Indonesia Juara II Ekspor PSK ke Malaysia, Ada Apa Dengan PDRM (Bagian-1)
Tanjungpinang, Radar Kepri-Mengejutkan, itulah kata yang pantas diucapkan mengetahui negara kita, Indonesia ternyata menjadi Runner up alias juara II dalam hal “ekspor” pekerja seks komersial (PSK) ke negeri Jiran Malaysia. Kepri, khususnya, Tanjungpinang, Batam dan Tanjungbalai Karimun menjadi pintu keluar utama para penjaja birahi ini menuju semanajung Malaysia.
Hal diatas diungkap sumber radarkepri.com yang sering keluar masuk Malaysia mengamati arus PSK dari Kepri ke Malaysia.
Menurut sumber yang enggan ditulis namanya, geliat prostitusi di negeri jiran, Malaysia, tumbuh kembang dan berjalan secara terselubung. Meski disebut sebagai hal yang ilegal, namun prostitusi di Malaysia seolah tak pernah bisa diberantas tuntas. Polisi Diraja Malaysia (PDRM) juga terkesan kurang rajin operasi “jenayah” atas penyakit masyarakat ini.
Sumber menuturkan prostitusi yang masih eksis hingga Harini setidaknya “bersemayam” di beberapa tempat tertentu atau sebutlah “Red-Light District” di Georgetown, Ipoh, Johor Baru, Kuantan dan Ibu Kota Malaysia, Kuala Lumpur
Beberapa tahun lalu, Kepolisian KL mengklaim menahan lebih dari 2000 PSK asing yang diduga korban perdagangan manusia, sebagai hasil razia besar-besaran.
Sebanyak 1.030 PSK di antaranya berasal dari China, 387 dari Indonesia, 237 dari Thailand, 222 Vietnam dan 188 PSK asal Filipina.
Para PSK asal Indonesia ini, biasanya muncul di jalan-jalan pada malam hari. Biasanya para PSK kelas atas ‘mangkal’ di spot-spot dekat sejumlah klub malam KL, seperti di daerah Bukit Bintang, Jalan Sultan Ismail dan Jalan Imbi.
Sementara untuk PSK “kelas menengah” kebawah biasanya eksis di kawasan pasar Lorong Haji Taib, di mana terdapat banyak hotel-hotel melati yang “merangkap” rumah bordil dan flat atau kos-kos-an harian, mingguan dan bulanan.
Sementara di kawasan “red-light district” lainnya seperti di Chow Kit, tidak hanya para PSK wanita, tapi para transgender juga menjajakan diri.
Dikatakan sumber, selain dijalankan, tempat-tempat spa dan pijat, sebagaimana halnya di Indonesia, juga beroperasi secara terselubung menyediakan para PSK. Tempat-tempat pijat “plus-plus” itu terdapat di Jalan Alor, Jalan Hicks, Jalan Imbi dan Jalan Petaling.
Sedangkan di kawasan Klang Valley, ternyata tidak hanya terdapat bar-bar Jepang yang jadi tempat hiburan malam terselubung, tapi juga kafe-kafe dangdut dengan para penari striptis setengah telanjang asal Indonesia.
Lalu berapakah tarif para PSK itu sekali kencan ? Apakah ada oknum PDRM yang menerima uang “lendir” tersebut hingga bisnis prostitusi yang rentan dengan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) ini terkesan aman dan dibiarkan ?.
Kemudian apakah ada oknum imigrasi main mata sehingga para PSK ini “selalu lolos” dari dengan dalih wisata dan mengunjungi keluarga padahal menjadi PSK.
Jawaban diatas akan diuraikan dalam edisi ke II yang dirangkum media ini dari berbagai sumber.(irfan)