Ferdy Yohannes Mengaku Dapat Fee Rp 10 Miliar Dari Tambang Ilegal Termasuk di Desa Air Glubi
Tanjungpinang, Radar Kepri-Lima saksi dihadirkan JPU dari Kejati Kepri dalam dugaan korupsi tambang bauksit. Mulai dari politisi sampai pihak perusahaan yang membeli tambang ilegal tersebut. Muncul pertanyaan, jika 12 orang ini terbukti menjual hasil tambang yang digali secara ilegal ini, mungkinkah pembeli bauksit ilegal ini, yakni PT Gunung Bintan Abadi (PT GBA) statusnya menjadi tersangka penadah bauksit ilegal ?.
Pertanyaan diatas wajar muncul, karena dari 12 orang terdakwa yang saat ini mendekam dalam Rutan Kelas IA Tanjungpinang adalah mereka yang terlibat langsung. Pihak lain, mulai dari pembeli, donatur dan makelar tambang dan pihak-pihak lain yang menarik keuntungan dari tambang ilegal ini hanya sebatas saksi.
Saksi Ani, dari PT GBA mengungkap peran Ti Wa (almarhum) yang membayar hasil tambang dari koperasi HKTR yang ditandatangani oleh Hari Malonda.”Itu invoice sebanyak 4 buah dengan total Rp 20 Miliar, ini untuk HKTR saja.Ada juga Rp 400 juta untuk terdakwa Jalil. Yang membayar semua almarhum Ti Wa.”terang Ani.
Selanjutnya, saksi Endang yang mengaku kepala teknik tambang di PT GBA.”Tidak semua tahu penambang yang menjual bauksit ke PT GBA, karena tidak semua data diberikan oleh orang sebelumnya.”ujarnya.
Dikonfrontir jawaban BAP tentang pembelian bauksit.”Benar PT Cahaya Taufik Alami ada jual, dapat dari nota pembayaran dari PT GBA, PT Swakarya Mandiri dengan direkturnya Junaidi. CV Gemilang Bintan Abadi dengan Arif Rate, saya tahu Iip (sapaan Arif Rate,red), CV Buana Khatulistiwa, kenal dengan Boby pernah jumpa. Kemudian Bumdes dengan Jalil dan PT Tan Maju Bersama. Kalau dengan Edi Rasmadi kenal, ada batunya disana tapi diluar IUP.”bebernya.
Saksi Ferdy Yohanes, ditanya untuk terdakwa Junaidi mengaku pernah diperiksa dan di BAP di Kejati.”Kenal Junaidi dalam rangka mau sewa lahan tanah sekitar pertengahan tahun 2018. Lahannya di pulau Keton di Desa Air Glubi. Suratnya sporadik, beli dari masyarakat seluas 43 hektar.”terang Ferdy.
Menurut Ferdt, sebagai tanda jadi, dia berikan uang Rp 50 juta.”Tapi di stop oleh kehutanan. Ada tim kementrian Lingkungan hidup dari Jakarta menyetop pembuatan kolam kepiting dan perkebunan dilahan yang masuk di lahan hutan itu.”ujarnya.
Saat Junaidi ajukan untuk menambang di lokasi hutan, Endang berkata tidak membolehkan namun kemudian Junaidi beralih ke tambang.”Saya bilang, kalau cocok hitungannya, boleh saja. Saya bukan biarkan dia menambang. Tapi dia (Junaidi) sewa tanah. Junaidi cerita sudah kerjanya. Totalnya sekitar 30 ribu ton yang keluar dari situ. Lebih dari 6 trip tongkang dari desa Air Glubi ke kapal induknya di perairan pulau Pangkil.”jelasnya.
Endang mengaku dapat 1,7 Dolar Singapura per ton dari terdakwa .”Kurang lebih Rp 700 juta dari Jalil. Tahunya itu kawasan hutan sekarang. Saya tahunya Jalil punya ijin tambang, Jalil bilang begitu, tapi saya tak lihat. Jalil punya IUOP (Ijin Usaha Operasi Pertambangan), tak tau apa boleh nambang.”ucapnya.
Dari terdakwa Junaidi, saksi Fredi Johanes dapat 20 ribu dolar Singapura sekitar Rp 444 470 000.”Tapi anak Tih Wa yang berikan.”ucap Ferdy Yohanes.
Kemudian dari terdakwa Sugeng dan Hari Malonda, saksi Ferdy Yohanes mengaku mendapat 3 dolar perton sebanyak 260 ribu ton totalnya Rp 8,6 Miliar lebih.”Bayarnya beberapa kali pakai uang kontan. Kurang lebih Rp 10 Miliar yang saya terima Yang Mulia.”kata Ferdy Johanes.(irfan)