; charset=UTF-8" /> Tinjauan Kasus Tambang Bauksit Di Bintan - | ';

| | 505 kali dibaca

Tinjauan Kasus Tambang Bauksit Di Bintan

Sidang dugaan korupsi tambang.

 

Tanjungpinang, Radar Kepri-Penanganan perkara tindak pidana korupsi pemberian IUP OP untuk Penjualan Bauksit di Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2018-2019 yang dilakukan oleh penyidik Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau cukup menyita perhatian masyarakat Kepri.

Perhatian masyarakat terutama tertuju pada nilai kerugian Negara sejumlah Rp 32 Milyar Rupiah berdasarkan perhitungan BPKP Perwakilan Kepulauan Riau, nilai kerugian yang tinggi untuk penanganan korupsi di tingkat daerah. Keberhasilan dalam proses penyidikan tersebut menjadi salah satu indikator yang mengantarkan Kejati Kepri meraih prestasi peringkat ke-3 terbaik dalam hal penanganan kasus korupsi Se-Indonesia tahun 2020.

Apresiasi secara personal juga diterima oleh sebagian pejabat penyidik dalam perkara ini yang dipromosikan sebagai Kejari di beberapa daerah di Indonesia, termasuk beberapa daerah yang juga kaya dengan Sumber Daya Alam sehingga menjadi tantangan tersendiri bagi para pejabat Kejaksaan dimaksud
Untuk sekedar kilas balik, proses penyidikan yang dimulai sejak Juli 2019 tersebut menetapkan 2 Kepala Dinas dilingkungan Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau yaitu Sdr Amjon Eks Kadis ESDM Provinsi Kepulauan Riau dan Azman Taufik eks Kadis PMPTSP Provinsi Kepulauan Riau hingga berlanjut pada penetapan tersangka terhadap 10 orang pengusaha pada akhir April 2020.

Proses penyidikan berlanjut hingga penahanan 12 tersangka tersebut pada awal September 2020 dan saat ini persidangan terhadap kasus tersebut sedang bergulir dan memasuki babak akhir.
Selama persidangan berjalan, pemeriksaan saksi lebih banyak berkutat pada kesalahan-kesalahan administrasi yang dilakukan oleh instansi teknis dalam hal ini Dinas ESDM Provinsi Kepulauan Riau, semisal pembuatan laporan perjalanan dinas yang tidak sesuai, pembuatan Surat Keputusan tanpa melalui legal drafting, termasuk pembuatan IMB oleh para camat dilingkup Kabupaten Bintan yang berdasarkan Peraturan Bupati Bintan sudah diluar kewenangan para camat tersebut.

Berlanjut pada pemeriksaan saksi yang terdiri dari pihak perusahaan PT Gunung Bintan Abadi sebagai perusahaan yang membeli seluruh bauksit yang dihasilkan oleh para terdakwa pengusaha, para pemilik lahan, konsultan sebagai “otak” atas seluruh dokumen permohonan dan perencanaan yang diajukan perusahaan serta beberapa orang saksi yang memiliki peran berbeda dalam perkara ini. Benang merah atas keterangan para saksi-saksi tersebut adalah mereka sebagai pihak yang turut menikmati keuntungan atas aktivitas penjualan kesepuluh terdakwa yang merupakan badan usaha pemilik izin IUP OP untuk penjualan dimaksud.

Hal ini dibuktikan dengan adanya titipan pengembalian kerugian Negara sejumlah 8 Milyar yang dilakukan oleh salah seorang saksi pemilik lahan dan disampaikan saat sidang pembacaan tuntutan.
Publik kembali dikejutkan atas pembacaan tuntutan sebagaimana yang dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum pada persidangan hari Kamis 18 Februari 2020, dimana para Kepala Dinas dituntut hukuman penjara 14 tahun dan 13,6 tahun serta para pengusaha dituntut variatif dengan hukuman penjara 5,6 tahun sampai dengan 8,6 tahun ditambah pidana tambahan berupa pengembalian kerugian negara yang nilainya milyaran tersebut. Pertanyaan masyarakat bermunculan, jika pun memang para terdakwa bersalah, haruskah dituntut sedemikian tinggi?.

Bukankah jika mereka keliru dalam mengurus izin seharusnya bisa ditolak oleh instansi terkait? Bagaimana dengan pihak-pihak yang benar- benar menikmati keuntungan dari penjualan perusahaan ini? Bagaimana status PT Gunung Bintan Abadi sebagai perusahaan yang “menampung” seluruh bauksit hasil penjualan tersebut ? atau haruskah kesalahan administrasi dihukum dengan undang-undang korupsi??
Satu hal yang yang perlu kita sadari bersama bahwa perkara hukum ini menjadi topik dan perhatian masyarakat umum sehingga berpotensi menjadi preseden buruk bagi dunia usaha khususnya usaha pertambangan dan perkembangan investasi terutama diwilayah Provinsi Kepulauan Riau sebagaimana yang digalakkan oleh Presiden Joko Widodo selama ini berdasarkan Peraturan Presiden No 91 Tahun 2017 tentang Percepatan Pelaksanaan Berusaha dan Instruksi Presiden No 7 Tahun 2019 tentang Percepatan Kemudahan Berusaha. Preseden buruk dimaksud yaitu munculnya ketidakpastian hukum dalam proses pelayanan publik, dimana pelaku usaha sebagai pemohon izin diminta pertanggungjawaban pidana atas kesalahan-kesalahan administrasi yang terjadi pada instansi pemberi izin dan kesalahan tersebut tanpa sepengetahuan apalagi campur tangan dari pihak pemohon. Selama proses persidangan tidak pernah sekalipun terungkap dalam fakta persidangan adanya perbuatan suap, gratifikasi ataupun tekanan dari pihak pengusaha sebagai pemohon saat mengajukan izin dimaksud kepada kedua kepala dinas tersebut, namun justru antara pihak pengusaha dengan pejabat dimaksud sebagian besar tidak saling mengenal.
Ketidakpastian hukum lainnya yang muncul adalah adanya penerapan hukum yang berbeda untuk kasus serupa. Kita ketahui bersama bahwa terkait pertambangan memiliki regulasi tersendiri yaitu UU No 4 Tahun 2009 sebagaimana diubah dengan UU No 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara atau lebih dikenal dengan UU Minerba. Jika para terdakwa sebagai pengusaha dianggap melakukan penjualan tanpa izin yang sah, apakah harus dituntut dengan menggunakan UU Tindak Pidana Korupsi, bukan UU Minerba?.

Bukankah pernah terjadi kasus serupa sekitar tahun 2018 dimana salah seorang pengusaha tambang di Tanjungpinang dipidana dengan pedoman UU Minerba padahal memiliki perizinan yang serupa dengan ke-10 terdakwa selaku pengusaha pada perkara ini?
Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai salah satu lembaga penegakan hukum pernah mengusut 3 kasus serupa dengan perkara yang saat ini bergulir, yaitu :
1. Kasus korupsi mantan Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam pada tahun 2018 dan berakhir pada putusan di tingkat Kasasi dimana terdakwa tidak terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana pasal 2 dan pasal 3 UU Tindak Pidana Tipikor namun terbukti bersalah sesuai pasal 12B UU Tipikor karena terbukti menerima gratifikasi dari pihak perusahaan.
2. Korupsi Mantan Bupati Konawe Utara Aswad Sulaiman. Aswad Sulaiman ditetapkan KPK sebagai tersangka terkait pemberian izin pertambangan nikel selama menjabat bupati Konawe Utara. KPK menyebut indikasi kerugian keuangan negara dari korupsi itu diduga mencapai Rp 2,7 triliun. Namun sejak tahun 2017 ditetapkan sebagai tersangka hingga saat ini penyidikan masih berlangsung.
3. Korupsi Bupati Kotawaringin Timur Supian Hadi . Pada tahun 2019 KPK kembali menangani kasus dugaan korupsi terkait sumber daya alam (SDA) dengan kerugian fantastis, yakni Rp 5,8 triliun dan USD 711 ribu, dimana kasus ini sempat menghebohkan warga Tanjungpinang karena melibatkan pengusaha tambang terkenal di Tanjungpinang pula.Penyidikan kasus ini masih berlanjut hingga saat ini
Kasus kedua dan ketiga membuktikan pihak Komisi Pemberantasan Korupsi sangat berhati-hati dan tidak gegabah dalam menangani suatu perkara korupsi yang berhubungan dengan Sumber daya alam khususnya pertambangan , terlebih lagi belajar dari kasus eks Gubernur Sultra Nur Alam.

Dimana pembuktian materiil sebagai perbuatan melawan hukum jelas karena adanya unsur suap ataupun gratifikasi pada saat penerbitan izin, bukanlah kesalahan-kesalahan prosedur atau administrasi sebagaimana yang saat ini dialami ke-12 terdakwa. Dan dari ketiga kasus diatas, tidak ada 1 orang pun tersangka yang berasal dari pihak Swasta/ perusahaan karena perusahaan-perusahaan tersebut tentunya dapat beraktivitas hingga melakukan penjualan karena adanya perizinan yang diterbitkan oleh para pejabat tersebut, sebuah dokumen perizinan yang sah pada saat itu.

Analisa diatas sejujurnya penulis buat bukanlah sebagai alasan pembenaran, namun untuk menginformasikan kepada publik permasalahan sebenarnya terjadi. Dan lembaga peradilan terntunya memiliki pertimbangan tersendiri guna memutus perkara ini secara objektif dan berkeadilan.(irfan)

Ditulis Oleh Pada Sel 23 Feb 2021. Kategory Tanjungpinang, Terkini. Anda dapat mengikuti respon untuk tulisan ini melalui RSS 2.0. You can skip to the end and leave a response. Pinging is currently not allowed.

Komentar Anda

Radar Kepri Indek