Jangga, Pahlwan Kebersihan Yang Terabaikan
Tanjungpinang, Radar Kepri-Belia, ramah dan supel begitulah gambaran sosok seorang remaja yang bernama Jangga Pratama putra Marnov.
Ia akrab disapa Jangga. Putra dari pasangan Mardiono dan Novita Yuslinda ini sudah biasa bergumul dengan sampah (membantu gerakan sang bunda menghidupkan bank sampah cermai).
Sang ayah berprofesi sebagai honor di SMK 1 Tanjungpinang, sedangkan sang bunda Novita Yuslinda atau yang dipanggil dengan Linda merupakan direktur bank sampah cermai di jalan sungai jang gang sungai jang IV.
Keseharian remaja kelahiran Tanjungpinang, 10 September 2004 ini layaknya anak-anak lainnya bersekolah. Ia pun aktif dikegiatan drum band sekolahnya, SMP 6 Tanjungpinang.
Dan sore hari usai menjalani kegiatan belajar, Jangga mengikuti kegiatan mengaji bersama adik lelakinya Rangga.
Namun yang unik dari jangga yang kini duduk dikelas 8 Smp ini, diwaktu luangnya ia tidak segan membantu sang bunda mengurus lingkungan. Dengan ikut serta membantu bundanya mengangkut sampah dari mesjid dan juga rumah-rumah warga.
Bahkan sampah-sampah yang sudah dipilah tersebut saat akan diantar ke penampungan remaja pemilik tinggi lebih kurang 165 cm ini tidak malu untuk menemani sang ayah.
Bahkan penulis pernah bertanya langsung kepada Jangga saat melakukan itu semua, apa tidak malu jika dilihat guru atau teman-teman sekolahnya. Dengan enteng ia menjawab tidak.
Baginya ikut serta menjaga lingkungan adalah hal yang wajib, selain bisa mendatangkan rupiah pun lingkungan ikut bersih.
Menurut pengakuannya disekolahnya, SMP 6 Tanjungpinang, ia akan menegur teman-temannya yang membuang sampah sembarangan. Dan teman-temannya pun tidak membantahnya.
Sayangnya diusia yang masih belia remaja berparas rupawan ini sudah mengenakan kacamata, bahkan sudah minus 5. Tetapi ia tetap bersemangat belajar. Ia pun masuk dalam jejeran 10 besar dikelasnya.
Bahkan saat naik kekelas 8 ia menempati posisi rangking 3 dikelas 7. Menurutnya is ssngat menyukai komputer. Ia juga tidak menampik suks bermain game tetapi is tahu membatasi diri. Ia bercita-cita ingin menjadi seorang ahli komputer.
Namun sangat disayangkan, disaat ini keinginannya untuknikut kursus komputer terpaksa di tunda akibat ekonomi orang tuanya yang belum mencukupi. Terlebih pihak kursus ysng sudah ditanya orang tuanya menyarankan agar Jangga memiliki laptop atau komputer sendiri dirumah untuk mempermudah penguasaan pembelajaran.
Namun apatah daya kondisi ekonomi sedang tidak mendukung.
Menurut sang bunda Novita Yuslinda atau yang akrab disapa Linda membenarkan hal tersebut. Sebagai orang tua ia mengaku bukan tidak mebdukung bajat anaknya namun kondisi finansialnya belum mendukung untuk menyalurkan bakat anaknya.
Tanpa bermaksud membanggakan anaknya, perempuan yang aktif di bank sampah tersebut, anak sulungnya tersebut suka drngan hsl-hal rumit. ” Dia suka merakit, mendesain gambar. Saya pun ingin seksli memasukannya kekursus tetapi untuk masuk biaya lumayan besar dan saya belum punya. Ya ditunda dulu. Yang saya salut dengan Jangga biat pun lagi sakit dia tetap mau ikut kelapangan membantu saya. Saya sebenarnya tidak tega tetapi dia memaksa. Dia pasti bilang ‘tak apa bunda, jangga bantu bunda. Jangga ngak sakit lagi’.
Saya sedih, bukan karena dia anak saya. Saya seting lihat di sosmed (sosial media) orang-orang yang kena dibully langsung mendapat simpati tanpa melakukan apa-apa. Ini ada anak yang mau berbuat untuk lingkungan tetapi tidak mendapat perhatian” katanya.
Namun tidak pelak ia mengucapkan terima kasih kepada bu mimi beti yang membantu pembelian kacamata anaknya.
“Dia sudah lama minta kacamata tetapi karena kondisi ekonomi belum mencukupi terpaksa saya tunda. Kemarin dapat bantuan dari ibu mimi jadi lah kacamatanya” terang linda.
Jangga sendiri berniat melanjutkan ke sekolah kejurusan usai nanti menyelesaikan pendidikannya di sekolah tingkat pertama. Ia mengaku ingin melanjutkan ke smk jurusan komputer. Yang diamini sang bunda. Mengingat biaya pendidikan smk cukup mahal sedangkan sang ayah hanya bekerja sebagai satpam.
Anda boleh membuktikan kepiawaian Jangga dalam memilah sampah. Hal ini sudah penulis buktikan sendiri. Ia akan dengan cekatan menunjukan sampah-sampah sesuai kategorinya.
Sulung dari 3 bersaudara ini pun sering mengajak kedua adiknya Rangga dan Jelita saat membantu sang bunda memilah sampah. Baginya hal ini merupakan ilmu yang bisa dijadikan bekal. Setidaknya lewat sampah ia belajar memilah dan tahu proses penguraian sampah. Sehingga ia mampu menjadi pahlawan lingkungan bagi dirinya dan orang lain dengan tidak membuang sampah sembarangan. Karena efeknya cukup besar bagi kemaslahatan umat manusia sendiri. Disamping itu ia belajar bisnis dengan menjafikan sampah sebagai penghasilan.
Remaja yang murah senyum ini tidak banyak berharap. Bahkan disaat pandemi corona ia dengan setia membantu bundanya mengangkat sampah. Demi lingkungan bersih dan nyaman. Betjuanglah terus pahlawan cilik walau banyak yang meremehkan mu. Jangan menyerah dengan ketidak pedulian orang. Teruslah melsngkah dsn berbuat agar Indonesia bebas dari sampah. Percayalah Allah maha melihat apa yang kau perbuat. Tak ada yang sia-sia pahlawan. Jangan lupa terus belajar untuk mengapai mimpimu. Merdeka!.(lanni)