; charset=UTF-8" /> Apa Yang Diharapkan Dari ASN - | ';

| | 3,046 kali dibaca

Apa Yang Diharapkan Dari ASN

Oleh: AJ Suhardi

 

Dalam bekerja sehari-hari belum tentu semua aparatur sipil negara (ASN) mengetahui

apa yang diharapkan dari dirinya. Baik dari organisasinya, institusinya atau bahkan dari
atasannya. Hal ini sangat mungkin terjadi, karena sistem penilaian yang ada bukan sistem
kontrak (Real Target System). Dalam sistem kontrak pastilah dijelaskan kinerja dan target yang diharapkan, sehingga seorang ASN mengetahui dengan jelas apa yang diharapkan dari dirinya.
Sistem yang berlaku pada instansi pemerintah di Indonesia bukanlah sistem kontrak.
Meskipun sering terdengar istilah tenaga kontrak, namun tidak menggambarkan sebuah target.
Maka tidak sedikit ASN yang tidak jelas tentang kinerjanya karena mereka tidak tahu apa yang
diharapkan dari dirinya dalam kurun waktu tertentu atau sesuai dengan jadwalnya. Sehubungan dengan hal tersebut, dibutuhkan suatu penuntun sehingga setiap ASN mengetahui secara jelas apa yang diharapkan dari dirinya dalam kurun waktu tertentu.
Isu tersebut berkaitan erat dengan dengan sistem orientasi ASN di instansi pemerintah,
karena jarang sekali seorang ASN mendapatkan orientasi tentang tugas, fungsi, tanggungjawab
dan lingkungan kerjanya. Biasanya mereka hanya dituntut untuk mempelajari berbagai peraturan bahkan untuk dibaca sendiri dan tidak diikuti dengan upaya memberikan penjelasan kepada setiap individu.
Sehingga mereka masuk kantor untuk bekerja dan apa yang dikerjakan sangat
bergantung pada instruksi atasannya.
Menurut Keban (2008:235) Kecenderungan penilaian kinerja ASN dilakukan secara
formalitas, terlihat dalam metode penilaian kinerja pegawai yang dilakukan melalui pengisian daftar penilaian pelaksanaan pekerjaan atau dalam standard kinerja pegawai (SKP). Banyak keluhan bahwa proses tersebut hanya dilakuakan sebagai rutinitas, tergantung sepenuhnya pada selera atasan, tidak partisipatif dan sebagainya.
Akibatnya, output penilaian bukan saja tidak bisa menggambarkan kondisi yang
sesungguhnya tetapi juga tidak dapat digunakan sebagai input dalam perencanaan pengembangan kinerja aparatur pemerintah. Oleh karena itu, dibutuhkan sebuah design baru yang mampu menggambarkan kinerja ASN secara riil/nyata yang disertai dengan langkah-langkah pembenahan yang serius.
Secara umum penilaian kinerja yang tepat, merupakan kunci penting menuju perbaikan
dan kemajuan, baik bagi individu maupun bagi suatu lembaga. Hanya melalui penilaian tersebut dapat dilihat apakah seorang ASN atau suatu lembaga telah berhasil atau sebaliknya gagal dalam mengemban misi lembaganya atau telah berhasil menjalankan tugas pokok dan fungsinya.
Apabila kinerja tidak dinilai, maka tidak dapat diketahui apakah suatu organisasi atau
individu sudah berada pada arah yang benar atau belum, sudah mencapai apa yang diinginkan atau belum. Melalui nilai ini pula dapat diberikan insentif atau dorongan/motivasi kerja yang
jelas, sehingga insentif dan motivasi kerja benar-benar bermanfaat, bukan sebaliknya malah melestarikan kegagalan yang ada.
Selain itu, melihat kesuksesan atau kegagalan merupakan hal yang sangat berharga
karena akan menjadi pendorong dalam pembelajaran menuju masa depan yang lebih baik.
Melalui evaluasi terhadap kesuksesan ataupun kegagalan tersebut, dapat direkomendasi apakah cara yang ditempuh selama ini perlu dipertahankan, diperbaiki, dipertahankan dengan catatan khusus atau malah dihilangkan.
Sejalan dengan hal tersebut, Osborne & Gaebler (1992:146-155) menegaskan bahwa
melakukan penilaian kinerja itu sendiri merupakan arena belajar yang sangat efektif bagi individu dan organisasi untuk tidak mengulangi kesalahan-kesalahan di masa lalu. Menurutnya, ada tiga (3) alasan perlunya pemerintah melakukan penilaian kinerja, yaitu:
1. Berkaitan dengan dengan penentuan besarnya gaji atau insentif.
2. Merupakan alat manajemen yang diarahkan untuk melakukan perbaikan-perbaikan kegiatan operasional secara berkesinambungan.
3. Untuk dapat melihat keterkaitan antara hasil yang dicapai dengan biaya yang
dikeluarkan/dianggarkan.
Sayangnya sampai saat ini, penilaian kinerja aparatur pemerintah di Indonesia sifatnya
masih subjektif.
Meskipun berbagai kritikan sering dilontarkan melalui berbagai forum, namun masih belum diterapkan design yang tepat dalam melakukan evaluasi kenerja terhadap ASN.
Kelemahan dalam penialain kinerja tersebut antara lain: (1). Kelemahan teoritis atau
paradigma yang melandasi penilaian kinerja, (2). Kelemahan metodologis, khususnya tingkat
validitas dan reliabilitas instrument pengukuran dan proses pengukuran kinerja itu sendiri, (3).
Kelemahan yang menyangkut isu-isu kontekstual yang berkaitan dengan efektivitas pengukuran.
Sekali lagi disayangkan kelemahan-kelemahan tersebut sangat jarang bahkan tidak
pernah dikaji secara mendalam untuk ‘disistematiskan’ atau dipetakan secara jelas agar dapat menjadi input bagi penyusunan pedoman dan standard penilaian kinerja ASN di masa mendatang. Sehingga tidak heran kalau kinerja ASN dan Institusinya senantiasa mendapat sorotan negatif dari masyarakat.
Tidak dipungkiri ada beberapa institusi atau lembaga pemerintah bahkan pemerintah
daerah yang telah melakukan upaya melalui berbagai perbaikan dan inovasi. Ada yang
melakukan perbaikan melalui kontrol waktu atau jam operasional, melalui tunjangan tambahan penghasilan, melalui penggajian sistem marit, melalui recognition, reward and punishment dan sebagainya. Namun semuanya belum menunjukkan perbaikan yang signifikan bagi kinerja ASN.
Disisi lain pemerintah pusat terkesan bingung bahkan ‘galau’’ terhadap keberadaan dan
kinerja ASN. Entah karena political pressure, atau dendam politik masa lalu (karena dulu ASN dianggap ‘Underbow’ golongan atau partai politik tertentu), atau juga memang design thinking pemerintah pusat untuk atas nama efektif dan efisien. Jelasnya upaya dan wacana yang dilontarkan selama ini, belum berpihak kepada keberadaan ASN saat ini.
HalinidapatdilihatmelaluiwacanapercepatanmasapensiunASNmenjadi45tahun,
rencana pemangkasan pejabat eselon III, IV dan V, ‘pengkerdilan’ peran badan pertimbangan
pangkat dan jabatan, rencana penghapusan tunjangan perjalanan dinas bahkan sampai pada urusan performance ASN.
Sementara dilain pihak, lembaga TNI dan Kepolisian RI performance-nya selalu
ditingkatkan, peran jabatannya pun diperluas, yang nota bene untuk menyelamatkan para perwira yang tidak ada jabatan.
Akhirnya, apa yang diharapkan pemerintah terhadap ASN semakin hari semakin tidak
jelas, semakin redup bahkan menuntut keikhlasanyang tinggi dalam mengabdi. Bukan hal yang mustahil bila di kemuadian hari akan ada upaya ‘swastanisasi’ peran ASN dalam bingkai kepentingan efektif dan efisiensi.
Asmara Juana Suhardi, ST,. S.IP, M.Si adalah Mantan Jurnalis dan dosen Fisip Universitas
Terbuka, Pokjar Natuna).
Ditulis Oleh Pada Sel 17 Des 2019. Kategory Cerpen/Opini, Terkini. Anda dapat mengikuti respon untuk tulisan ini melalui RSS 2.0. You can skip to the end and leave a response. Pinging is currently not allowed.

1 Comment for “Apa Yang Diharapkan Dari ASN”

  1. macam nak nulis tesis je pak AJ ni..
    hihik..😁

Komentar Anda

Radar Kepri Indek