; charset=UTF-8" /> Di Lingga Dilarang, Di Natuna Tambang Bebas Beraktifitas - | ';

| | 125 kali dibaca

Di Lingga Dilarang, Di Natuna Tambang Bebas Beraktifitas

Tanjungpinang, Radar Kepri-Salah satu alasan Gubernur Kepri menghentikan aktifitas penambangan pasir, termasuk pasir kuarsa dan silika di Kabupaten Kepulauan Lingga adalah tidak sesuai tata ruang.

Menyikapi alasan tersebut, sumber radarkepri.com menanggapi.”Jika alasan belum ada perda RTRW. Mestinya sejak tahun 2013 yang nambang di Lingga itu harus dipidanakan semua.”ujar sumber yang meminta namanya tidak ditulis.

Sekedar informasi, tahun 2013 lalu, jutaan material mentah mengandung bouksit, timah biji besi telah dikeruk dari Bumi Bunda Tanah Melayu dengan berbagai modus. Di Pulau Temiang, jutaan ton bijih besi dikeruk hingga kedalaman hampir 40 meter dengan dalih pembangunan resor wisata. Ujung-ujungnya, biji besi habis dikeruk, pulau Temiang luluh lantak, resort wisata tinggal cerita. Penambang bebas melenggang.

Penambangan serupa terjadi di pulau Singkep, desa Marok dan Marok Tua luluh lantak usai penambangan bauksit dan pasir kuarsa. Tanpa ada RTRW penambangan terus berlanjut hingga akhirnya menimbulkan kerusakan lingkungan akut.

Di Kabupaten Natuna, aktifitas tambang, khususnya tambang pasir kuarsa justru direstui Gubernur Kepri karena sudah ada RTRW yang terindikasi cacat administrasi dan berpotensi menjadi masalah hukum.

Dilansir koranperbatasan.com, sejumlah kejanggalan terungkap dalam penambangan pasir kuarsa di Natuna.

Berikut uraian koranperbatasan.com tentang kejanggalan penambangan di Natuna yang diturunkan secara utuh diunggah pada 2 Juni 2022 lalu.

Evaluasi revisi penetapan Peraturan Daerah (Perda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Nomor 18 tahun 2021 tentang RTRW Kabupaten Natuna tahun 2021-2041 yang sekaligus mencabut Perda Nomor 10 tahun 2012 tentang RTRW Kabupaten Natuna tahun 2011-2031 diduga cacat hukum dan sarat kepentingan.

Dugaan sarat kepentingan tersebut berawal dari munculnya surat sakti yang dikeluarkan dan ditandatangani oleh Pelaksana harian (Plh) Bupati Natuna, Hendra Kusuma dimasa transisi pergantian Bupati Natuna Hamid Rizal menjelang pelantikan Bupati Natuna, Wan Siswandi.

“Saat itu saya belum jadi bupati dan Pak Hamid juga sudah selesai masa jabatannya, sehingga usulan tersebut ditandatangani Hendra Kusuma,” kata Bupati Natuna Wan Siswandi menjawab Aliansi Natuna Menggugat dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) pro-kontra masuknya perusahaan tambang pasir kuarsa, di Ruang Rapat Paripurna DPRD Natuna, Jum’at 27 Mei 2022 lalu.

Surat yang dimaksud adalah Nomor : 650/PUPR/107/2021 dikeluarkan pada tanggal 05 Mei 2021. Surat tersebut berisikan tentang evaluasi revisi RTRW Kabupaten Natuna. Dalam pembahasannya, Pansus RTRW DPRD Natuna menyepakati penambahan substansi persub dari kawasan perkebunan ditambah pertambangan untuk kebutuhan lokal.

“Perda-nya sudah disahkan, perubahannya tanpa pengesahan. Ada beberapa wilayah diperuntukan selain perkebunan, juga sebagai wilayah tambang, tidak lebih dari 25 hektar. Hanya untuk memenuhi kebutuhan pembangunan di dalam kabupaten saja. Namanya wilayah pertambangan rakyat, itu untuk kebutuhan lokal, izinnya tetap di provinsi,” ungkap Marzuki, Ketua Pansus.

Berjalannya waktu setelah pengesahan, Marzuki mengaku tidak tahu jika Perda RTRW yang telah dibahasnya terjadi revisi, pada saat meminta persetujuan dari substansi Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) RI.

“Saya tidak bisa memastikan usulan munculnya dari mana? Apakah dari daerah, provinsi, atau pusat. Sampai saat ini, kita tidak memiliki bukti otentik, atau surat-surat yang dimaksud. Saya kurang mengerti tentang itu, yang jelas usulan itu tidak melalui paripurna DPRD,” tegas Marzuki.

Dari pengakuan Marzuki, diduga evaluasi revisi Perda RTRW Natuna tahun 2021-2041 dibuat sepihak dan cacat hukum. Karena perda yang berisikan perubahan penambahan luas kawasan industri pertambangan dari wilayah pertambangan rakyat direvisi menjadi tidak terbatas, tanpa sepengetahuan Pansus DPRD Natuna.

Selain Ketua Pansus, Wakil Ketua II DPRD Natuna, Jarmin Sidik juga mengaku tidak tahu jika Perda RTRW yang dimaksud terjadi perubahan. Ia baru megetahui setelah adanya RDP DPRD Natuna bersama Aliansi Natuna Menggugat dengan Bupati Natuna Wan Siswandi dan pengusaha tambang pasir kuarsa di Kantor DPRD Natuna, Jum’at 27 Mei 2022 lalu.

“Saya tidak tahu. Nanti saya tanya sama pimpinan dan pansus. Kita memang tidak pernah diberitahu tentang revisi-revisi itu,” jawab Jarmin, singkat, sambil berjalan menuju pelabuhan, Rabu, 01 Juni 2022.

Bupati Natuna, Wan Siswandi dalam RDP saat itu pun sempat menyebut bahwa dirinya ada mengeluarkan surat. Hanya saja ia tidak menjelaskan lebih jauh surat-surat yang dimaksud.

“Karena belum disahkan, makanya saya ketika dilantik jadi Bupati Natuna memohon lagi, menyurati lagi, apa yang menjadi persoalan yang sudah didahului,” sebutnya.(red/KP)

Ditulis Oleh Pada Jum 06 Okt 2023. Kategory Tanjungpinang, Terkini. Anda dapat mengikuti respon untuk tulisan ini melalui RSS 2.0. You can skip to the end and leave a response. Pinging is currently not allowed.

Komentar Anda

Radar Kepri Indek