PK Belum Vonis, Pinem Dukung Gugatan Nguan Seng
Tanjungpinang, Radar Kepri-Barang bukti (BB) berupa biji bauksit sebanyak 50.000 ton yang berada dilokasi bekas tromol CV TKA, Sungai Sudip, Dompak, sudah lama lenyap. Bijih bauksit tersebut, diangkut oleh pihak PT Lobindo yang merasa sudah membeli BB tersebut dari Ferry Lee, yang menerima kuasa pengembalian BB berupa bijih bauksit dari kejaksaan negeri Tanjungpinang. Saat itu, Kasi Pidumnya dijabat oleh Syafri SH MH. Padahal Ferry sama sekali tidak pernah tercatat namanya dalam dua perkara yang berhubungan dengan CV TKA versus PT Kemayan Bintan tersebut.
Dalam perkara perdata, dalam tingkat kasasi MA RI memenangkan para tergugat, Mahkamah Agung tidak mengakui kepemilikan tanah yang di klaim oleh Suban Hartono hanya dengan bekal foto copy SHGB 00871. Namun entah mengapa, sudah beberapa tahun lamanya, perkara pidana illegal minning yang mengajukan PK, belum kunjung putus.”Rumit memang masalah ini, mulai pada tingkat pemeriksaan kedua perkara tersebut sampai kepada putusan, 2 orang hakim PN Tanjungpinang, T Marbun dan Rustiono, sudah melanggar ketentuan undang-undang (UU). Sebagaimana dimaksud pasal 2 ayat 3 UU RI No. 48 tahun 2009, dan juga ketentuan keputusan bersama ketua MA RI dan ketua Komisi Yudisial (KY) no. 047/KMA/SKB/IV/2009 dan No. 021/SKB/P.KY/IV/2009 tentang kode etik dan pedoman perilaku hakim untuk mengadili perkara.”terang Pinem menjawab Radar Kepri, Selasa (29/04).
Sementara dalam perkara pidana, Suban Hartono hanya memberikan bukti berupa foto copy SHGB tanpa pernah memperlihatkan yang aslinya. Lalu kemudian dia mengumunkan SHGB-nya hilang. Begitu mudah sebuah SHGB hilang ? Jadi yang dilaporkan hilang ada 4 SHGB, 00871, 00872, 00873 dan 00874.”Itu yang menjadi pertanyaan besar bagi penegakan hukum dan keadilan itu sendiri di negeri ini.”tegas Pinem.
Selama ini Suban sudah membuat berbagai laporan polisi dan memasukan orang ke penjara dengan hanya modal foto copy sertifikat HGB. Lalu tiba-tiba dia melaporkan sertifikat HGBnya hilang, meminta BPN menerbitan sertifikat yang baru.
Selain Pinem, Nguan Seng sangat heran, mengapa BB berupa bijih bauksit yang disita PN Tanjungpinang, bisa raib dari tempatnya padahal perkara pidananya masih dalam proses. Berdasarkan pasal 231 ayat 1 KUHP dijelaskan, barang siapa yang sengaja menarik satu barang yang disita atas perintah hakim dan mengetahui barang ditarik dari situ dan menyembunyikannya adalah salah dan melanggar UU. BB bauksit sudah tidak ditempat, tidak diketahui apakah dilelang atau dijual atau hilang.”Sampai sekarang kita tidak tahu, kalau dilelang harusnya kita tahu risalahnya. Kalau BB dijual kenapa alat-alat berat tidak ikut dilelang sampai sekarang ? berarti hukum itu tidak bisa dijadikan satu, ya ?” tukas pemilik PT Pinang Lestari ini.
Di ungkapkan keduanya, semua bukti yang dimiliki pihaknya sahih. Adanya kemungkinan pihak Suban mengajukan PK atas perkara perdata harus menjadi perhatian PN Tanjungpinang. Karena syarat PK harus berdasarkan bukti baru atau novum. Untuk perdata biasanya harus ada bukti hak kepemilikan, yaitu bukti kepemilikan berupa sertifikat.
Yang patut untuk diperhatikan, SHGB yang harus dihadirkan pada saat PK nanti, harus SHGB yang asli. Kalau tidak ada yang asli bagaimana mengajukan PK ? Kedua, foto copy SHGB ini pun sudah dilaporkan hilang dan BPN tidak menerbitkan sertifikat yang baru kepada Suban Hartono terhadap sertifikat yang hilang/sertifikat penganti.
Dalam arti, Suban tidak memiliki sertifikat SHGB 00871 yang asli. Selain itu, yang menghubungkan Suban Hartono ataupun PT Kemayan Bintan dalam perkara ini adalah Pol: LP/B.81/IV/2009 tanggal 21 April 2009 tentang penyerobotan tanah dan pencurian. Laporan polisi ini sudah dicabut oleh Suban Hartono.”Secara hukum harusnya, Suban Hartono sudah terputus dengan perkara. Sehingga dia tidak ada lagi hak mengajukan PK dalam hal ini, ada bukti langsung dari Kapolres yang mengatakan laporan dicabut berdasarkan perdamaian. Tetapi kita tidak tahu perdamaian dengan siapa ? hanya sepihak saja.”beber Pinem lagi.
Dengan fakta-fakta ini, keduanya berharap ketua PN Tanjungpinang yang baru, bisa melihat perkara ini dengan cermat.”Jika ketua PN Tanjungpinang masih menerima PK Suban, kita sudah sangat bingung dengan proses hukum di negara kita ini. Baca pasal 261, 262 dan 263 KUHAP tentang syarat-syarat PK, dan dalam pasal 46 KUHAP diatur tentang pengembalian BB haruslah kepada orang yang namanya disebutkan dalam putusan. Dan mengenai sanksinya dalam pasal 231 KUHP. Dan kalau penegak-penegak hukum tetap melanggar hal ini, kita tidak tahu lagi mau kemana rakyat mencari keadilan.”terang mantan ketua Mbuah Page itu.
Sependapat dengan Pinem, Nguan Seng, sangat berharap ketua PN Tanjungpinang yang baru jangan sampai terjebak dalam lingkaran perkara ini. Dengan mencermati secara seksama perkara yang sebenarnya.”Kita tidak mau berselisih dengan ketua PN yang baru, kita sayangkan beliau, kita mau beliau mengacu pada perkara yang sebenarnya. Jangan ada lagi rekayasa.”harap Nguan Seng.
Ditambahkan Pinem.“Kita sayang kepada ketua hakim yang baru ini. Jangan sampai beliau ikut terseret didalamnya, perkara ini sarat rekayasa. Diantaranya, dalam perkara perdata, berdasarkan hak kepemilikan semua tahu, kepemilikan Suban Hartono atau PT Kemayan Bintan, terhadap tanah yang diklaim miliknya hanya berdasarkan kepada foto copy SHGB 00871 yang notabene fiktif atau palsu. Kenapa, karena dari awal perkara disidangkan, baik suban Hartono, Polisi, JPU, maupun hakim tidak pernah dapat menunjukkan sertifikat aslinya.”sambung Pinem.
Sedangkan Nguan Seng berpendapat, apa bila gugatan perdata telah diajukan, kemungkinan pihak Suban akan mengajukan PK.”Kita berharap pihak-pihak yang terkait dalam keputusan gugatan ini, benar-benar berdiri di atas UU dan memutuskan perkara dengan seadil-adilnya. Perkara ini sudah melebar kemana-mana, kita tidak mau lagi PN Tanjungpinang ini diracuni oleh pihak-pihak yang tidak bertangungjawab yang hanya memikirkan keuntungan pribadi semata,”ujarnya.
Fiktifnya keberadaan SHGB yang mengatasnamakan PT Kemayan Bintan, dengan mengklaim secara global tanah Dompak masuk dalam sertifikatnya, diperkuat dengan kasus Binahar Manurung cs (pencabutan patok), yang sudah pada tahap putusan terhadap beberapa perwira polisi yang terlibat dalam penyidikan kasus tersebut.
Dua tahun status Manurung cs mengantung tanpa kepastian, apakah SP3 atau lanjut. Dalam sidang kode etik tersebut terungkap, bahwa berkas yang dikirim polisi ke kejaksaan ditolak. Jaksa meminta pihak kepolisian melengkapi berkas dengan melampirkan bukti asli SHGB 00873. Namun pihak penyidik yang menanggani perkara ini tidak mampu menghadirkan SHGB 00873 asli yang diminta pihak kejaksaan, tetapi tidak pula menetapkan status para tersangka.(lanni)