; charset=UTF-8" /> Alih Fungsi Lapangan Bola Jadi Situs Cagar Budaya Di Pertanyakan - | ';
'
'
| | 1,773 kali dibaca

Alih Fungsi Lapangan Bola Jadi Situs Cagar Budaya Di Pertanyakan

Inilah lLapangan sepakbola di Tande yang jadi cagar budaya.

Inilah lapangan sepakbola di Tande yang jadi cagar budaya.

Lingga, Kepri Info-Alih fungsi lapangan sepak bola Krida menjadi situs Benda Cagar Budaya (BCB) di Jalan Masjid Sultan Lingga, Tanda Hilir Kelurahan Daik. Dimana, saat ini di lapangan Krida sudah di bangunan pemerintah menjadi taman hijau. Selain itu situs yang masuk dalam daftar penetapan BCB baik bergerak maupun tidak bergerak berdasarkan keputusan Bupati Lingga Nomor 08/KPTS/I/201,telah dirubah bentuk dan fungsinya. Menjadi pertanyaan dan di nilai janggal ditetapkannya sebagai situs cagar budaya berdasarkan SK bupati tersebut.
Selain bentuk dan fungsi yang bergeser akibat pembangunan taman dengan bangunan Gazebo di zonasi situs, BCB lapangan Krida dinilai warga bukanlah pemanfaatan cagar budaya melainkan mengalih fungsikan dari semula. Selain pembangunan di atas zonasi situs, BCB Lapangan Krida juga telah dinilan melenceng dari pelestarian terhadap barang-barang bersejarah yang ada di Lingga.
Hasby, salah seorang warga Daek mempermasalahkan terkait pembanguna dilapangan Krida adalah salah kaprah. Sebab, upaya perlindungan terhadap barang bersejarah adalah upaya dinamis untuk mempertahankan Cagar Budaya dengan cara melindungi dari kerusakan, kehancuran, atau kemusnahan dengan cara penyelamatan, pengamanan, zonasi, pemeliharaan dan pemugaran cagar budaya.”Kalau kita lihat apa yang dibagun sekarang, Gazebo dan taman di atas zonasi situs sudah jelas itu melanggar undang-undang. Ditambah lagi, fungsi yang juga berubah. Padahal, pemerintah juga yang menetapkan barang ini menjadi BCB.”ungkapnya.
Menurutnya, sebelum dilakukan pemanfaatan situs, pemerintah maupun dinas terkait haruslah membuat wilayah zonasi situs, maupun pengembangan terlebih dahulu. Sebab, jika mengacu kepada undang-undang, tidak dibenarkan membangun segala sesuatu diatas bangunan situs.”Ini jelas kelalain yang pemerintah buat. Sebab, sebelum digarap lokasi situs tersebut, jelas ada tim dulu yang memeriksa apakah lokasi boleh dibangun atau tidak. Hal ini menjadi contoh lain kelalaian pemkab Lingga dalam memanfaatkan dan juga menjaga situs sejarah di Lingga, setelah pemugaran Istana Damnah.”tambahnya.
Ditambahkannya.”Keterbatasan SDM orang-orang kebudayaan di Lingga juga menjadi kendala pemerintah dalam membuat kebijakan. Sebab benda cagar budaya yang memiliki sumber pengetahuan yang tidak dapat ditunjukkan oleh sumber lain. Dan bahkan menjadi dasar pengetahuan sehingga tetap eksis keberadaanya selalu salah dimanfaatkan pemerintah kabupaten Lingga.”terangnya lagi.

Sementara itu, Long Li, masyarakat Daek lainya menuturkan hal yang sama, penetapan lapangan bola kaki desa Tande sebagai situs Cagar Budaya, terkesan asal-asalan.”Itu lapangan bola kaki di bangun oleh masyarakat desa Tande Hulu, bukan orang yang terlibat dalam pembangunannya, masih hidup sampai saat ini. Jadi lapangan itu, bukan lapangan yang layak di sebut sebagai situs cagar budaya.”ujar Long Li beberapa saat yang lalu kepada media ini di sebuah rumah makan di depan SLTPN 01 Lingga.”Ini yang menentukan lapangan bola kaki Tande sebagai situs cagar budaya, orang-orang yang tidak paham. Sebenarnya lapangan bola Daek itu, tepannya di kantor Badan Penanaman Modal saat ini, yang memiliki nilai sejarah, jadi kalau di masukkan sebagai situs cagar budaya semestinya di situ, bukan di lapangan Krida Tande.”ucap Long Li.

Menurutnya lagi.”Lapangan Krida di Tande Hilir di bangun ketika Daek waktu itu tidak memiliki lapangan bola kaki. Sebab lapangan sepak bola saat ini berubah jadi kantor Badan Penanaman Modal kabupaten Lingga, di saat kecamatan Lingga atau kewedanaan Lingga ingin membangun kantor camat waktu itu. Sehingga di pergunakan lapangan bola sebagai kantor camat. Akibat tidak adanya lapangan bola, maka di bangun lapangan bola di Tande, walau sebagian lapangan tersebut adalah kuburan.Pemerintah daerah tidak memahami sejarah dalam menetapkan lapangan krida yang merupakan lapangan sepakbola Daek, sebagai situs cagar budaya, yang semestinya lokasi yang saat ini, bekas kantor camat lingga, ketika lingga masih menjadi kecamatan atau wilayah kewedanaan, yang semestinya di tetapkan sebagai situs cagar budaya.”terangnya.

Selain itu, dirinya juga mengkhawatirkan kondisi situs Benteng Bukit Cening yang saat ini terlihat aktifitas galian C di sekitar lokasi, yang jelas merupaka situs cagar budaya terkesan di biarkan.

Hal serupa yakni zonasi juga belum ditentukan.”Setelah Istana Damnah, keberadaan benteng Bukit Cening juga akan tergerus oleh kelalaian pemkab Lingga dalam pengelolaan benda cagar budaya. Khawatirnya, terkait amburadulnya pengelolaan situs cagar budaya dan sejarah Lingga.(amin)

Ditulis Oleh Pada Jum 26 Des 2014. Kategory Lingga, Terkini. Anda dapat mengikuti respon untuk tulisan ini melalui RSS 2.0. Anda juga dapat memberikan komentar untuk tulisan melalui form di bawah ini

2 Comments for “Alih Fungsi Lapangan Bola Jadi Situs Cagar Budaya Di Pertanyakan”

  1. Asslamkum Wr.Wb…Hendaknye kite dudukkn same persoalan mcm ni, saye pn bingong mane pernah sebuah Lapangan Bola di jadikan Cagar Budaya. Yang Jelas km sebagai insan Sepak Bola Mohon Kepade Pemerintah Daerah untuk Selalu Memperhatikan Prestasi & Potensi- Potensi anak Daerah Yang ade. Janganlh Kite Buat kerje Merapek Lagi Nak jadikan Lapanagan Bola Pl Sebagai Cagar Budaye. Cukuplah yg thn lalu buat kerje merapek dngan datangkan Timnas U-19 yang tak de gunenye tu…Wass Salam Sepak Bola

  2. setuju tu ngabisin anggara daerah aja

    mantap tu januardi ane setuju

Komentar Anda

Radar Kepri Indek