SABUT DAN BATU
Alam terkembang dijagad raya, memberi inspirasi bagi manusia dalam mengisi kehidupannya. Perumpamaan, pengandaian dan pengibaratan selalu digunakan, untuk mengintrospeksi, menegur dan menertawakan dirinya dan orang lain, seperti cerita sabut dan batu.
Kesibukan negeri Cintadosa, akhir-akhir ini semakin semarak. Mulai dari rakyat jelata, pengusaha, pedagang, profesional, para ahli/pakar, tok bomoh, tokoh masyarakat, tokoh pemuda, alim ulama/tokoh agama, remaja, pemuda-pemudi, politikus, dan para pejabat krasak-krusuk mencari-cari kerja dan menawar-nawarkan diri untuk membantu para putra mahkota yang akan mengikuti pencalonan pimpinan negeri.
Begitu pula dengan Penta.dkk, Reman. Cs, Samseng, Mapia, Datok Bandar, dan para pembantunya si Camat dan Panjang Lidah. Mereka semua sibuk. Boleh dikata, setiap hari berkumpul, rapat, dan menjalankan program kerjanya masing-masing.
Dari semua para putra mahkota tersebut, Datok Bandarlah yang lebih diuntungkan, dibandingkan dengan para calon putra mahkota lainnya yang ikut dalam pencalonan pimpinan negeri.
Dengan kekuasaan dan para pendukungnya seperti Camat dan Panjang Lidah, Datok Bandar tidaklah dibuat repot. Semuanya berjalan lancar apalagi dalam sisi pendanaan, Dialah yang lebih siap. Kas negeri setiap saat bisa dipergunakan olehnya kemudian para cukong, camat dan panjang lidah, setiap detik siap pula membantunya, apalagi jika diminta, tidak dimintapun mereka selalu siap membantu Tok Bandar.
Entah buaye atau katak, “Iye atau tidak”, yang namanya Tok Bandar, para pendukungnya jelas lebih banyak. Adapun alasan mereka mendukung, hanya merekalah yang tahu. Wallahua`lam bilsawab.
Hampir setiap sudut kota, foto wajah Tok Bandar dalam berbagai model dan fasyein, terpampang jelas disetiap papan baleho, mulai dari ukuran pas foto, papan merek, sampai ke ukuran iklan layar bioskop.
Tidak cukup dengan itu, seluruh media cetak maupun elektronik yang ada di negeri tersebut, setiap hari meliput acara Tok Bandar dan memuat tampangnya, mulai dari acara khitanan anak-anak, pesta kawin, memberi sumbangan ke panti asuhan, belanja ke pasar, makan, minum dan sebagainya diliput oleh para wartawan. Yang tidak diliput dan diambil gambar hanya pada saat Tok Bandar tidur dibilik peraduan dan buang hajat.
Mungkin-mungkin, itupun sudah terekam pula filemnya, hanya tinggal waktu, kapan dipublikasikan. Seperti kisah Bill Clinton, Yahya Zaini, dan lain-lainnya.
Sementara, para putra mahkota lainnya yang akan mengikuti pencalonan pimpinan negeri, baru memulai mencari-cari perahu untuk berlayar. Perahu mana yang mau mereka sewa dan mau memberikan tumpangan buat mereka. Kalau tak cukup modal janganlah diharap ada perahu yang berbaik hati memberikan tumpangan. Kalaupun ada, perhitungan hutang piutangnya pastilah lebih besar dan mengerikan, maklumlah untuk mendapat tumpangan seperti itu, jarang-jarang terjadi. Wajar kalau pemilik perahu meletakkan harga tiket yang mahal bahkan terkadang tak masuk akal. Tapi apa boleh buat, sudah nasib badan, kalau tak begitu tak ada pula orang yang memberikan tumpangan.
Berdasarkan aturan tata tertib mengikuti “Sayembara Pencalonan Pimpinan negeri, diwajibkan kepada semua calon memiliki perahu, apakah itu perahu layar, cadek, jongkong, wangkang, sampan, kolek, asalkan jangan “perahu jong”, barulah bisa mendaftarkan diri mengikuti pencalonan. Jika tak ada perahu, maka janganlah murung dan jangan marah, sampai keluar air mata darahpun tak akan dapat mengikuti pencalonan.
Celakanya, hampir semua perahu yang ada dinegeri tersebut, semuanya sudah disewa bahkan ada yang sudah dibeli dengan Tok Bandar, hanya tinggal jongkong, kolek dan sampan saja yang tidak disewa oleh-nya. Inilah yang membuat geram dan berang para putra mahkota lainnya.
Oleh karena, para putra mahkota tersebut berkeinginan kuat untuk mengikuti pencalonan pimpinan negeri, tetapi tidak mampu menyewa apalagi membeli perahu yang disyaratkan, maka merekapun beramai-ramai mengadukan hal tersebut kepada Mahkamah UU.
Nasib mujur buat mereka, pengaduan merekapun diterima baik oleh Mahkamah UU. Peraturan tata tertib yang mengharuskan ada perahu untuk mengikuti sayembara pencalonan pimpinan negeri, dihilangkan. Para putra mahkota yang tidak memiliki perahu boleh mengikuti pemilihan. Keputusan itu, tentunya disambut dengan suka cita oleh para putra mahkota yang tidak memiliki perahu dan para pendukungnya. Namun sayang keputusan itu belumlah final, karena Datok dari Datok Tok Bandar belum mengeluarkan peraturan tata tertib yang baru. Jadi para putra mahkota, haruslah bersabar menunggu sampai dikeluarkan tata tertib yang baru tersebut.
Menjelang keluarnya tata tertib baru, agar tidak kalah langkah, Samseng dan Mapia beserta para pengikutnya, sampai saat ini masih terus mencari-cari perahu. Jerih payah mereka mencari perahu, ternyata tidaklah sia-sia. Walaupun mereka hanya mampu menyewa perahu-perahu kecil, sampan, jongkong dan kolek, sudah jadilah buat mereka mengikuti pemilihan tersebut.
Dalam gurauan, mereka selalu bercanda, “Mungkin karena negeri ini, negeri maritim, maka syarat untuk menjadi pimpinan negeri harus punya perahu, agar mudah berlayar atau lari dengan perahu tersebut membawa harta karun dari negeri ini”. Huus ngak boleh bicara begitu, sukhozoon itu. Haraam hukumnya!!!!!
Tak mau kalah dan tertinggal dengan Tok Bandar, baik Samseng maupun Mapia, sudah mulai merancang program kerjanya, dan memulai langkah-langkah awal, guna mencari simpati dari para penduduk negeri. Merekapun menggunakan media dan lembaga-lembaga masyarakat untuk mengadakan votting (pengambilan suara masyarakat) Berbagai macam cara mereka lakukan, mulai dari membayar dan membujuk masyarakat agar memilih nama mereka menggunakan pesan singkat. Tujuannya supaya masyarakat yang bute kayu, dapat melihat bahwa mereka banyak dipilih oleh masyarakat. Kemudian mereka juga menggunakan lembaga-lembaga masyarakat yang ada di negeri tersebut, agar membuat perhitungan dan analisa bahwa merekalah yang banyak pendukungnya dan layak untuk dipilih menjadi pimpinan negeri.
Pekerjaan tersebut, tentunya tidak langsung dilakukan oleh Tok Bandar, Samseng dan Mapia, semua itu dilakukan oleh TIM DAUN SALAM or TIM SES, seperti ; Penta. dkk, Reman.Cs, Camat dan si Panjang Lidah.
Berbagai macam strategi, teknik dan cara mereka lakukan untuk mendapatkan simpati dan dukungan dari masyarakat si bute kayu.
Apakah cara itu positif atau negatif, mau mati atau hidup tidak mereka hiraukan, dan pasti akan dilakukan. Motonya hanya satu,”Semuanya halal, tak ada yang haram, asalkan tujuan tercapai”.
Untuk itu, masyarakat jangan heran jika akhir-akhir ini, banyak terjadi peristiwa yang aneh-aneh, cerita-cerita lucu dan lagu-lagu syahdu. Ibarat lagu God Bless “Dunia Panggung Sandiwara”.
Itulah yang sedang mereka lakoni. Bahkan sekarang nasib si Samseng dan Si Mapia sedang diujung tanduk. Kerena ngotot ingin tetap terus ikut dalam pemilihan pimpinan negeri, maka segala borok, pekong, kudis dan kurap yang ada ditubuh mereka semuanya mulai diungkap satu persatu kepermukaan. Sampaikan masalah sunat dan tak sunatpun menjadi topik permasalahan.
Itulah yang membuat hati si Penta,dkk menjadi gusar dan gelisah. Apa tidak. Tuannya yang selama ini, membantu hidup mereka, sekarang sedang diserang penyakit borok. Mau berjalanpun dah susah. Sementara semua program sudah dibuat dan dirancang. Baru melangkah satu dua langkah, ternyata harus terhenti, karena menemani Bos Mapia yang terserang penyakit Borok dan lagi terbaring di rumah sakit.
Sementara, di sisi lain, anak buah si Samseng, saat ini juga sedang tak sedap makan dan tak nyenyak tidur. Reman,dkk, sekarang lagi duduk terkulai lemas, karena Bosnya menghadapi tuntutan di Mahkamah Kebenaran. Mereka semua harap-harap cemas menunggu putusan. Jika ternyata Bosnya diputus bersalah, tamatlah mimpi mereka untuk menjadi pendamping Bos Samseng sebagai pimpinan negeri. Kalaulah ditilek-tilek, kesalahan yang dilakukan oles si Samseng tidaklah istimewa. Hanya masalah sepele yaitu Tidak mau diajak berunding dengan Tok Bandar. Sehingga Tok Bandar merasa disepelekan oleh si Samseng. Itu saja masalahnya yang nampak setakat ini. Masalah-masalah yang lain kitapun tak tahu. Merekalah yang tahu persisnya.
Sementara Penta,dkk dan Reman,cs, masing-masing sedang dirundung masalah. Di luar sana, si Camat dan Panjang Lidah, sedang asik-asiknya menjadi Pak Bok (Penyibuk). Hampir setiap hari, ke-duanya tak henti henti keluar masuk kedai kopi ke kedai kopi lainnya. Seluruh kedai kopi yang ada di negeri tersebut, pasti dikunjungi oleh mereka. Setiap hari mereka hanya menceritakan perangai dan tabiat yang baik-baik dari Tok Bandar. Kalau mendengar ucapan mereka, tidak ada setitikpun noda dan cela dalam diri Tok Bandar. Semuanya baik, semuanya terpuji dan untuk itu merekapun berpesan jangan pilih siapa-siapa, pilihlah Tok Bandar. Kalau pilih Tok Bandar, Bandar Raya negeri kitapun akan semakin berjaya, maju dan makmur.
Mendengar celoteh si Camat dan Panjang Lidah, merah juga telinga dibuatnya. Apakan tidak. Yang dibualkan oleh si Camat dan Panjang Lidah tersebut, terkadang tak masuk akal. Bukan hanya pemikiran, cara kerja, kepemimpinan, keteladanan, dan kepribadian Tok Bandar saja yang diceritakan oleh mereka, bahkan hal-hal yang sangat pribadipun dibualkan olehnya; mulai dari cara berjalan, berdiri, duduk, bicara, berpakaian, makan, minum, tidur, buang hajat, bersetebuh, marah, merayu, tertawa, dan semua hal yang tak perlu dibicarakanpun mereka sampaikan.
Mungkin itulah kelihaian dari si Camat dan Panjang Lidah, sehingga mereka terpilih dan diangkat menjadi juru bicara dan juru penerang si Datok Bandar.
Tak kalah sibuknya dengan si Camat dan Panjang Lidah, di officenya mulai dari pagi sampai ke petang hari, tamu Tok Bandar silih berganti berdatangan. Semua tamu yang datang masing-masing di tangan kanan dan kirinya memegang tas colak kulit dan setumpuk map yang beraneka warna dan bentuk. Mengenai isinya kamipun tak tak tahu. Itu urusan merekalah, yang jelas kedatangan mereka semua dengan muka yang berseri-seri dan berpakaian bagus.
Kondisi Tok Bandar dengan Mapia amat jauh berbeda, semua tamu Mapia yang datang menjenguknya di rumah sakit hanya menenteng satu kantong plastik kresek berisikan buah-buahan dan ada juga yang menenteng 1 kaleng roti mary dan sekaleng susu, dengan wajah sayu dan sendu, mengharapkan kesembuhan si Mapia. Kedatangan mereka disambut oleh si Penta,dkk dengan ucapan terimakasih serta mohon didoakan cepat sembuh. Hanya itu saja. Yang lain tidak diharapkan.
Sedangkan, si Samseng, setiap hari, waktunya hanya habis terbuang sia-sia mendengar nasehat-nasehat dan saran dari para penasihat hukumnya. Menerima pengaduan dari para pembisik yang mencari kesempatan akan keadaan si Samseng. Sebab setiap membisikkan ketelinga si Samseng mereka pasti akan mendapatkan persen. Setidak-tidaknya mendapat uang tip yang cukup untuk makan, minum dan beli rokok sehari. Kalaulah begitu terus menerus, terkuras jugalah harta si Samseng. Ibarat pepatah , “Jangankan bukit, Gunungpun jika setiap hari dikikis akan datar”. Hal itulah yang sedang dialami si Samseng, pada saat ini.
Pada saat Mapia dan Samseng, setiap harinya bergelut dengan semua permasalahan pribadi mereka, di sisi lain, Tok Bandar disibukkan pula oleh berbagai macam tawaran dari berbagai pihak untuk mendukungnya kembali menjadi pimpinan negeri. Para pemilik perahu – perahu besarpun menawarkan diri untuk berlayar dengan Tok Bandar. Tidak diberikan uang sewapun mereka mahu, asalkan nanti perahu mereka dibuat lebih besar dan para awak perahu yang ada diberikan jabatan yang mantap. Itulah tawaran dari para pemilik perahu kepada Tok Bandar. Tentunya tawaran seperti itu, akan ditangkap langsung dengan Tok Bandar, apalagi diberikan secara gratis, bodohlah kalau tak mahu, untuk urusan nanti, nantilah itu, pikir Tok Bandar.
Cerita punya cerita, haripun dah larut malam, matapun dah ngantuk, dan pikiranpun dah beku terkena belaian angin malam. Akhir dari cerita ini, sayapun teringat pesan dari almarhum nenek yang selalu berkata :
“Jalanilah hidup ini apa adanya, jangan berbuat macam-macam. Jika Sabut dia akan timbul, dan jika batu diapun akan tenggelam, jika dicampak di tengah lautan”.
Dengaaar saudara-saudaraku semua, pesan dari orang tue tuuu, “Artinya kita semua memang disuruh untuk berusaha, tetapi janganlah berbuat yang macam-macam “tidak baik”. Semua hidup kita sudah ditakdirkan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Amiin