang mukmin, sebagaimana dinyatakan secara tegas dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 183.
Oleh karenanya tidaklah heran, apabila para utusan Allah yaitu para Nabi dan Rasul
sebelum rasullullah SAW, membawa dan mengajarkan pula ajaran berpuasa kepada
umatnya, dengan tujuan untuk beribadah kepada Allah SWT, sesuai dengan masa dan
kondisinya ketika itu.

Sebagai Nabi dan Rasul akhir zaman, baginda dan junjungan alam Nabi/Rasul
Muhammad SAW, membawa pula ajaran ibadah puasa kepada umatnya, bahkan ibadah berpuasa ditetapkan sebagai ibadah yang hukumnya wajib dilaksanakan sebagaimana ibadah-ibadah lainnya seperti sholat dan zakat, halmana ditegaskan dalam Q.S. Al- Baqarah ayat 110, artinya, “Dan laksanakanlah sholat dan tunaikanlah zakat. Dan segala kebaikan yang kamu kerjakan untuk dirimu, kamu akan mendapatkannya (pahala) di sisi

Allah. Sungguh, Allah Maha Melihat yang kamu kerjakan”.
Berbeda dengan ibadah sholat, zakat, dan ber-haji bagi yang mampu, ibadah puasa di
bulan suci ramadhan, merupakan suatu ibadah yang menekankan pada suatu kejujuran terhadap kaum mukminin, karena wujudnya tidak terlihat. Hanya umat dan Allah-lah yang tahu, apakah umat itu melaksanakan ibadah puasa dengan bersungguh-sungguh atautidak menunaikan ibadah tersebut sebagaimana disyariatkan oleh ajaran agama.Ibadah ber-puasa dijalankan oleh masing-masing umat untuk kepentingannya sendiri
dalam mempertahankan dan meningkatkan keimanan terhadap Allah SWT (murni
hubungan vertikal antara pribadi umat dengan Allah). Sementara ibadah sholat, zakat,dan ber-haji, dijalankan oleh umat tampak wujud dan geraknya yang dalam
pelaksanaannya melibatkan umat lainnya, seperti ; dalam sholat melibatkan 3 (tiga) pihak yaitu muadzin, imam, dan jamaah (meskipun dapat dilaksanakan sendiri), zakat
melibatkan 3 pihak yaitu pemberi zakat, penerima zakat, dan amil zakat, kemudian haji melibatkan penyelenggara haji dan para calon jemaah haji dengan rukun-rukun yang jelas terlihat a.l. seperti ; niat ihram, wukuf, thawaf, sa’i, tahalul, dan tertib.
Pada prinsipnya, dalam pelaksanaan ibadah puasa Allah SWT telah memberikan
kepercayaan penuh kepada tiap-tiap umat untuk melaksanakan-nya sesuai dengan rukun puasa, baik dari waktu pelaksanaan, rukun dan tatacaranya, termasuk hukumnya baik yang dibolehkan maupun dilarang.

Adanya perbedaan dalam pelaksanaan ibadah berpuasa dengan ibadah lainnya, hal ini menjadi suatu kekhasan dan kenikmatan tersendiri, sehingga menjadi konsumsi jiwa
(rohani) yang sangat istimewa bagi setiap umat dalam menunaikannya di bulan suci
Ramadhan.

Puasa Konsumsi Teristimewa Dalam Meningkatkan Kejujuran
Sebagaimana telah disinggung di awal kalimat, bahwa setiap manusia bahkan mahluk hidup di Bumi memerlukan konsumsi makan dan minum. Dalam wujudnya dapat dibedakan atas konsumsi jasmani dan rohani.
Konsumsi jasmani wujudnya tampak seperti segala kebutuhan makanan berupa lauk
pauk, buah-buahan dan berbagaimacam aneka minuman, yang kesemuanya itu
dibutuhkan oleh setiap manusia setiap saat, sebagai kebutuhan pokok hidup manusia
guna menghasilkan energi buat manusia untuk berpikir dan bergerak (beraktifitas).
Sementara konsumsi rohani wujudnya tidak tampak, dia terdapat dalam sanubari setiap
jiwa manusia. Konsumsi rohani ini lazimnya berupa ajaran-ajaran keimanan, sebagaimana diajarkan oleh agama, kepercayaan, dan ilmu pengetahuan, yang juga diperlukan oleh setiap manusia sebagai pedoman hidupnya baik selaku mahluk individu maupun mahluk sosial.
Artinya dalam menjalani kehidupan, setiap manusia memerlukan konsumsi jasmani
maupun rohani, agar terdapat keseimbangan dalam dirinya.
Terlepas dari kebutuhan konsumsi jasmani maupun rohani tersebut, puasa sebagai salah
satu bentuk konsumsi rohani yang diperlukan oleh setiap manusia, merupakan suatu hidangan teramat istimewa karena puasa merupakan salah satu cara yang diajarkan oleh agama kepada manusia agar dapat mempertahankan dan meningkatkan kejujuran terhadap diri sendiri maupun kepada orang lain.

Kejujuran, kata sederhana namun sangat sulit untuk dilaksanakan oleh setiap manusia sehingga tidaklah aneh jika segala kemungkaran dan kehancuran umat di Bumi, terjadi disebabkan oleh ketidak jujuran, sebagaimana dapat dicontohkan pada beberapa kisah di bawah ini :

1) Kemungkaran Iblis terhadap Allah disebabkan pengingkarannya yang tidak mau jujur mengakui keunggulan manusia sebagai mahluk yang paling mulia diciptakan
oleh Allah, sehingga Iblis tidak mau sujud kepada manusia sebagai mahluk ciptaan
-Nya yang paling mulia, sebagaimana dikisahkan dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 34;

2) Pembunuhan pertama manusia di Bumi dalam kisah Qabil dan Habil anak Nabi
Adam.As dan Hawa.As, merupakan wujud dari ketidak jujuran Qabil dalam
mempersembahkan korban yang diisyaratkan oleh Adam As kepada mereka, di mana Qabil menyerahkan persembahan hasil pertanian yang buruk sedangkan Habil
menyerahkan persembahan berupa hasil ternak yang terbaik. Peristiwa
persembahan ini merupakan syarat yang dibuat oleh Adam As ketika ingin
menikahkan Habil dengan Iqlima sedangkan Qabil dengan Layudha, namun
ditentang oleh Qabil. Kisah Qabil dan Habil ini, dikisahkan dalam Q,S. Al-Maedah
ayat 27;
3) Kisah-kisah lainnya seperti Namrud , Fir’au, Qorun, kaum Nuh, kaum Ad, kaum
Luth, Abu Lahab, dan sebagainya, berpunca dari sifat ketidak jujuran mereka
dalam mengakui dan menerima ajaran-ajaran “Tauhid” yang di bawa oleh para
Nabi/Rasul sebagai utusan Allah SWT, sehingga mereka dihukum oleh Allah SWT
dengan berbagaimacam musibah seperti ; penyakit, ditenggelamkan dalam dasar
laut, gempa bumi(dimakan bumi), paceklik, dan sebagainya.
4) Dalam kondisi saat ini, ketidak jujuran juga melahirkan perbuatan-perbuatan
negatif , seperti ; pecahnya peperangan, hoak, korupsi, terorisme, dan segala
perbuatan yang tergolong dalam tindak pidana, seperti; penipuan, penggelapan,
pencurian, pembunuhan, dan lain-lain.

Semua contoh kisah dan perbuatan negatif di atas, adalah sebuah bukti nyata bahwa
manusia akan terus menerus digoda dan diperdaya oleh Syaitan untuk menjadi
pengikutnya sampai ke akhir zaman sebagaimana telah dinyatakan dalam Q.S. Al-A’Raf :ayat 16, artinya : “(Iblis) menjawab, Karena Engkau telah menghukum aku tersesat, pasti aku akan selalu menghalangi mereka dari jalan-Mu yang lurus”.

Adapun jalan terbaik bagi umat agar dapat terhindar dari semua godaan dan tipu daya
Syaitan tersebut yaitu melaksanakan seluruh perintah Allah dan meninggalkan seluruh
larangan-Nya sebagaimana yang diajarkan oleh Agama.
Untuk dapat melaksanakan seluruh perintah dan meninggalkan seluruh larangan-Nya,
umat harus benar-benar jujur mengakui seluruh ajaran kebaikan yang disampaikan oleh Rasullulah SAW sebagaimana termuat dalam Al-Qur’an dan Hadis, yang disebut dengan KAFAH.

Dalam Q.S. Al-Baqarah : ayat 208, artinya, “Hai orang-orang yang beriman, masuklah
kamu ke dalam Islam keseluruhan (kafah), dan janganlah kamu turut langkah-langkah
Setan. Sesungguhnya Setan itu musuh yang nyata bagimu”.

Terkait dengan tuntutan tentang pentingnya suatu kejujuran buat umat dan
hubungannya dengan menunaikan ibadah puasa, sebagai salah satu cara meningkatkan
kualitas kejujuran bagi setiap kaum mukmin, maka dalam kesempatan terakhir tulisan ini,
penulis ingin mengungkapkan penggalan satu ayat yang dikutip dari Q.S. Ar-Rahman,
berbunyi : “FABIAYYI ‘ALA IROBBIKUMA TUKADZIBAN”
Artinya : “Maka, Nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan”
“Jawablah dengan jujur, para saudaraku !!!

Kijanglama-Tpi, 18-04-2022, selamat membaca, “Salam Ramadhan dan Selamat
menunaikan ibadah puasa”.

Ditulis Oleh Pada Sel 19 Apr 2022. Kategory Cerpen/Opini, Terkini. Anda dapat mengikuti respon untuk tulisan ini melalui RSS 2.0. You can skip to the end and leave a response. Pinging is currently not allowed.

Komentar Anda

Radar Kepri Indek