; charset=UTF-8" /> Pembangunan Kota Pasca Pandemi Covid 19 - | ';

| | 224 kali dibaca

Pembangunan Kota Pasca Pandemi Covid 19

Oleh : Dr. Apriyan D Rakhmat

 

Mungkin istilah kota tematik belum begitu populer di tengah masyarakat awam, bahkan bagi stakeholder pembangunan kota. Kota tematik adalah sebuah kota yang di dalam pembangunannya memiliki tema tertentu yang disesuaikan dengan karakter kota dan masyarakatnya, seperti: karakter alamnya, keunikan, sejarah, nilai-nilai sosial-budaya dan tradisi, visi kota, potensi ekonomi, dan keinginan warga kota. Pada hakikatnya, tema kota adalah roh yang menjiwai sebuah kota dan sekaligus sebagai pedoman di dalam pembangunan dan perkembangan kota.

Seiring dengan perkembangan zaman, khususnya di dalam menghadapi arus dan
tantangan globalisasi dewasa ini, setiap kota di Tanah Air dituntut untuk dapat beradaptasi dan merespon perubahan yang terjadi. Berbagai perubahan dirasa perlu dan mendesak supaya kota dapat bersaing dan mampu untuk tetap
bertahan hidup dalam pusaran perkembangan zaman yang serba tidak menentu (uncertainity).
Wabah pandemi Covid 19 yang belum lagi mereda di hampir seluruh penjuru dunia, dari kawasan perkotaan hingga pelosok pedesaan. Kota kota di dunia juga akan dipacu dan terus berhadapan dengan tantangan baru di era pasca pandemi Covid 19 yang belum tahu kapan kesudahannya. Global pandemi yang
juga memaksa warga dunia berkolaborasi dan bahu-membahu untuk mengatasinya. Persaingan kota global (city competition) yang selama ini digaungkan, mulai meredup dan berganti baju dengan kerjasama kota secara
global (city collaboration). Pembentukan twin city (kota kembar) antar propinsi dan negara mungkin adalah sebagai titik mula (starting point), termasuk juga kerjasama dalam bentuk creative global city yang semakin diterima banyak kota di dunia, termasuk Indonesia.
Jika tidak, maka kota akan semakin tertinggal dalam derap perkembangan dan kemajuan zaman yang tidak bisa dibendung oleh siapapun. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan menetapkan tema yang akan diusung di dalam pembangunan kota.
Pandemi Covid 19 juga diprediksi akan melahirkan ide baru dan inovasi dalam
pembangunan kota. Kota yang gagal merespon dan abai dengan fenomena ini akan semakin sulit bersaing dan mampu untuk bertahan (survival).
Dibutuhkan pemimpin kota yang mempunyai visi jauh ke depan, dan tidak kehilangan ide

dan pemikiran dalam situasi pandemi global. Pemimpin yang senantiasa di depan dan memberikan spirit kepada warganya. Pemimpin yang mencerahkan dan memberikan nafas baru dan darah segar kepada warganya untuk bangkit dan berkreasi. Pemimpin yang selalu hadir bersama rakyatnya, di kala suka dan dukanya. Pemimpin yang mengayomi warganya, di tengah wabah pandemi
Covid 19. Pemimpin yang bisa jadi teladan dan diteladani oleh warganya.
Pemimpin sejati yang akan terus diuji oleh zaman.
Jargon dan Tampilan Fisik Kota tematik dapat dijadikan sebagai roh dan panduan di dalam pembangunan dan perkembangan kota di masa yang akan datang. Hal ini juga seirama dengan
amanat Undang-Undang No. 27 tahun 2009 tentang Penataan Ruang yang menyebutkan bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan memperhatikan potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan sumberdaya buatan;
kondisi ekonomi, sosial,budaya, politik, hukum, pertahaanan keamanan, lingkungan hidup, serta ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai satu kesatuan (pasal 6 ayat 1, huruf b).
Bahkan pasal 29 ayat 2 menegaskan pentingnya perwujudan kota hijau sebagai salah satu bentuk kota tematik melalui penyediaan ruang terbuka hijau yang besarnya tidak boleh kurang dari 30% dari luas wilayah kota.
Tema kota juga semestinya tidak hanya sekedar jargon pembangunan kota dan tampilan fisik semata, atau hanya sekedar mengikut tren belaka, namun kering dalam memberikan jiwa dan arah pembangunan kota.
Oleh karena itu, perumusan dan pembentukan tema kota mesti melibatkan stakeholder pembangunan kota, agar terwujudnya kesamaan persepsi, cita-cita dan tujuan bersama dalam mewujudkan pembangunan kota berkelanjutan yang diidamkan bersama.
Bagaimanapun kota tematik tidak bisa berdiri sendiri, namun harus bisa memadukan berbagai aspek pembangunan kota atau dengan kata lain harus dapat mengitegrasikan berbagai disiplin ilmu; ekonomi, sosial, politik,
lingkungan, geografi, kesehatan, dan teknik yang saling berkelindan satu dengan yang lainnya.
Suatu kota yang maju, menarik dan berdaya saing dari aspek ekonomi, namun juga dapat menjaga nilai-nilai tradisi, budaya dan sosial bangsa. Selain itu, juga tidak melupakan akar sejarah, latar belakang, keunikan dan karakter alamnya.
Kota zaman sekarang juga dituntut untuk dapat menjaga kelestarian lingkungannya untuk dapat memberikan kenyamanan dan keselesaaan hidup warga kota dan para pendatang. Dalam konteks ini juga, suatu kota harus siap dan bisa beradaptasi dengan perubahan iklim (climate change) dan ancaman
bencana alam seperti banjir kota, badai, gempa bumi, tsunami dan pandemi
Covid 19.
Sehubungan itu, tema kota tidak bersifat pasif sekedar tampilan fisik dan jargon belaka, namun lebih dari itu harus dapat bersifat aktif menggerakkan warga kota dan pembangunan kota ke arah yang lebih baik dari segala aspek kehidupan.
Sehingga kualitas hidup (quality of life) benar benar dapat dihadirkan dalam kehidupan kota yang semakin tergerus akibat degradasi lingkungan, gejala sosial, dan kerapuhan ekonomi.
Secara fisik dan geografis kota tematik dapat berwujud seperti; kota tepi sungai, kota pesisir, kota pantai, kota air, kota pegunungan, kota tropis, kota musim dingin (winter cities) dan yang sejenisnya. Dalam konteks ekonomi atau
fungsi ekonomi dapat dalam bentuk kota industri, kota pendidikan, kota pertanian, kota tambang atau kota wisata. Dari aspek historis dan tradisi dapat berwujud kota sejarah, kota tua, dan kota pusaka.
Jika menilik kota-kota yang ada di Kepulauan Riau (Kepri), seperti; Tanjung Pinang, Batam, Tanjung Balai Karimun, Kijang, Tarempa, Daik, Lingga dan yang lainnya. Tema kota seperti apa yang pantas dan tepat untuk disematkan?
Perumusan dan penetapan tema kota sejatinya harus dapat untuk memberikan nilai tambah bagi kesejahteraan warga kota, menjiwai dan mengakar dalam kehidupan ekonomi dan sosial-budaya masyarakat. Oleh karena itu, stakeholder pembangunan kota terutama pemerintah kota perlu untuk mendalami lebih jauh dan visi ke depan untuk dapat menetapkan tema kota yang lebih spesifik,
unggul, dan berkelanjutan. Jadi, tidak hanya ikut tren, popularitas, pencitraan kota atau hanya sekedar tampilan fisik dan jargon belaka, namun kosong dalam jiwa dan realitas kehidupan masyarakat. Omong doang, kata orang Jakarta.
Kampung Tematik Dalam skala yang lebih sempit, kini juga telah diperkenalkan kampung tematik di dalam penataan kota di Tanah Air, seperti yang telah dicontohkan di kota Surabaya, dengan bermunculannya kampung-kampung tematik sesuai dengan keunikan lokal, potensi, kreativitas warga dan dukungan dari pemerintah kota.
Dalam perkembangannya, kampung tematik tersebut semakin bertambah. Dan tanpa disadari dan direncanakan, kampung tematik ini juga sudah menjadi icon baru kota Surabaya.
Di antara kampung tematik tersebut adalah; kampung daur ulang, kampung batik, kampung enceng gondok, kampung lontong dan kampung pendidikan.
Setiap kampung tersebut memiliki kekhasan dan keunikan tersendiri, sesuai dengan tema kampung tersebut.
Kampung-kampung tematik tersebut kini menjadi contoh dan best practice di dalam pengelolaan dan penataan kota di Tanah Air dan juga mancanegara. Kini, semakin ramai orang yang berkunjung ke kampung tematik tersebut -baik dari berbagai daerah dan tempat di Indonesia maupun dari negara lain- dalam
rangka studi banding, atau untuk tujuan wisata.
Sebagai contoh adalah Kampung Genteng Candirejo, RW VIII Kota Surabaya.
Kampung yang dihuni sekitar 50 kepala keluarga (KK) dan hanya berlokasi
dalam satu gang saja, namun dapat menciptakan sebuah kampung atau
komunitas yang ramah lingkungan, ditengah padat dan sesaknya kota Surabaya.
Kini, kampung tersebut dikenal sebagai Eco-Tourism Village atau dalam bahasa lokalnya Kampung Daur Ulang, yang semakin ramai dikunjungi wisatawan domestik maupun mancanegara, sebagai salah satu destinasi wisata berbasiskan keramahtamahan lingkungan. Kampung ini adalah salah satu
contoh dan teladan dalam program Green and Clean Pemko Surabaya.
Komunitas di kampung ini telah dapat mempraktekkan pengelolaan sampah
yang ramah lingkungan, dimana setiap sampah yang dihasilkan rumah tangga telah dapat dimanfaatkan secara optimal. Sampah-sampah plastik, kertas, botol dan yang bisa untuk didaur ulang dikumpulkan pada bank sampah untuk kemudian dijual kepada pihak yang memerlukan. Sementara sampah organik
diolah menjadi kompos.
Selain itu, komunitas ini juga telah dapat mengolah air limbah rumah tangga
melalui kolam treatment yang dibangunan sedemikian rupa, untuk kemudian dapat dimanfaatkan kembali untuk menyiram tanaman dan yang lainnya. Setiap rumah di kampung ini tersedia satu kran air di depan rumah yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Dalam konteks ini, tidak ada lagi alasan warga untuk tidak menyiram tanaman. Alhasil, kampung tampak hijau
berseri, dan tidak pernah kekurangan air sepanjang tahun.
Dari aspek ekonomi pula, dukungan dari pemerintah kota Surabaya serta
kekompakan warga masyarakat telah dapat pula menghasilkan berbagai produk
rumah tangga bernilai komersial. Pohon belimbing waluh yang banyak ditanam
di hampir setiap rumah warga telah berhasil diolah menjadi berbagai produk berkualitas, seperti minuman belimbing, manisan beimbing, aneka kue dengan bahan dasar belimbing. Pemko Surabaya membantu memasarkan produk yang dihasilkan melalui usaha pemberdayaan usaha kecil, mikro dan menengah (UKMK).
Keberhasilan penataan kampung di Kota Surabaya kini mulai mengalir ke kota
lainnya. Sebagai contoh, Pemerintah Kota Semarang sedang merintis kampung
tematik di dalam penataan kota Semarang, khususnya dalam menangani masalah pemukiman kumuh. Restorasi kawasan urban dengan konsep kampung tematik diharapkan dapat untuk memberdayakan masyarakat, dimana dapat membenahi masalah lingkungan kota dan sekaligus menggerakkan
perekonomian lokal.
Keseriusan pemerintah Kota Semarang dalam pengembangan kampung tematik ditindaklanjuti dengan pendanaan yang telah dianggarkan melalui APBD Perubahan 2016 untuk 32 kelurahan. Bantuan pendanaan untuk setiap kampung tematik adalah sebesar Rp. 200 juta. Sebanyak 32 kampung tematik
telah ditetapkan untuk percontohan pengembangan kampung lainnya di dalam
penataan kawasan urban, sehingga kampug-kampung tersebut dapat menjadi lebih tertata, indah, nyaman, dan berdaya saing melalui pemberdayaan ekonomi lokal. Keberhasilan penataan kampung tematik juga berpotensi menjadi objek wisata baru di perkotaan, dengan keunikan dan cirikhas lokalnya masing-
masing.
Bagaimana halnya dengan penataan kampung dalam kota yang ada di Kepri, seperti; Tanjung Pinang, Batam, Tanjung Balai Karimun, Kijang, Tarempa, Daik, Lingga dan yang lainnya? Tampaknya perlu keseriusan dan kajian lebih
lanjut oleh para pemangku kepentingan pembangunan kota, khususnya eksekutif dan legislatif. Kita berharap, Kota Batam dan Tanjung Pinang sebagai barometer pembangunan di Kepri dapat untuk memulainya. Kita merindukan
adanya kampong Melayu, kampung Jawa, kampung Bugis, kampung wisata, kampung nelayan, kampung bahari, kampung gong gong, kampung seafood, kampung santri, kampung kuliner, kampung buah, kampung herba, kampung hijau, kampung tenun, kampung batik, dan seterusnya. Semoga kota-kota yang
ada di Kepri dapat segera bangkit dan bergeliat dalam suasana dan pasca pandemi Covid 19. Dengan spirit baru, dalam era New Normal. Wallahu a’lam.
Selamat Hari Raya Idul Fitri 1441H. Minal aidzin wal faizin. Taqabballahu
minna wa minkum. Mohon maaf lahir dan batin.
Catatan : Penulis adalah  Dosen Perencanaan Wilayah dan Kota,
Fakultas Teknik
Universitas Islam Riau Pekanbaru.
Ditulis Oleh Pada Rab 27 Mei 2020. Kategory Terkini. Anda dapat mengikuti respon untuk tulisan ini melalui RSS 2.0. You can skip to the end and leave a response. Pinging is currently not allowed.

Komentar Anda

Radar Kepri Indek