; charset=UTF-8" /> Kelong dan KUR - | ';

| | 414 kali dibaca

Kelong dan KUR

Oleh: Jaruli Simanullang
ASN Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Kepri

Banyak negara di dunia ini yang tidak mempunyai laut. Negara tidak memiliki laut karena berada di wilayah yang dipenuhi daratan. Negara tidak memiliki laut karena laut yang ada sudah terlebih dahulu dimiliki negara lain, sementara membuka laut yang baru tentu tidak muda, kecuali terbit ketentuan baru dari Sang Yang Maha Kuasa, contohnya pulau yang tenggelam akibat evolusi alam. Tidak mempunyai laut dapat dikatakan seperti orang yang tak memiliki apa-apa, ibarat tubuh ini tanpa darah. Tak demikian halnya dengan negara Indonesia yang sebagian besar terdiri dari laut sampai-sampai dijuluki negara maritim. Indonesia bagaikan orang yang “berada”, setidaknya begitu kesan di benak negara yang tidak berlaut membayangkan Indonesia sembari mereka tertegun melihat betapa kayanya alam laut Indonesia. Persoalannya ditengah potensi dan kenikmatan tersebut, Indonesia belum sepenuhnya menggarap laut tersebut. Memang negara bukanlah termasuk mis-use melainkan least-use atau menggunakan sekelumit saja dari sekian banyak manfaat potensial.

Kelong dan Potensi Ekonomi Maritim
Saat penulis bepergian dengan kapal bertolak dari pelabuhan Sri Bintan Tanjung Pinang menuju pelabuhan Jagoh Dabo Singkep. Di sepanjang perjalanan akan nampak banyak bangunan sederhana bertengger di atas tiang-tiang kayu yang dipancangkan ke dasar laut. Menjelang pulau Dabo Singkep jumlah bangunan itu semakin ramai. Bangunan sederhana itu disebut kelong. Di akhir perjalanan, yakni Pulau Dabo Singkep, hamparan laut dangkal yang mengitari pulau Dabo dihuni gugusan-gugusan kelong milik masyarakat nelayan disana. Pemandangan itu unik dan Kepri banget. Satu lagi keunikan laut Dabo Singkep adalah luasnya dan dangkal mengitari pulau-pulau kecilnya. Penampang laut dangkal amat cocok untuk dijadikan tempat kelong. Alam laut Dabo Singkep Kabupaten Lingga harus kita sadari sebagai segumpal emas masih tergeletak begitu saja. Jika Papua dijuluki “lempengan surga yang jatuh ke bumi” maka Dabo Singkep adalah “lempengan bumi yang cocok naik ke surga”.
Kelong, sebuah kata yang khas di Provinsi Kepulauan Riau, adalah gubuk terbuat dari kayu yang dibangun di atas permukaan laut dangkal dekat pantai dan digunakan untuk menjaring ikan. Bahan membuat kelong antara lain: batang pohon jenis tahan air, jaring ikan, katrol pengangkat jaring, papan untuk dinding gubuk, seng atau daun sagu untuk atap, dan lampu pencahayaan tenaga baterai. Di beberapa tempat tiang gubuk dibuat dari pohon Nibung sebagai tiangnya, atap gubuk dibuat dari daun sagu, dan dindingnya juga daun sagu. Semua bahan itu masih amat sederhana karena modal kerja yang amat susah didapatkan nelayan.
Berbagai ikan laut dapat terperangkap dalam jaring, salah satunya adalah ikan bilis (ikan teri). Ikan bilis hidup di laut dangkal. Ekosistem laut dangkal di Dabo Singkep sangat khas sebagai habitat ikan bilis. Pengembangan sektor kelong ke depan dapat meluas ke arah biota laut pendukung dan pemicu pengembangbiakan ikan bilis. Disain konstruksi gubuk kelong yang tahan badai baik dari sisi bahan bangunan maupun dari sisi arsiteknya dengan affordable (harga terjangkau). Pengembangan lain adalah pabrik pengolahan ikan di Dabo Singkep dan pencegahan pembuangan limbah beracun ke laut. Apabila dibandingkan dengan harga sederatan jenis ikan yang beredar di pasar-pasar, maka harga ikan teri berada di deretan atas. Itu berarti dari sisi harga jual ikan teri menjadi suatu komoditi yang menarik dari sisi keuntungan. Bukan mustahil pula kalau ikan bilis Lingga bisa sampai di pasar ikan Jakarta hanya dalam satu hari. Jadi ikan bilis yang tiba di Jakarta hari ini masih berenang di laut Lingga sehari yang lalu. Sajian ikan bilis segar di pasar hilir otomatis mampu meningkatkan harga di pasar hulu. Kian singkat waktu tempuh antara laut dan pasar kian segar pula ikannya dan hal tiu berarti kian mahal harganya.

Kehadiran Sentuhan Fiskal
Keterlibatan Pemerintah Pusat sudah nampak namun belum begitu menggema di sektor kelong di Lingga. Pemerintah Pusat selaku pemegang kedaulatan garis perbatasan diharapkan lebih nyata hadir di kawasan-kawasan perbatasan melalui berbagai wujud kehadiran seperti pembangunan infrastruktur, bantuan dana untuk menghidupkan usaha-usaha di sektor kelong serta pembuatan peraturan-peraturan yang memicu menggeliatnya sektor kelong. Pemerintah Pusat selaku pelaku utama pembangunan negeri ini, khususnya terutama pembangunan di sektor nelayan tradisionil seperti kelong, alangkah tepatnya apabila membedakan dari sekarang pengelolaan pembangunan desa lautan dengan pembangunan desa daratan dalam era pemerintahan desa yang telah berlangsung sejak tahun 2015. Kehadiran Pemerintah Pusat melalui kebijakan fiskal dalam wujud dana dapat berupa kemudahan akses perolehan modal kerja melalui KUR (Kredit Usaha Rakyat). Kebijakan itu menyentuh sektor usaha kelong, meskipun belum begitu menggembirakan hasilnya. Masyarakat baik nelayan maupun bukan nelayan diperlakukan sama dalam memperoleh akses pembiayaan KUR. Untuk itu skema KUR khusus untuk nelayan kelong harus didisain semudah mungkin.
Sementara itu, Pemerintah Desa sebagai wakil pemerintah pusat di ujung negeri (desa) dapat dijadikan sebagai entitas sarana perpanjangan tangan pemerintah pusat termasuk bagi menjamah kalangan nelayan kelong di Dabo Singkep. Dana alokasi APBN bukan tidak mungkin dipertajam secara khas ekonomi lokal bagi kawasan pinggiran nusantara yang berciri utama kelautan dan nelayan kecil. Kendala berupa kelangkaan sarpras transportasi laut masih memicu tingginya biaya produksi kelong yang pada gilirannya hanya menyisakan keuntungan yang amat sedikit alias cukup-cukup makan saja. Jika kondisi “cukup-cukup makan” ini dibiarkan berlangsung terus dari tahun ke tahun maka dambaan desa sejahtera bagi desa nelayan hanyalah fatamorgana.
Akhir-akhir ini bukan lagi barang baru di telinga kita berita narkoba dan penyeludupan. Narkoba merusak generasi bangsa dan penyeludupan merusak potensi penerimaan Negara. Keduanya harus diperangi dengan serius dengan cara menciptakan situasi yang mampu memancing bekerjanya peran warga. Fakta maraknya penyeludupan lewat jalur laut mengisyaratkan bahwa laut kita sepi dan karenanya cocok untuk dijadikan jalur lewat bagi segala sesuatu yang illegal. Provinsi Kepulauan Riau sebagai provinsi kelautan sisi selatan perbatasan Indonesia sebetulnya memegang peran vital dalam menangkal jalur penyeludupan lewat laut. Orang menyelundup tentu selalu memilih jalur sepi dan menghindari jalur ramai, memilih jam sepi dan menghindari jam ramai. Alasan logisnya ialah dengan lewat yang sepi maka kemungkinan ketahuannya akan tipis. Ini logika paling umum. Membuat laut ramai usaha kelong akan sekaligus membersihkan laut kita dari hal-hal buruk seperti disebutkan di atas. Laut juga bisa dibikin ramai seperti membuat darat ramai. Contoh paling gamblang ialah ketika sebuah jalan baru dibangun menembus sebuah hutan maka beriring waktu berjalan orangpun akan ramai di sepanjang pinggir jalan itu berlomba-lomba mendirikan rumah dan usaha ekonomi dengan harapan di kemudian hari akan semakin ramai. Hutan itupun tak cocok lagi buat persembunyian para penjahat, takut ketahuan karena orang sudah ramai. Dalam konteks ini hutan identik dengan lautan. Jika lautan dibikin ramai maka lautan pun bisa dibikin ramai.
Kelong yang membentang di sepanjang laut perbatasan akan membuat penyeludup terkepung, takut ketahuan karena disitu orang sudah ramai. Ini berarti sektor kelong dapat juga berfungsi ganda yakni selain sebagai sumber penghasilan si nelayan juga membantu pemerintah mengamankan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dari berbagai gangguan. Kebijakan fiskal pemerintah diharapkan konsisten yakni ketika fungsi penjagaan perbatasan sebagian sudah terbantukanpikulkan kepada masyarakat lokal maka dan uang penjagaan itu pun juga harus ikut terbagikan berpindah dari instansi pemerintah kepada masyarakat lokal tersebut disana. Perpindahan uang penjagaan tersebut tentu bukanlah dalam bentuk aliran kas, namun pergeseran alokasi anggaran dari belanja Kementerian/Lembaga ke belanja Transfer ke Daerah, Dana Desa maupun KUR. Dari Belanja Transfer ke Daerah selanjutnya dikerucutkan lagi ke sektor kelong, misalnya melalui Dana Desa maupun Dana Alokasi Khusus Desa Nelayan atau teknik alokasi lain yang lebih mengena.
Nelayan kelong berpotensi sebagai garda negeri ini untuk menghadang gangguan seperti: nelayan asing (pencuri ikan), penyelundup yang bikin negara rugi karena tidak bayar bea masuk, lalu lintas masuk gelap narkoba yang menghancurkan generasi bangsa, pemburu harta karun kapal haram, pembuang sampah sembarangan (limbah beracun), pencuri pasir laut kita, bahkan pencuri terumbu karang laut kita. Itu berarti sebagian fungsi pemerintah, dimana setiap tugas itu teralokasikan dananya di APBN dan APBD, dikerjakan oleh nelayan. Karenanya dana tersebut seyogianya juga terbagikan kepada nelayan sejalan dengan paradigma baru kita money follows function. Keadilan sosial yang dikumandangkan sila kelima Pancalisa juga harus mampu di jabarkan sampai pada sendi alokasi belanja negara. Falsafah kelima itu berakhir dengan kata-kata “bagi seluruh bangsa Indonesia”. Seluruh sahabat dan anak negeri, para nelayan kelong berada di Provinsi Kepulauan Riau sebagai komponen bangsa dan Provinsi Kepulauan Riau sebagai satu-satunya provinsi kepulauan di Indonesia sudah waktunya mendapatkan pembangunan yang mendukung usaha sektor kelong, misalnya pembangunan di sisi permodalan.
Akhirnya, harapan kita semua ke depan agar Kelong kian menjamur di laut Kepri di masa yang akan datang untuk kesejahteraan para nelayan Kepri. Kita semua utamanya kebijakan fiskal harus menganggap bahwa kelong amat sangat vital digalakkan untuk menggapai berbagai tujuan strategis negara dan bangsa. Kemudahan akses pembiayaan kelong dengan memperluas kemudahan KUR untuk pelaku usaha kelong di Dabo Singkep menjadi sangat penting. Semoga perubahan segera terwujud.

Keterangan:
Penulis adalah Kepala Seksi Bidang Pembinaan Pelaksanaan Anggaran IIC
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Kepri
Jl.Raja Haji Fisabilillah Blok B KM 8 Atas No.1-5 Tanjungpinang
HP: 085271501000; Email: [email protected]

Ditulis Oleh Pada Kam 07 Jun 2018. Kategory Cerpen/Opini, Terkini. Anda dapat mengikuti respon untuk tulisan ini melalui RSS 2.0. You can skip to the end and leave a response. Pinging is currently not allowed.

Komentar Anda

Radar Kepri Indek