; charset=UTF-8" /> KAWAN - | ';

| | 839 kali dibaca

KAWAN

Iwan Kurniawan SH

Oleh : Iwan Kurniawan SH

Alaaah maaak……jang…..jang. Mengapa kau teruskan juga kerja buruk tuuuch…haaah. Tak habis-habis tabiat kau mencelakakan orang. Dari kecil sampai sekarang perangai buruk kau itu sajalah yang engkau turutkan. Setiap hari ada – ada saja yang kau lakukan. Salah – salah engkau pula nantinya yang akan dicelakakan orang” umpat dan sumpah  Mak Bedah kepada anaknya si-Ujang Kontet.

Yang namanya Ujang Kontet, disingkat UK,   sedikitpun tak bergeming mendengar umpatan dan sumpah serapah dari emaknya.   Bagi UK, segala umpatan dan sumpah serapah merupakan santapan sehari-harinya.  Jika tak  mendengar umpatan, cacian-makian dan sumpah serapah, maka belumlah sah hidupnya di hari itu sebagai manusia.

Sebenarnya, dari kecil Abah dan Emaknya hanya memberikan nama “Ujang”  kepada si UK, sedangkan nama  “Kontet” dianugerahkan oleh masyarakat kampung tempat tinggalnya, karena bentuk tubuhnya  yang memang tergolong  pendek  dan dari kecil dia sudah mempunyai tabiat unik suka kentut mengentutkan orang, di samping keusilannya yang lain yakni selalu saja mencelakakan orang. Hampir seluruh orang kampung, pernah dibuatnya celaka dan menikmati  aroma kentutnya yang aduhai semerbak busuknya. Jangankan manusia,  kucing kurap peliharaannyapun, bila terkena kentut si UK, langsung terbatuk-batuk dan terbersin-bersin. Begitulah kira-kira gambaran, betapa baunya kentut si Ujang Kontet.

Tersebab bentuk tubuh dan perilakunya  itulah,  masyarakat selalu memanggil dia dengan si- Ujang Kontet, artinya Ujang pendek  suka kentut dan berpikiran singkat sesingkat  tubuhnya yang kontet.   

“Jang….jang….kau mendengar atau tidak haaah”, bentak mak Bedah kepada si UK.

“Ada apa maaaak, masih pagi butapun sudah ribut”, balas si UK, dengan wajah tanpa rasa  bersalah sedikitpun.

Mendengar jawaban si UK, sepaning mak Bedahpun  semakin meninggi, seraya balik  membalas menyerang.

“Apa kata kauuu. Aku pula yang kau bilang ribut. Sudahlah kau yang selalu buat masalah, kau sebut juga aku yang ribut. Kemana otak kau haaah”, sergah mak Bedah dengan tensi suara meninggi,  menahan amarah.

Namun amarah mak Bedah, dijawab pula dengan si UK dengan santai tanpa beban. “Haaah…..mengapa malah Emak yang marah-marah, sementara orang di negeri ini  tidak ada yang marah kepada ku. Sudahlah maaak, habis energi kalau emak marah-marah selalu dengan ku, mubaziiir”, jawab si UK sekenanya.

“Ujang…..ujang…., kalau kau mau tau, Abah kau terkena serangan jantung dan meninggal dunia, karena selalu memikirkan ulah engkaulaaah. Sekarang tinggalah aku, emak kau,  yang harus selalu menanggung beban penderitaan.  Apakah engkau memang punya keinginan supaya aku mati cepat. Haaah”, jawab mak Bedah, dengan suara tangis tertahan sambil mengusap-usapkan dadanya.

“Aaaaah….emaak, selalu saja berkata begitu. Cobalah emak pikirkan, renungkan dan rasakan, sekarang Aku si Ujang Kontet, sudah jadi pejabat dan memiliki harta  berlimpah ruah.  Emak sudah aku naikkan Haji, aku belikan perhiasan, pakaian molek, dan bertempat tinggal di rumah mewah, megah dan menawan. Apalagi kurangnya.  Sementara, sewaktu aku belum berhasil seperti ini, dan semasa Abah masih hidup, semua kenikmatan seperti ini tidak pernah kita rasakan”, balas UK, seraya mengingatkan emaknya, yang lagi bersedih.

“Jang…..jang…., memang aku berterimakasih atas seluruh perhatian dan pemberian dari Engkau. Engkau anak emak satu-satunya, harapan dan gantungan hidup emak, apalagi sejak Abah kau meninggal dunia. Tetapi apa yang engkau berikan belumlah cukup bagi emak. Emak mau engkau bertaubat, berbuat baik, dan menjadi anak yang sholeh. Itulah yang emak harapkan dari engkau. Dari kecil sampai sekarang emak menanggung seluruh beban tingkah laku dan perbuatan engkau. Memang engkau tidak pernah merasakan, tetapi emaklah yang rasakan semua itu, mulai dari dimarahi oleh abah kau, diumpat dan dicaci penduduk kampung, membayar ganti rugi kepada orang-orang yang engkau celakakan, dan banyaklah lagi. Apakah engkau tau. Haaaahhhhh…..”!!!, jawab mak Bedah sambil menangis tersedu-sedu.

“Baiklah…maaaak. Sekarang emakkan hanya duduk-duduk saja di rumah, sambil menikmati hidup enak di usia senja. Sekarang abah tidak ada, dan orang-orang kampungpun tidak ada juga yang memarahi serta mengumpat emak. Kemudian emak juga tidak perlu lagi mengganti rugi semua perbuatan aku.  Kalau ada orang yang merasa rugi atas perbuatan aku , suruh saja orang tersebut menemui ku. Jangan emak yang sibuk dan susah’, jawab si UK dengan nada sombong.

“Jaaang, memang sekarang aku tidak pernah lagi mengalami dan merasakan, semua masa lalu itu.  Memang sekarang aku hidup enak, makan, minum, pakaian dan bertempat tinggal mewah. Tapi, jiwaku, masih belum enak Jang. Setiap hari jiwa dan hati ini sakit. Aku tidak tahan selalu mendengar gunjingan orang-orang kampung tentang kelakuan engkau. Aku masih hidup Jang, aku setiap hari keluar rumah, ke pasar dan ke mesjid dekat rumah kita. Aku tidak tahan lagi Jang. Apalagi lagi, akhir-akhir ini, nama engkau selalu saja menjadi bahan pembicaraan orang. Engkau dan orang-orang dekat engkau, bermain curang bahkan tanpa ada rasa bersalah sedikitpun kau penjarakan orang yang engkau anggap sebagai lawan politik dan lawan bisnis engkau. Apakah itu tidak salah Jaang. Belum lagi aku mendengar kelakuan engkau di luar, selalu mabuk  dan menggunakan barang-barang haram lainnya, termasuk berzinah dengan para wanita tuna susila”, kembali mak Bedah membalas jawaban dari si UK.

“Haaahhhh….., emak….emmaaak……inilah yang aku tidak suka dari emak, selalu saja mendengar cakap orang, dan mau mengambil tahu apa yang dibicarakan orang. Sudahlaah maaak. Jangan hiraukan semua itu. Tak ada gunanya bagi emak. Aku mau pergi ke kantor.  Emak jangan pergi kemana-mana,  sampai aku pulang”, jawab si Ujang sambil mengingatkan emaknya, dan bergegas masuk ke dalam kabin mobilnya berpelat nomor  milik pemerintah.

“Selamat pagi pak UK, apakah perogram kerja kita hari ini sudah dapat kita jalankan” ?, tanya seseorang kepada si UK.

“Oooohhhh…..yang itu, sabar dulu kawan. Kami sedang mempelajarinya dengan Tim dan Penasihat Hukum. Maklumlah, jika silap melangkah, salah-salah badan inilah yang menjadi taruhannya nanti”, jawab si UK meyakinkan lawan bicaranya.

“Betul pak UK, tapi saya harap janganlah terlalu lama, sebab jadwal Pemilihan kepala negeri dari hari ke hari semakin dekat. Kami kuatir nanti terlambat, dan tak ada gunanya”, jawab rekan bicaranya tersebut.

“Kalau yang satu itu, jangan kuatir, kami sudah hitung semua. Yang jelas, kawan yakinlah kepada kami, akan kita atur sebaik mungkin”, jawab si UK meyakinkan kawannya  kembali.

“Oohh…ya saya hampir lupa, apakah uang yang kami teransfer ke rekening Bapak dan titipan kami, sudah pak UK terima”?, tanya kawannya kepada UK.

“Sudah paaak, aahhh….tapi nampaknya jumlah itu belum cocok dengan kesepakatan kita ya”!, jawab si UK sambil mengingatkan kembali kawannya.

“Iya paaakkk, …. Tapi bos hanya memberikan kami sebesar itu saja. Itupun kami belum dapat bagiannya. Kata bos, jika sudah berhasil maka sisanya akan dibayar kontan. Pak UK percayalah kepada kami, jangan kuatir,” jawab kawannya tersebut sambil meyakinkan si UK.

“Baiklah, tapi jangan mungkir ya. Besok kita kerjakan semua kesepakatan yang telah kita buat. Tapi ingat sisa uang itu harus dibayar kontan, jangan cicilan. Jika mencicil jangan salahkan saya, pekerjaan tersebut akan saya cicil juga pengerjaannya”, jawab si UK, mengingatkan kawannya.

“Maaaf, pak UK, tolong bantu saya jugalah. Tolonglah bapak keluarkan komisi saya terlebih dahulu dari dana yang telah bapak peroleh, sebab saya ada  keperluan yang sangat mendesak”, mohon kawannya kepada si UK.

“Aaaaahhhh….itulah kau, kerja belum tuntas, uang komisi juga yang kau kejar”, ucap si UK sambil mengolok-ngolokkan kawannya tersebut.

“Nich, aku tak menghitung lagi jumlahnya, tapi aku rasa cukuplah itu buat mengatasi masalah engkau”, sambil mengingatkan kembali kawannya, “Jangan lupa sisa pembayarannya besok, sampaikan kepada bos ya”, seru si UK seraya memberikan seikat uang lembaran Rp. 100.000.-an setebal 5 cm, kepada kawannya.

Mendapat uang kontan sebesar itu, wajah kawannyapun langsung berseri-seri, sambil berujar, “Siaaap pak UK, aman itu, akan kami usahakan besok”.

Perbuatan seperti itulah yang hampir setiap hari dilakukan oleh si UK. Ada saja kerja yang dibuatnya setiap hari untuk merampok uang negara dan mencelakakan orang.

Malam hari menjelang besok pagi, Ujangpun memanggil seluruh Tim dan Penasihat Hukumnya, di sebuah hotel berbintang di negeri tersebut.

Seperti biasanya, setiap UK mengundang  kawan-kawannya berkumpul,  apalagi bertempat di Hotel berbintang, segala keperluan pendukungpun telah dipersiapkan olehnya dengan matang. Mulai dari mempersiapkan kamar hotel, makan dan minum sampai  selimut hidup siap tersedia,  semuanya  tinggal dinikmati tanpa harus membayar. Seluruhnya sudah ditangani oleh UK.

Itulah salah satu kelihaiannya, yaitu membuat orang terbuai dan melayang layang.  

Kemudian, setiap setelah melakukan perundingan,  UK juga akan membekali kawan-kawannya dengan  buah tangan,  seperti pakaian bermerek dan barang-barang mewah lainnya serta tak ketingalan pula  amplop  berisikan cek ataupun uang kontan.

Service seperti itu, Hal ituhhhsengaja dilakukan UK kepada kawan-kawannya. Apalagi kerja yang akan dilakukannya besok, tergolong kerja berat dan dapat mengancam kedudukannya sebagai Pimpinan Dewan Pemilihan Awam, termasuk badannya.

“OK, pertemuan kali ini kita tutup sampai di sini. Semua  telah kita atur dan sepakati dengan baik. Besok harus kita jalani sesuai dengan waktu yang telah kita tetapkan. Ingat jangan sampai kesepakatan kita bocor sebelum kita umumkan, hanya kita yang ada dalam ruangan ini saja yang tahu”, tegas si UK kepada teman-temannya, sambil menutup acara pertemuan tersebut.

Keesokan harinya, sesuai dengan waktu yang telah mereka sepakati,  UK-pun  membuka hasil rapat dan pertemuan mereka untuk menetapkan siapa yang harus mereka pilih dan mereka singkirkan untuk menjadi calon Pimpinan negeri tersebut.

Akhirnya waktu yang ditetapkanpun tiba. Dengan penuh keyakinan sebagai pimpinan Dewan Pemilihan Awam, Uk-pun langsung membacakan hasil rapat dan pertemuannya di kamar hotel berbintang tersebut.

Pada saat UK membacakan keputusannya, seluruh juru tulis dan gambar, dari berbagai media cetak dan elektronik negeri tersebut diundangnya, dengan tujuan  agar masyarakat tahu tentang hasil keputusan yang dikeluarkan oleh lembaganya tersebut.

Sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat,  maka hasil keputusan yang dibuat UK dengan Tim Kerjanya, tentunya sangatlah kontroversi. Yang mana, salah satu calon pemimpin, yang telah diprediksi oleh rakyat cukup kuat dan punya nama, tersingkir dari keikutsertaannya mengikuti pemilihan Pemimpin Negeri tersebut. Hal ini sengaja dilakukan oleh UK dan Timnya, karena UK dan Timnya tersebut sudah mendapat order dari kawannya untuk menyingkirkan salah seorang calon tersebut, karena dianggap sangat berbahaya jika diluluskan untuk mengikuti pencalonan pimpinan negeri, khususnya bagi salah satu calon yang telah dari sejak awal mereka jagokan.

UK sangat menyadari, keputusannya tersebut akan berdampak menghantam dirinya kembali. Namun mengingat hal itu sudah menjadi kesepakatannya, maka iapun tidak mau berpikir panjang lagi. Yang penting baginya pulus dan mempertahankan jabatannya sebagai Pimpinan Dewan Pemilihan Awam.

Apalagi dia sudah mendapatkan dukungan dari kawan-kawannya termasuk jaminan atas  dirinya jika terlibat  masalah hukum atas keputusan yang dibuatnya.

Sesuai dengan namanya Ujang Kontet, maka pikirannyapun juga kontet tidak panjang dan luas ke depan.

Sehari setelah keputusan tersebut diumumkan oleh si UK, maka seranganpun datang bertubi tubi ke lembaga yang dipimpinnya.

Namun semua serangan tersebut, sudah disiasati oleh si UK dengan Timnya.

Langkah pertama, jika serangan datangnya mendadak, maka langkah yang terbaik baik si UK, tidak akan menemui langsung pihak penyerang, dengan dalil lagi sibuk dan masih banyak urusan negeri yang lebih penting untuk diselesaikan.

Untuk itu, si UK-pun, telah mempersiapkan salah seorang dari anggotanya berhadapan dan menemui si penyerang. Anggotanya itulah yang akan meladeni seluruh serangan dari para penyerang yang keberatan atas keputusan tersebut. Cara seperti itu selalu dipergunakan oleh si UK jika menghadapi serangan mendadak dan tiba-tiba.

Kemudian, jika serangan dilakukan oleh penyerang terjadwal waktunya, maka UK-pun akan mempersiapkan diri sebaik-baiknya dengan berkonsultasi terlebih dahulu kepada Tim Kerja termasuk staf ahlinya. Kemudian seluruh Tim dan staf ahlinya tersebut yang akan menghadapi si penyerang. Dengan alasan keputusan yang mereka buat adalah keputusan bersama dan harus dipertanggungjawabkan secara bersama-sama.

Menghadapi semua tingkah laku dan kelakuan UK, para pihak yang tidak puas dengan hasil keputusannya tersebut, akhirnya menempuh penyelesaian permasalahan mereka melalui jalur hukum. Kondisi demikianpun sudah dipersiapkan pula oleh si UK. Di mana si UK juga telah mempersiapkan para peguam untuk menghadapi lawannya di muka pengadilan. Apalagi dalam hal ini, untuk membayar honor para peguam, bukanlah dari uang sakunya peribadi tetapi uang negara, apalah susahnya bagi si UK, menghadapi serangan tersebut. Di tambahkan lagi seluruh hakim pengadilan di negeri itu adalah kawan-kawannya.

Memang di satu, bagi para pimpinan negeri tersebut, mengangkat UK sebagai pimpinan Dewan Pemilihan Awam tidaklah salah dan sudah tepat. Sebagai pimpinan negeri, mereka tahu betul dengan watak, tabiat dan tingkah laku si UK dari kecil sampailah hari ini, tidak berubah ubah.

Meskipun ukuran  badannya kontet, namun si UK punya nyali tidak sekontet tubuhnya.  Kemudian,  seimbang  pula dengan tingkah lakunya, bicaranyapun juga suka ngawur ngidul tak karuan, yang penting enak buat dirinya,  dan buat orang lain tidak enak, tak pernah ia pikirkan. Bagi orang-orang kampung, jika UK bicara, tak jauh berbeda dengan kentut, sudahlah keluarnya tanpa permisi, baunyapun tak sedap. Itulah UK, si Ujang Kentut , eh salah …..Kontet.

Walhasil, oleh karena para pendukung si UK dan Tim kerjanya, memang tangguh,  kuat dan solid, maka serangan demi serangan yang diarahkan kepadanyapun dapatlah dia atasi dengan sempurna. Bahkan sebaliknya para penyerang itu pula yang sekarang terancam dipanggil pihak berwajib, dengan alasan telah membuat kondisi negeri  tidak kondusif dan menghasut orang lain untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum dan negara.

Sekarang, satu persatu para penyerang itupun sudah dipanggili  pihak berwajib. Mendapat panggilan seperti itu, ciut juga hati si penyerang, karena sudah pula terbayang bayang pintu jeruji besi terbuka buat mereka. Wajarlah kalau mereka harus berpikir  panjang, untuk melanjutkan aksinya  melawan si Ujang Kontet dan para pendukungnya.

Semangat para penyerang tersebut dari hari ke hari semakin melemah, setelah salah seorang yang dijagokan oleh mereka telah pula mendapat panggilan dari pihak berwajib. Apalagi jago tersebut, sudah tergolong tua usianya dan termasuk juga salah seorang tokoh masyarakat di negeri tersebut. Sehingga tidaklah tega bagi para pendukungnya untuk mengorbankan orang tua  tersebut.

Peristiwa dipanggilnya orang tua itulah, yang sampai pula ketelinga emaknya si Ujang Kontet.  Mendengar kabar berita seperti itu, emak–nyapun  tak dapat menerima dan  memarahi si-Ujang  dipagi buta hari itu. Sebab emaknya kenal betul dengan tokoh masyarakat tersebut. Kemudian sewaktu hidupnya, abahnya si Ujang  pernah juga dibantu nasibnya oleh tokoh itu.  Hal itulah yang tidak disenangi oleh emaknya si Ujang.

Tiga hari, setelah peristiwa bergaduhnya  emak dan si Ujang Kontet, dan pada saat itu pula si Ujang Kontet tak pernah kembali pulang ke rumahnya. Selama 3 hari, si Ujang  hanya bicara dengan emaknya via telepon,  dengan alasan karena  masih ada tugas di luar kota dan belum selesai.

Jarum pendek  jam di tengah malam, mengarah pada angka 2, tiba-tiba  suara  telepon di rumah si Ujang Kontet, berdering beberapa kali tanpa henti-hentinya, sehingga mengganggu tidur nyenyak emaknya di malam itu.     Perempuan tua itupun, akhirnya dengan langkah berat dan masih terkantuk-kantuk,  berjalan tertatih tatih ke arah suara deringan telepon tersebut.

“Asalammualaikum, siapa ya”?, tanya emak si Ujang, menyambut suara telepon dari si penelepon.

“Apakah benar ini emaknya si Ujang Kontet”, bertanya pula si penelepon di seberang sana.

“Iya benar. Saya emaknya si Ujang. Ada apa”?, tanya emaknya.

“Bu, saya kawan si Ujang, saya besok pagi mau menjemput ibu, atas perintah si Ujang. Sekarang si Ujang bersama saya di luar kota. Ujang masih sibuk dan banyak kerja, makanya saya disuruh untuk menjemput ibu”, bicara si penelepon kepada emaknya si Ujang.

“Mana si Ujang, tolonglah berikan telepon tersebut kepadanya, agar emak bisa bicara langsung kepadanya”, tanya dan pinta emak si Ujang kepada si penelepon.

“Maaf bu, Ujang belum bisa diganggu, besok saja saya jemput dan bicara dengan ibu dengan panjang lebar. Permisi bu”, ujar si penelepon sambil menutup sambungan telepon tersebut.

Mendapat berita, seperti itu, hati si emakpun gelisah tak menentu. Wajah Ujang Kontet selalu terbayang bayang dihadapannya.  Pikirannyapun terus melayang layang dan bertanya-tanya ada apa gerangan yang dialami oleh si Ujang.

Tepat jam 9 pagi, kawan si Ujangpun tiba di rumahnya. Kedatangan kawannya  langsung disambut oleh emaknya si Ujang. Tanpa basa basi, emaknya langsung menyerang dengan berbagai macam pertanyaan.

“Bu, marilah kita segera bertemu dengan si Ujang, dia sangat mengharapkan kehadiran ibu sekarang. Percayalah kepada saya bu. Ibukan sudah kenal saya dari kecil, tidaklah mungkin saya mau berbohong kepada ibu”, ujar kawan si Ujang.

Dengan hati berat keinginan  kawannya si Ujangpun dituruti,  meskipun dirinya   tak puas karena  belum mendapat jawaban yang betul betul memuaskan baginya.

Sesampainya di kota tujuan, kawan dan emak si Ujangpun bergegas  mengendarai sebuah sedan mewah menuju ke suatu tempat di pusat perkotaan.

Sepanjang perjalanan  emaknya selalu gelisah, ada sebuah perasaan batin yang kurang enak dirasakan olehnya.

Memasuki sebuah bangunan besar dan megah bercat putih, emaknyapun akhirnya sudah mendapat jawaban atas segala kegelisahannya. Kiranya sekarang si Ujang Kontet sedang berada di rumah sakit dalam kondisi keritis tidak sadarkan diri.

Seluruh tubuhnya dari ujung kaki sampai ke ujung rambut dibaluti perban putih yang di sana sini masih dibasahi pula oleh campuran obat  merah dan darah segar.

Melihat kondisi si Ujang seperti itu, emaknyapun  langsung meraung sejadi-jadinya sambil memukuli kawannya si Ujang, “Mengapa kau bohongi emak nak, mengapa tidak kau beritahukan dari semalam si Ujang mengalami kecelakaan”, raung dan tangisan si emak, sambil menyalahi kawannya si Ujang.

Beberapa saat kemudian, jarum yang menggambarkan  gerafik detak jantung  pada alat pendeteksi gerak jantung,  yang terletak di atas kepala tempat  tidur  si Ujang,  dari menit ke menit gerakannya semakin melemah, dan akhirnya berhenti  seiring dengan terhentinya denyut jantung dan nadi si Ujang Kontet.

Dokter yang dari sejak tadi mendampingi emaknya, telah berusaha untuk mengembalikan denyut jantung kembali,  dengan menggunakan  alat pemancing detak jantung, namun semua usaha yang dilakukan gagal, karena tidak bisa maksimal, mengingat tulang rusuk dan dada si Ujang Kontet, banyak yang remuk dan patah disebabkan oleh tabrakan kecelakaan lalu lintas di jalan raya tersebut.

Pada saat musibah kecelakaan itu, Ujang Kontet hanya ditemani oleh kawan kencannya seorang wanita malam,  dan sedang dalam kondisi  mabuk akhohol ditambah dengan exctacy. Kendaraan yang dikendarainya bertabrakan dengan sebuah kendaraan angkut barang beroda 12, dalam kecepatan yang tinggi, sehingga terjadilah tabrakan  maut yang akhirnya mengakibatkan meninggalnya ke dua penumpang  mobil sedan yang dikendarai oleh si Ujang Kontet.

Akhirnya, apa yang di sebut oleh emaknya si Ujang terbuktilah  sudah, oleh karena si Ujang Kontet suka mencelakakan orang, maka pada suatu saat, dia juga akan dicelakakan orang, bahkan biasanya,  pembalasan lebih kejam dari perbuatan.  

Itulah waaaiii, jangan suke mencelakekan orang, lebih-lebih berbuat baik kepade samue, semuenye jadikan  kawan,  tak ade yang lawan. Kate pepatah cine, “Seribu kawan belumlah cukup, 1 lawan dah terlalu banyak”. Betol atau tidak, tak taulah.

Sampai jumpeee,  yeeee!!!!!

Ditulis Oleh Pada Jum 05 Apr 2013. Kategory Cerpen/Opini, Terkini. Anda dapat mengikuti respon untuk tulisan ini melalui RSS 2.0. Anda juga dapat memberikan komentar untuk tulisan melalui form di bawah ini

Komentar Anda

Radar Kepri Indek