Hutan Bakau Dan Sei Carang Hancur, BLH Tutup Mata
Tanjungpinang Radar Kepri-Air sungai sepanjang bantaran Sei Carang yang berada dibawah jembatan Gugus Engku Hamidah, Jl Daeg Celak kilometer 8 di seputaran Hanaria. Tepatnya sekitar 300 meter dibelakang RSUP Kepri biasanya jernih dan bening. Namun, pada Juat (06/09) air tersebut berubah keruh dengan warna kuning agak kemerah-merahan. Diduga dampak limbah dan tumpukan stockfile bouksit yang menggunung di kedua sisi jembatan. Akibatnya, nelayan tradisional dan nelayan pesisir tak bisa melaut.
At (55) seorang nelayan At (55), warga sekitar lokasi Sei Carang mengaku kesal dan jengkela dengan pencemaran lingkungan di aliran Sei Carang itu.”Saya melihat sungai seperti ini, bukanya tidak kesal pak. Tapi kita tidak bisa berbuat banyak, kita ini orang kecil. Jadi, apa-pun kita kata kita tidak akan di dengar.”kesalnya.
At menambahkan.”Bukan hanya saya saja yang kesal, mungkin seluruh nelayan yang ada disekitar sini kesal. Tapi mereka disini tidak kompak, karena sebagian dari nelayan disini mendapatkan dana kompesasi. Jadi itu yang membuat saya kesulitan, kalau saya tidak ada satu-sen pun mendapat dana kompesasi dari penambang.”Tambahnya.
Pantauan Radar Kepri dilapangan, sepanjang arus sungai tersebut, berwarna kuning kemerah-merahan, diduga akibat tercemar limbah bijih bouksit yang menggunung dipinggir sungai tersebut.
Sampai hari ini Badan Lingkungan Hidup (BLH) kota Tanjungpinang belum pernah menyeret para penjahat lingkungan di Kota Tanjungpinang hingga ke pengadilan. Mandulnya, kinerja BLH kota Tanjungpinang ini membuat nelayan tambah jengkel.”Bubarkan saja BLH itu, nggak ada guna juga BLH itu ada. Menghabis-habiskan APBD saja.”sebut At dengan raut wajah kesal.
Ditambahkan At.”Padahal bukan hanya air dan habitat Sei Carang saja yang tercemar. Ratusan pohon bakau yang ada di tepi Sei Carang itu juga banyak yang mati dan dibabat oleh penambang ini. Heran juga, tak ada tindakan apapun dari penegak hukum, Walikota dan BLH.”ketusnya.(aliasar)