; charset=UTF-8" /> DEGRADASI PERAN JURNALISTIK, MENGAPA HARUS TERJADI - | ';

| | 226 kali dibaca

DEGRADASI PERAN JURNALISTIK, MENGAPA HARUS TERJADI

*Menyambut UKW di Natuna

Oleh: AJ Suhardi

 

Berkembangnya teknologi android dengan berbagai jenis media sosial (medsos) merupakan tantangan berat bagi media arus utama (mainstream), seperti; surat kabar, majalah, radio, televisi dan lain-lain. Hebatnya, medsos sebagai fenomena baru diera digitalisasi itu dapat dilakukan oleh semua

kalangan tanpa terkecuali, asalkan memahami teknologi android.
Semua individu seketika biasa menyampaikan berita. Sehingga setiap saat masyarakat “dibanjiri” informasi dengan pola, bentuk, kualitas dan akurasi yang beragam. Tentunya berita yang disajikan tanpa melalui proses
uji kepatutan/uji layak muat. Informasi yang diperoleh langsung diketik dan dikirim melalui medsos pilihannya (whatsaap, facebook, twitter, instagram, youtube dan lain-lain).
Akibatnya peran dan fungsi pers dalam menyajikan informasi (to inform), mendidik (to educated), menghibur (to entertaint) dan peran kontrol sosial (social control), semakin tidak jelas. Mengapa tidak? Jangankan kaidah
struktur berita yang menempatkan nilai penting dan sebagainya menjadi
pedoman penulisan, terkadang nilai berita (news value) pun diabaikan.
FENOMENA JURNALIS DI NATUNA
Kadang-kadang menulis judul bagaikan menulis lead berita, bahkan tidak menggambarkan isi berita tersebut. Menulis unsur tidak penting sering berada di urutan atas nilai penting, pokok pikiran paragraf bertabur entah kemana-mana, bahkan nilai beritanya membuat para pembaca jadi “mual
perut”. Ada pula yang terkooptasi dalam kepentiangan lembaga tertentu, seperti TNI, Kepolisian, Kejaksaan dan lain-lain.
Sampai-sampai kegiatan rutin (biasa-biasa saja) seorang bintara pembina desa (Babinsa) pun menjadi topik berita, bahkan kapasitasnya
sebagai undangan disulap menjadi objek utama berita.
Sehingga substansi berita yang sesungguhnya menjadi kabur. Dalam hal semacam ini lembaga atau individu tertentu bisa tersanjung atas penyajian berita tersebut, namun
ratusan pembaca lain menjadi “mual perut”.
Berbeda halnya dengan media mainstream, yang tentunya mengedepankan news value, agar berita yang disajikan dinikmati para
pembaca atau pemirsa. Para jurnalis jangan sampai lupa bahwa pembaca umumnya memilih judul yang menarik. Setelah itu baru akan membaca lead berita. Apabila judul dan lead berita tidak menarik jangan harap pembaca akan membaca isi berita.
Ada pula fenomena ucapan selamat dari seseorang diformulasikan menjadi street news. Fenomena-fenomena semacam ini membuat harkat, martabat dan harga diri jurnalis secara umum mengalami degradasi, karena dianggap tidak lagi megedepankan profesionalitas. Apalagi tidak sedikit pembaca/pemirsa yang tidak bisa membedakan jurnalis benaran dan
jurnalis “abal –abalan”.
UPAYA PERBAIKAN
Menyikapi perubahan paradigma tersebut, agar tersaji karya jurnalistik yang berkualitas, maka idealnya proses yang dilakukan dalam penyampaian berita harus benar-benar menempatkan fungsi struktur dalam lembaga pers tersebut secara tepat. Sehingga sebelum berita menjadi konsumsi publik,
kualitas sajiannya dapat terkontrol dengan baik, mengingat bahwa pembaca/pemirsa memiliki latar belakang yang beragam.
Pertama, Proses pengumpulan data (news gathering). Pengumpulan bahan berita ini biasanya dilakukan melalui liputan, wawancara, risert data dengan teknik reportase yang tepat. Tahap yang kelihatannya sudah mulai ditinggalkan adalah rapat redaksi untuk merencanakan tema liputan dan pembagian tugas dalam melakukan liputan. Dewasa ini terkesan rapat-rapat redaksi dianggap kuno dan hanya membuang-buang waktu.
Jurnalis lebih suka mendapatkan bahan berita dari sebuah kegiatan atau acara yang diselenggarakan pihak-pihak tertentu, ketimbang melakukan investigasi dan pendalaman masalah. Bukan berarti takut untuk menyajikan berita yang dapat mendidik pembaca, namun lebih dikarenakan takut kehilangan ‘sesuatu’ bila menginvestigasi hal-hal tertentu.
Padahal sesungguhnya news value itu dapat diupayakan melalui investigasi. Terasa sedih menyaksikan dalam setiap acara para jurnalis hanya sibuk merekam pidato, sambutan, arahan dan sejenisnya. Apalagi berita yang disajikan hanya sebatas apa yang direkam ditambah dengan “hadir dalam acara/kesempatan tersebut”. Terkesan mereka tidak mampu menangkap substansi dari hasil rekaman itu, sehingga wawancara lanjutan
yang dilakukan sama sekali bukan pendalaman substansi.
Fenomena tersebut mungkin saja terjadi karena kemerdekaan atau kebebasan mereka sudah terbelenggu oleh kepentingan pihak-pihak
tertentu. Bila kondisi semacam ini tetap berlangsung, maka jangan heran
kalau semakin hari kualitas sajian karya jurnalistik semakin menurun. Pada
gilirannya martabat dan harga diri seorang jurnalis pun dimungkinkan akan
tergerus dan tidak diperhitungkan lagi.
Kedua, Proses penulisan Berita (news writing). Setelah melakukan reportase, tentunya dilakukan penulisan berita (untuk media TV dan Radio biasanya dibuat point-point penting untuk disiarkan). Proses penulisan
berita/naskah ini biasanya masih dilakukan oleh jurnalis yang melakukan liputan. Dewasa ini jurnalis yang menulis berita terkadang merangkap sebagai redaktur, pimpinan cabang/biro, pimpinan redaksi bahkan layouter.
Dalam penulisan berita, jurnalis harus benar-benar tunduk dan patuh terhadap rambu-rambu tata bahasa yang digunakan. Apabila menggunakan Bahasa Indonesia, wajib mematuhi EYD (Ejaan Yang Disempurnakan) dan menggunakan tanda baca secara tepat. Begitu juga dalam penempatan inti
paragraf, pengulangan kalimat/inti paragraf, penempatan unsur penting dan lain-lain harus benar-benar diperhatikan dan terkontrol dengan baik.
Ketiga, Proses penyuntingan naskah (news editing). Setelah data dan hasil liputan ditulis, proses selanjutnya adalah melakukan penyuntingan naskah. Proses ini sangat penting demi mendapatkan sajian berita yang
benar-benar berkualitas. Dalam proses ini tidak jarang para redaktur melakukan penelusuran ulang (recheck) terhadap hasil liputan demi
perbaikan substansi dan akurasi berita.
Proses penyuntingan naskah tidak hanya dilakukan oleh redaktur berita, namun juga dilakukan oleh redaktur bahasa. Tidak jarang naskah berita yang sudah ditulis itu ‘diobok-obok’ kembali oleh para redaktur.
Sehingga berita yang disajikan benar-benar memenuhi kreteria layak muat/layak siar. Pembaca/pemirsa pun akan mendapatkan informasi, pendidikan, hiburan dan kontrol sosial yang berkualitas.
Disinilah peran penting pengetahuan jurnalistik maupun pengetahuan komunikasi sesungguhnya. Keberadaannya akan menjadi penuntun dan pemandu arah agar berita yang tersaji benar-benar bermutu tinggi. Apabila
berita yang tersaji hanya untuk memuaskan kepentingan individu atau lembaga tertentu, sebaiknya berhentilah melakukan kegitan jurnalistik, karena hal itu dapat mencoreng harga diri jurnalis secara umum.
Keempat, publikasi (Publication). Proses publikasi merupakan langkah terakhir setelah substansi berita, bahasa dalam penulisannya, dampak berita, kemungkinan berita lanjutan dan lain-lain diperhitungkan secara
matang. Untuk media cetak biasanya dilanjutkan melalui proses layout dan
untuk media on line langsung dapat disiarkan.
Ternyata proses kerja jurnalaistik tersebut tidak hanya berakhir sampai pada proses publikasi saja. Jangan lupa bahwa berita yang sudah menjadi konsumsi publik wajib untuk dimonitor. Bukan sekedar untuk mendapatkan
bahan berita lanjutan, namun oto kritik tersebut sangat penting untuk meningkatkan kemampuan atau kualitas diri para jurnalis.
PERUBAHAN PARADIGMA KEBEBASAN PERS
Selain masalah keberadaan medsos dan perubahan pola kerja jurnalis di atas, hal lain yang dimungkinkan sebagai penyebab degradasi peran jurnalis adalah perubahan paradigma kebebasan pers. Dimasa lalu para
jurnalis selalu dintimidasi oleh otoritas pemerintah, kini justru “dikekang”
melalui subsidi, bantuan, sumbangan, insentif dan sejenisnya dari lembaga-lembaga tertentu. Bahkan dimungkinkan adanya hubungan atau komitmen tertentu yang membuat mereka bagaikan “macan ompong”.
Padahal kebebasan pers (freedom of the press) sesungguhnya adalah hak yang diberikan oleh konstitusi atau perlindungan hukum yang diberikan berkaitan dengan media massa serta bahan-bahan yang dipublikasikan, tanpa adanya campur tangan dan perlakuan dari lain pihak. Bukan disalah artikan sebagai hutang budi atau jeratan sikap yang diberikan pihak
tertentu.
Banyak teori menyebutkan kebebasan pers sesungguhnya akan melahirkan/membentuk masyarakat dan pemerintahan yang cerdas, bersih, bijaksana dan berwibawa. Melalui kebebasan pers masyarakat akan dapat
mengetahui secara benar berbagai peristiwa, termasuk kinerja pemerintah dan keberadaan rezim yang berkuasa. Sehingga timbul mekanisme chek and balance, kontrol sosial dan lain-lain.
Itulah sebabnya, jurnalistik dijuluki sebagai pilar keempat demokrasi, melengkapi keberadaan eksekutif, legislatif dan yudikatif. Apalagi diakui kebebasan pers pada dasarnya dapat meningkatkan kualitas berdemokrasi.
Bahkan dengan tegas Undang-undang Nomor 40 tahun 1999, tentang Pers pasal 4, menyebutkan kemerdekaan pers dijamin sebagai hak azazi warga negara (ayat 1).
Dalam ayat berikutnya ditegaskan pula bahwa pers nasional berhak mencari, memperoleh dan menyebarluaskan informasi/gagasan. Bahkan
dalam ayat 4 pasal tersebut, untuk mempertanggungjawabkan pemberitaan
secara hukum, jurnalis mempunyai hak tolak sebagai implementasi UUD 1945, pasal 28 f (setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperileh informasi).
Memperhatikan berbagai fenomena di atas, sebetulnya tidak ada alasan bahwa peran jurnalistik mengalami degradasi dari masa ke masa.
Sehubungan dengan hal itu maka kegiatan pembekalan dan uji kompetensi wartawan (UKW) yang diselenggarakan di Kabupaten Natuna tanggal 16-18 Maret 2020 kelak, diharapkan benar-benar dapat mengembalikan kualitas, profesionalitas dan citra diri para jurnalis, khususnya di Kabupaten Natuna
tercinta.
Asmara Juana Suhardi, ST.,SIP., M.Si, Mantan Jurnalis dan Pengajar
Ilmu Komunikasi, Tinggal di Natuna.
Ditulis Oleh Pada Sab 14 Mar 2020. Kategory Cerpen/Opini, Terkini. Anda dapat mengikuti respon untuk tulisan ini melalui RSS 2.0. You can skip to the end and leave a response. Pinging is currently not allowed.

Komentar Anda

Radar Kepri Indek