Mantan Sekdaprov Dan Kabiro Umum Pemprov Kepri Jadi Saksi Kasus Korupsi
Tanjungpinang, Radar Kepri- Sidang dugaan korupsi dana hibah di Dinas Sosial (Dinsos) Kepri, hari ini, Jumat (11/11) kembali digelar dengan agenda mendengarkan 6 orang saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejati Kepri.
Enam orang saksi itu adalah, TS Arif Fadillah (mantan Sekdaprov saat Kadis DKP,red) .Vivi Chandra, Martin Luther Moremon (mantan Kabiro Umum saat ini Sekwan,red), Tria Libriyanti, Maizanul Ichwan (Bendahara DPKAD) dan Kuntum Purnomo (Kabag Perudang-undangan Pemprov Kepri,red).
Saksi TS Arif Fadillah selaku ketua TAPD Kepri menjawab pertanyaan ketua majelis Hakim tentang jabatan terdakwa Suparman alias Arman mengatakan.”Kepala bidang di Bappeda Kepri dan menjabat wakil ketua di TAPD.”katanya.
Tentang apakah dirinya selaku Sekda Provinsi Kepri ada kewenangan memverifikasi dokumen terutama proposal yang masuk.”Itu wewenang wakil ketua yang juga kepala DPPKAD dan OPD.”ujarnya.
Selanjutnya, saksi Martin yang dicecar pertanyaan jaksa. Terutama proposal yang masuk ke biro umum. Martin mengatakan sebanyak 45 proposal yang bermasalah tidak ada masuk biro umum t, tapi yang lain ada masuk. Menurur Martin.”Sesuai SOP surat yang masuk ke pimpinan, masuk dulu ke biro umum baru diteruskan tujuan.”katanya. Proposal yang masuk ke Gubernur, menurut Martin tergantung disposisi Gubernur.
Martin merupakan anggota TAPD mengaku tidak pernah diundang dalam rapat pembahasan hibah bansos yang 45 proposal tersebut.”Kita tidak pernah diundang dan tidak tahu masalah ini (proposal yang 45,red).”ujarnya.
Dari BAP Martin saat diperiksa Polda Kepri, Martin menyebutkan ada 96 proposal yang masuk ke biro umum.”Saya kurang tahu, bisa ditanyakan ke ibu Tria.”katanya. Saksi Tria membenarkan.”Iya, ada sekitar 96.”ucapnya.
Menurut Martin, proposal yang masuk ke Gubernur maupun dan OPD tanpa melalui Biro Umum.”Harusnya teregistrasi di biro umum baru diteruskan ke Gubernur atau OPD.”tegasnya.
Saksi Kuntum Purnomo mengatakan posisinya bersifat koordinasi dan legal drafting. Menjawab pertanyaan jaksa tentang dana hibah, menurut saksi.”Proposal hibah dari DPPKAD Kepri.”ujarnya.
Menurut saksi Kuntum Purnomo setiap OPD harus memiliki tim verifikator yang ditunjuk dan di SK-kan oleh Gubernur.
Terhadap NPHD 45 proposal yang bermasalah, saksi Kuntum Purnomo mengakui ada menerima.”Tapi tidak melihat keasliannya, kami hanya melakukan legal drafting aja.”ucapnya.
Mengenai apa fungsi legal drafting.”Kami hanya menyandingkan, mengharmonisasikan dengan formulir inisiator. Hanya mencocokkan naskah NPHD dari OPD dengan juknis Gubernur.”ujarnya.
Terkait lembar hijau yang menjadi pedoman pencairan.”Jika tidak dibuat lembar tidak dicairkan, tapi bukan syarat mutlak. Karena lembar hijau itu bukan produk hukum seperti pencairan ke Polda, tak ada lembar hijau.”terangnya.
Saksi Tria Libriyanti merupakan Kasubag di Biro Umum mencatat dan meregistrasi surat masuk dan diteruskan ke tujuan, OPD maupun Gubernur.
Selanjutnya saksi Maizanul Ichwan yang juga Bendahara Umum Daerah (BUD) menjelaskan mekanisme dan tugasnya sampai ketahap pencairan.”Pengusulan pencairan dari bendahara DPPKAD bersama syarat-syaratnya, baru diterbitkan SPM (Surat Perintah Membayar,red).”ucapnya.
Persidangan hari ini digelar secara offline dimana para terdakwa dihadirkan ruang sidang secara langsung dan mendengarkan keterangan saksi-saksi.
Dalam perkara ini, penyidik Polda Kepri telah menetapkan 6 orang tersangka yakni, Tri Wahyu Widadi, M Irsyadul Fauzi, Mustafa Sasang, Suparman dan Muksin (DPO).
Kerugian negara dengan modus proposal tanpa kegiatan ini menurut BPK Kepri Rp. 6.215.000.000 dalam kurun waktu 2019-2020. Persidangan dipimpin Anggalontan Boang Manalu SH sebagai ketua majelis hakim dengan anggota Albifer SH MH (digantikan Risbarita Simaringkir SH) dan Syaiful Arif SH.
Persidangan dilanjutkan Senin (14/11) akan dihadirkan 9 orang saksi lagi oleh JPU yang terdiri dari notaris, pemilik hotel dan beberapa orang lainnya.(Irfan)