Dipimpin Dahlah, Batam “Raih” Peringkat 5 HIV/AIDS se-Indonesia
Batam, Radar Kepri-Setelah Provinsi Kepri dinobatkan Badan Narkotika Nasional (BNN) meraih “juara” II sebagai daerah paling marak peredaran Narkotika se-Indonesia. Kini, Batam “berhasil” menduduki peringkat 5 penyebaran penyakit kelamin HIV AIDS. Sebuah “prestasi yang tidak patut dan layak dibanggakan. Miris dan menyedih mungkin itulah kata yang paling tepat menggambarkan realita tersebut.
Tingginya penderita penyakit kelamin HIV AIDS di Batam yang belum ada obat penyembuhnya ini diungkapkan Pieter P Pureklolong, katua penanggulangan penyakit HIV AIDS Kota Batam, Senin (29/04) lalu.”Saat ini, jumlah penderita HIV AIDS di kota Batam mencapai 524 orang. Itu yang terdata sepanjang tahun 2012 lalu.”ujarnya.
Dikatakan Pieter, penyakit menular ini secara umum terjangkit akibat pergaulan seks bebas. Sebagaimana di ketahui, di kota Batam banyak sekali tempat prostitusi (pelacuran, red).”Kami sudah berusaha mensolisasikannya pada masyarakat Batam tentang bahayanya penyakit HIV AIDS.”jelasnya.
Mengingat penyakit menular ini belum ada obatnya, selain kain kafan. Maka dari itu.”Kami menghimbau kepada masyarakat kota Batam, khususnya generasi muda, jauhilah pergaulan seks bebas tersebut.”himbaunya.
Dalam hal ini, lanjut Pieter ada kesalahan dari pemerintahan kota Batam dalam mengeluarkan izin. Misalnya, tempat relokasi rahabilisasi di Tanjung Uncang yang lebih tenar disebut Sintai. Tempat ini, tujuan awalnya untuk rekalosasi PSK dari bukit Samyong, Batam Ampar untuk di relokasi dan rehabilisasi terhadap wanita-wanita yang terjebak dalam profesi Wanita Tuna Susila (WTS). Para wanita ini di relokas untuk di beri pembinaan.”Kalau tak salah ada angarannya dari pemerintah pusat dan daerah untuk pembinaannya. Misalnya, mereka diajari pekerjaan tangan yang nanti bisa berguna untuk bekal hidup menjadi ke arah lebih baik. Khususnya bagi mereka yang sudah terlanjur melakoni profesi WTS tersebut.”jelasnya.
Sehingga setelah diberi pembinaan pekerjaan tangan itu, lanjut Piter, mantan WTS ini mempunyai ilmu dan secara tak langsung, tentu bisa terlepas dari profesinya sebagai WTS.”Namun yang saya lihat ditempat relokasi rahabilisasi tersebut. Yang terjadi malah bukan pembinaan , namun tempat tersebut dijadikan lokalisasi prostitusi alias pelacuran. Yang sedianya tempat pembinaan untuk mengurangi para WTS. Untuk mengembalikan WTS yang terjebak agar kembali kejalan yang benar.”Ujarnya.
Pieter P Pureklolong menambah.”Tempat relokasi rehabilisasi yang disediakan oleh pemerintah kota Batam yang terletak di Tanjung Uncang yang lebih di kenal Cintai bukan untuk rehabilisasi. Tapi tempat lokalisasi tempat pelacuran alias industri seks. Hal ini bisa dilihat tidak ada pembinaan yang dilakukan oleh pemerintah disana. Akan tetapi yang bisa dilihat tempat lokalisasi prostitusi.”ujarnya.
Kalau memang tempat ini dijadikan lahan industry. Jika para wanita ini di pekerjakan sebagai wanita tuna susila. Tentu harus sesuai dengan undang-undang tenaga kerja, ada jamkesmas dan jamsosteknya.
Yang menjadi pertanyaan, apakah pemerintah kota Batam mengeluarkan izin tempat prostitusi tersebut.”Setahu saya, belum ada di negara kita ini aturan yang melegalkan tempat prostitusi. Namun pemerintah kota Batam yang mengeluarkan izin, tidak pernah melakukan pengawasan ketempat tersebut.”kata Pieter.
Seharusnya Pemerintah kota Batam melalui dinas sosial (dinsos) berperan dalam melakukan ketertiban sosial ditengah-tengah masyarakatnya.”Namun sejauh ini, pemerintah kota Batam terkesan, tidak bisa berbuat apa-apa dalam hal ini.”jelasnya.
Sementara itu pemerintah kota Batam di konfirmasi melalui Kamarul Zaman, kepala Dinas Sosial kota Batam via ponselnya terkait hal diatas. Sampai berita ini diturunkan belum ada jawabannya.(taherman)