; charset=UTF-8" /> Jibun Mati Suri - | ';

| | 493 kali dibaca

Jibun Mati Suri

Oleh : Irfan Atatrik ST.

Empat hari empat malan Jibun nyaris begadang menahan sakit. Sakit dibadan dan sakit dihati membuat fisiknya semakin lemah. Mata Jibun mulai memerah dan nanar melihat bilik bomoh tempatnya dirawat terasa makin gelap.

Jibun terhenyak, tiba-tiba di melihat dirinya terdiam kaku. Beberapa saudaranya terlihat disekeliling tubuhnya yang diselimuti kain putih. Dengan jelas Jibun melihat, saudara, istri dan dua anaknya menangis. Beberapa handai tolan yang dikenalnya membaca surat yasin.

Jibun mencoba menyapa dan bertanya pada mereka yang hadir. Tak satupun yang mendengarnya.”Kenapa mereka tak mendengar aku memanggil. Apakah mereka sudah tuli ?.”ucap Jibun.

Bahkan teriakan Jibun juga tak didengar, Jibun makin panik ketika kain panjang yang awalnya menutup hingga dada, kini ditarik hingga menutup wajahnya.”Apakah aku sudah mati.”batin Jibun mulai bicara.

Sepasang tangan kekar menarik Jibun dari ruangan itu, Jibun sekuat tenaga memberontak berusaha melepaskan jepitan dua tangan kekar yang menariknya menuju kegelapan. Jibun mati suri…!.

Perlawanan Jibun sia-sia, dua tangan kekar berhasil memaksa Jibun meninggalkan ruangan itu. Jibun dibawa ketempat gelap dan sunyi. Keheningan ini menambah ketakutan Jibun. Satu jam, dua jam Jibun dibiarkan dalam kesunyian. Jibun akhirnya meratap, melolong, menangis dan berdoa agar arwahnya dikembalikan ke tubuhnya. Jibun berjanji dan bersumpah akan tobat. Lama Jibun terhenyak dalam kesunyian.

Tiga jam kemudian dua tangan kekar kembali menyeret Jibun.”Waktu-mu belum tiba.Kembalilah.”ucap pemilik tangan kekar yang membawa Jibun kembali keruangan tempat tubuhnya terbujur.

Jibun melihat ruhnya masuk kembali ke tubuhnya. Jantungnya kembali berdenyut, nadinya kembali bergetar. Jibun mencoba bangun sehingga membuat pelayat berhamburan.”Jibun hidup lagi.”teriak pelayat lintang pukang melarikan diri.

Roh Jibun boleh saja kembali, namun sakit dipinggulnya akibat ditabrak Kiah, sang istri belum sembuh. Bahkan hasil analisa bomoh, tulang selangka Jibun yang ditabrak Kiah retak. Bomoh di negeri Antah Berantah sudah angkat tangan menyembuhkan Jibun. Bomoh menyarankan agar Jibun dibawa ke Ibu Kota Kerajaan yang memiliki alat lebih canggih.

Meski Kiah masih sakit hati karena dikhianati dan dipelasah Jibun, namun untuk menampilkan citra seolah-olah hubungan rumah tangga mereka baik-baik saja. Dengan rasa muak, Kiah akhirnya membawa Jibun ke bomoh di pusat kerajaan. Jibun masih mencoba menampik uluran tangan Kiah. Jibun terkenang foto selfi Kiah dengan selingkuhannya, Jibun masih merasa jijik disentuh Kiah. Bahkan saat dikursi rodapun, Jibun ogah didorongkan oleh Kiah. Jibun lebih memilih mengayuh kursi roda dengan tangannya.”Urusan kita belum selesai.”singkat Jibun saat Kiah mencoba berbaik hati.

Mendengar ucapan sinis Jibun ini, didepan handai taulan yang turut mengantar Jibun, Kiah mencoba tersenyum meski dipaksakan. Senyum Kiah ini justru membuat Jibun panas, pasalnya selingkuhan Kiah, seorang bomoh muda justru bermukim di ibu kota kerajaan.”Senang hati nampaknya mau ke ibu kota.”sindir Jibun yang membuat muka Kiah merah padam. Kiah sadar kemana arah ucapan Jibun namun hanya bungkam, malas ribut.

Jibun akhirnya dirawat di bomoh pusat kerajaan, namun kondisi fisiknya masih lemah.  Beban pikiran dan tekanan batin masih menghimpitnya. Dalam kesendirian, sesekali, melintas bayangan Dara yang saat ini telah menjanda. Janji Jibun pada Dara masih segar dalam ingatanya. Wajah Dara yang memelas membuat Jibun sedih. Namun Jibun belum bersikap.

Apa keputusan Jibun ?, mempertahankan rumah tangganya yang sudah porak-poranda demi gengsi ? Bubar demi harga diri ?. Hanya waktu dan Jibunlah yang bisa menjawab.

Ditulis Oleh Pada Sen 04 Feb 2019. Kategory Cerpen/Opini, Terkini. Anda dapat mengikuti respon untuk tulisan ini melalui RSS 2.0. You can skip to the end and leave a response. Pinging is currently not allowed.

Komentar Anda

Radar Kepri Indek