Penambangan Ilegal di Pulau Temiang Rugikan Negara Hampir Rp 1 Triliun
Lingga, Radar Kepri-Modus pencurian biji besi berkedok pembangunan villa di pulau Temiang yang berpotensi merugikan keuangan Negara hingga Rp 1 Triliun. Sampai hari ini, atau lebih 3 tahun lamanya tak kunjung tuntas, aparat penegak hukum terkesan menjadikan kasus ini ajang pemerasan. Karena itu, masyarakat Lingga berharap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut dugaan korupsi berupa grafitasi terkait kasus tambang illegal di pulau Temiang ini.
Dalam catatan Radar Kepri, kasus “perampokan” biji besi yang menggemparkan ini sempat di usut Polres Lingga. Beberapa orang yang terkait kasus ini, bolak-balik di periksa penyidik Polres Lingga. Nama Erwin dan Joni Pakun mencuat ke permukaan menginat peran keduanya dalam aktifitas tambang berkedok pembangunan villa tersebut.
Kini, telah 4 Kapolres dan 4 Kasat Reskrim bertugas di Mapolres Lingga, namun kasus penambangan illegal di pulau Temiang ini tak kunjung mampu di tuntaskan. Ini tentu saja menjadi presiden buruk penegakan hukum di Lingga. Polisi Resort Lingga seakan tak bernyali menumpas bekin kuat dibalik tambang illegal di pulau yang hampir tenggelam itu.”Padahal sampai saat ini masyarakat terus bertanya kejelasan kasus Temiang. Mana ada yang tuntas, apa yang di lakukan penegak hukum di negeri ini.”tanya Iskandar, seorang masyarakat Lingga.
Pihaknya menduga, dalam kasus penggalian biji besi di pulau Temiang ada konsipirasi yang melibatkan oknum petinggi aparat penegak hokum dan pengusa di daerah.”Ada keterlibatnan onum-oknum tertentu dalam memuluskan penggalian biji besi berkualitas tinggi tersebut. Dengan modus mengeluarkan izin usaha pariwisata, maka dengan leluasa pengusaha bisa memasuki alat berat ke lokasi tersebut.”jelasnya.
Ditambahkan, keanehan dan dugaan rekayasa ijin pembanguan villa di pulau Temiang dapat dicermati. Sebelum izin usaha pariwisata di keluarkan pada PT Bina Perkasa (PT BP) selaku perusahaan tambang yang mengantongi ijin pembangunan vill sudah pernah mengantongi izin eksplorasi biji besi di pulau tersebut. Hal ini dikuatkan dengan Surat Keputusan (SK) Bupati Lingga nomor 179/ KPTS/IX/2007 tanggal 18 September 2007 dengan luas 438 hektar.
Namun karena kawasan pulau Temian itu masuk wilayah konservasi coremap pase II, tentu saja izin ekploitasi atau Izin Usaha Pertambang (IUP) operasi tidak di lanjutkan. Karena itu, untuk “mengakali” agar biji besi tersebut bisa di keruk. Terbitlah izin usaha pariwisata tertanggal 5 November 2009 dengan surat nomor 332/KPTS/XI/2009.
SK Bupati Lingga, Drs H Daria ini muncul bukan tanpa dasar, tetapi merujuk surat rekomendasi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Lingga pada tanggal 2 November 2009 dengan nomor surat 556/DISBUDPAR/561, ketika itu dipimpin Drs Muhammad Ishak MM. Rekomendasi Disbudpar ini mengacu pada surat permintaan ijin dari Jonni Pakkun, kepala cabang PT Bina Perkasa tertanggal 27 Oktober 2009.
Mencermati rangkaian kronologis dan alur surat tersebut, terkesan ijin SK Bupati Lingga untuk pembangunan villa yang diterbitkan berdasarkan rekomendasi Disbudpar. Seakan tanpa pertimbangan dan kajian yang matang.
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, maupun Bupati langsung mengeluarakan izin, padahal jelas, PT Bina Perkasa belum terukur, teruji dan diragukan kompentensi dalam pengembangan pariwisata di kabupaten Lingga. Hal ini terbukti dalam rekam jejak perusahaan tersebut, yang merupakan pengembang usaha pertambangan dengan wilayah sebelumnya di Desa Tanjung Sembilang dan Desa Bakung, kecamatan Singkep Barat dengan bidang usaha penambangan bauksit dan biji besi.
Smentara itu, dalam pelaksaan pembanguan villa, waktu itu Kepala dinas Pariwisata dijabat Drs Muhammad Ishak MM, melalui dinas yang dipimpinya, seakan dengan sengaja tidak melakukan pengawasan. Inilah dugaan publik adanya indikasi konspirasi dalam melakukan pembiaran pengambilan biji besi di pulau Temiang. Sehingga, dengan kelemahan pengawasan ini, pengusaha dengan leluasa mengambil biji besi yang terkandung di pulau tersebut.
Ditambah lagi fakta dilapangan, persiapan pembangunan pelabuhan jeti yang notabene untuk keperluan bongkar muat pertambangan seperti pada umumnya. Hal ini menambah daftar keganjilan. Pengusaha untuk pembangunan resort pada umumnya membangun pelabuhan sandar kapal kontstruksi, bukan jeti untuk sandar tugboat dan tongkang seperti yang di lakukan pembanguan Pulau temiang.
Pasca di galinya biji besi di pulau Temiang, dinas Pariwisata terkesan ditinggalkan, karena dinas pertambangan dan energy. Kala itu, dipimpin Dewi Kartika-lah yang menerbitkan surat usulan ke DPRD Lingga, agar biji besi yang ditambang bisa dijual.
Ironisnya, dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh PT Bina Perkasa berupa menambang di kawasan coremap dan “menemukan” biji besi. Tujuan utama, membangun vila untuk pariwisata tidak dilanjutkan. Faktanya, setelah PT Bina Perkasa menemukan “harta karun” berupa biji besi yang terkandung di perut bumi di pulau Temiang.
Dalam surat permohonan menjual biji besi yang di ajukan PT Bina Perkasa atas temuan biji besi tertulis jumlah biji besi mencapai 50.000 ton. Tentu saja jumlah biji besi yang ditemukan ini tidak masuk akal. Kalau hanya alasan temuan galian untuk lokasi pembuatan kolam renang.”Bagaimana galian biji besi itu dikatakan temuan, anda lihat-lah Surat Keputusan Bupati Lingga, tahun 2007 atau 2 tahun sebelum PT Bina Perkasa mengantongi izin Pariwisata. Disitukan jelas tertulis izin Ekplorasi biji besi. Jadi, kalau di katakan temuan, itu-lah yang tidak masuk akal. Inilah rekayasa pengambilan biji besi yang ada di Pulau Temiang.”jelas Iskandar.
Sementara, Erik mengungkapkan, pembangunan villa itu hanya akal-akalan saja.”Buktinyam sampai saat ini pembangunan vila tersebut tidak selesai. Celakanya lagi, melalui surat rekomendasi ketua DPRD terhadap pengembangan investasi di kabupaten Lingga, terkait surat Dinas Pertambangan dan Energi nomor 540/DITAMBEN/55, tanggal 5 April 2010. Ketua DPRD seakan memuluskan aksi penjualan temuan biji besi yang di lakukan PT Bina Perkasa. Sebagaimana dalam surat nomor 170/DPRD/083, pada tanggal 08 April 2010.”jelasnya.
Walau sebenarnya, di tahun 2010 lalu Kepolisian Resort Lingga memeriksa dan memanggil beberapa saksi dalam kasus dugaan penambangan berkedok pembangunan villa di pulau Temiang. Waktu itu Kapolres Lingga dijabat AKBP Misbahul Munawar.
Bahkan Kapolres sebelumnya, AKBP Drs Isnanta Tri Nugraha melalui Kasat Reskrim AKP Irvan Asido Siagian SH Sik, pernah memanggil dan meminta keterangan para Kadis yang terlibat penambangan illegal berkedok pembangunan villa itu.
Dalam catatan Radar Kepri, para Kadis Pemkab Lingga yang dipanggil polisi dan dimintai keterangan itu antara lain, Kadis Kebudayaan dan Pariwisata Ir Muhammad Ishak MM, Kadis Pertanian dan Perkebunan Agus Saleh SIP, Msi, Kadis Pertambangan dan Energi Dewi Sartika S.Sos M.Si, Kepala Badan Lingkungan Hidup Rusli S Pd, Kabid di Lingkungan Dinas PU Said Nursyahdu alis Jon PU. Kelima pejabat yang di panggil untuk dimintai keterangan, namun dua orang kepala dinas tidak pernah hadir dalam pemeriksaan, yaitu kepala dinas Pertambangan dan energi dan kepala dinas kehutanan, yaitu Dewi Kartika dan Agus Saleh. Sementara, Muhammad Ishak kepala dinas pariwisata waktu itu, dan Kepala badan Lingkungan Hidup, Rusli dan juga Said Nursyahdu kepala bidang di dinas PU hadir menjalani pemeriksaan di Polres Lingga.
Tujuan dimintai keterangan kepala dinas waktu itu, karena mereka merupakan pihak yang paling bertanggungjawabnya terhadap perizinan maupun pengawasan terkait pembangunan Villa. Maupun Izin Mendirikan Bangunan dan kerusakan lingkungan.
Sampai saat ini, telah 4 Kapolres di Lingga datang dan pergi, namun kasus penambangan illegal berkedok pembanganan vila yang sarat dengan korupsi itu tidak terlihat tindak lanjut. Bahkan kejelasan perkara dugaan rekayasa “pencurian” bijih besi di Pulau Temiang semakin kabur.
Sejak era kapolres AKBP Drs Isnanta Tri Nugraha, AKBP Misbahul Munawar, AKBP Muhammad Khozim dan yang saat ini menjabat AKBP Puji Santosa. Penanganan perkara kasus tersebut semakin belum jelas titik terangnya. Sementara itu, Kasatrekrim Polres Lingga, AKP Abu Zanar yang kini menjabat di Polres Lingga, ketika di konfirmasi, Sabtu (13/07) mengatakan.”Nanti-lah saya cek lagi, terkait penangan masalah tersebut.” Jawabnya.
Komitmen Kaporles Lingga, AKBP Puji Santosa yang akan memprioritaskan menumpas korupsi di Lingga ketika baru dilantik sangat ditunggu. Terutama dalam kasus dugaan Korupsi Kolusi Nepotisme (KKN) dalam kasus pulau Temian yang diduga merugikan keuangan Negara hingga Rp 1 Triliun itu.”Akan menjadi prestasi besar dan kebanggan Polri jika kasus panambangan illegal berkedok pembangunan vila ini berhasil di ungkap Polres Lingga.”sebutnya. (irfan/amin)
Kasus ini perlu selidiki oleh Komisi Pemberantasan Korupsi karena jumlah kerugian negara yang besar. Untuk itu pemerintahan Jokowidodo dapat bekerjasama dengan KPK dalam perkara ini.