Revitalisasi Budaya Politik Dalam Pilkada Serentak 2020
Di Jawa Timur, partisipasi pemilih hanya berada pada angka 62,23 persen dengan margin of error 1,33 persen. Demikian juga halnya di Jawa Barat, 67,83 persen, Sumatera Utara, 68,54 persen dan Sulawesi Selatan, 74,43 persen (LIPI. 2018).
Lembaga lain seperti Lembaga Survei The Republic Institute yang melangsungkan quick count tahun 2018 mengemukakan bahwa target Komisi Pemilihan Umum (KPU) belum tercapai dalam pemilihan 2018. Penyebabnya adalah sosialisasi kepada masyarakat kurang maksimal.
Sedangkan data partisipasi masyarakat pada Pemilihan Presiden (Pilpres) tahun 2019 yang dirilis oleh KPU menunjukkan angka yang cukup signifikan yakni 81 % (delapan puluh satu persen) (Sumber: nasional.kompas.com).
Meskipun terjadi peningkatan angka partisipasi tersebut, namun hal itu tidak menjadi jaminan bahwa dalam Pilkada serentak tahun 2020 nanti akan terjadi peningkatan pula. Rasa-rasanya masih dibutuhkan sebuah technical approach yang tepat, agar melahirkan solusi yang relevan dengan perkembangan masyarakat dewasa ini (yang progresif dan solutif).
Setidaknya ada beberapa faktor penyebab belum optimalnya partisipasi politik masyarakat di Indonesia, khususnya di kalangan masyarakat pinggiran, antara lain:
Pertama, minimnya sosialisasi kepada masyarakat lapisan bawah, terutama di desa-desa. Masyarakat desa tergolong memiliki kepekaan politik yang masih lemah dan membutuhkan sentuhan. Tidak heran kalau dalam setiap Pemilu maupun Pilkada, hak pilih masyarakat yang sangat potensial ini terkadang disia-siakan atau tidak digunakan.
Kedua, adanya sikap skeptis terhadap politik.
Skeptis selalu dimaknai sebagai rasa kurang percaya atau ragu-ragu. Keraguan dan kurang percaya kepada para politisi atau calon politisi itu disebabkan karena masyarakat terlanjur banyak mendengar dan menyaksikan perilaku menyimpang yang dilakukan para politisi.
Sikap semacam ini akan menjadi faktor penghambat terciptanya iklim politik yang sehat, di tengah-tengah masyarakat. Maka dibutuhkan sosialisasi, pendekatan dan pendidikan yang inten dan serius, agar tumbuh kembali kepercayaan masyarakat terhadap politik, proses politik maupun kepada para politisi/calon politisi.
Ketiga, faktor kepentingan pragmatis dalam Politik.
Kepentingan-kepentingan yang sifatnya pribadi lebih dominan daripada kesadaran politik secara batiniah. Dalam hal ini tujuan utamanya adalah kepentingan terhadap keuntungan individu, dimana seorang pemilih akan lebih cenderung mengedepankan keuntungan material dalam pemilihan tersebut.
Sehingga pemilihan dalam Pemilu maupun Pilkada bukan lagi menjadi kesadaran hati nurani masyarakat, melainkan hanya kepentingan pragmatis yang menjadi orientasi masyarakat. Keadaan tersebut menyebabkan hilangnya budaya politik, yang sifatnya partisipatif dan berdasarkan kesadaran hati nurani.
Berkenaan dengan hal tersebut, dapat dikerucutkan bahwa permasalahan utama yang memengaruhi kemajuan politik di Indonesia adalah tingkat pemahaman politik masyarakat yang masih lemah. Apabila pemahaman masyarakat terhadap politik rendah, maka akan berimbas pada kesadaran politik tingkat pelajar, mahasiswa, masyarakat desa dan sebagainya.
Perlu diingat bahwa masyarakat desa, mahasiswa maupun pelajar (SMA dan Sederajat) merupakan masyarakat yang multikultural dan pusat peradaban di masa depan. Bahkan masih ada yang hidup berlandaskan pemikiran-pemikiran tradisional, yakni memandang politik bukanlah hal yang baik dan meneganggap politik hanya tempat menghabiskan uang rakyat.
Sehubungan dengan hal di atas, maka diperlukan suatu cara yang solutif untuk membendung terjadinya permasalahan politik di Indonesia ini. Salah satu technical approach yang patut dilakukan adalah merevitalisasi budaya politik partisipan pada Pilkada 2020, melalui berbagai program yang dapat meningkatkan kesadaran politik masyarakat.
Program tersebut diharapkan dapat mengembalikan marwah tipe budaya ‘Politik Partisipan’ dalam jiwa masyarakat untuk melahirkan pemilih-pemilih yang cerdas, santun dan berbudaya dalam Pilkada serentak tahun 2020 ini., sehingga pada gilirannya akan menunjang pembangunan demokrasi yang cerdas dan barkualitas.
Asmara Juana Suhardi, ST.,S.IP.,M.Si, adalah Penasehat Majelis Daerah Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (MD. KAHMI) Kabupaten Natuna Kepulauan Riau.