Sidang Korupsi Pembangunan LPP TVRI, Jaksa Hadirkan Ahli
Tanjungpinang, Radar Kepri- Sidang dugaan korupsi pembangunan gedung studio Lembaga Penyiaran Publik Televisi Republik Indonesia (LPP TVRI) kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Tanjungpinang (PN Tpg) dengan agenda mendengarkan keterangan saksi, Rabu (14/05).
Dalam kasus ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejari Tanjungpinang menghadirkan saksi ahli yaitu, DR Ahmad Fery Tanjung.
Kejaksaan menetapkan 3 tersangka yang saat ini berstatus terdakwa. Mereka adalah Danny Octa Dwirama SSos (Pejabat Pembuat Komitmen/PPK), Anna Triana SE (swasta), dan Harly Tambunan (kontraktor).
Sebelum memberikan keterangan, saksi diminta menunjukkan bukti kualifikasi saksi sebagai ahli berupa Curiculum Vitae (CV) dan sertifikat keahliannya. Kemudian disumpah dan diingatkan untuk memberikan keterangan yang benar, sesuai dengan keahliannya. Majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini dipimpin Irwan Munir SH MH dengan hakim anggota Boy Syailendra SH dan Syaiful Arif SH (ad hoc)
Saksi menyatakan ahli dalam pengadaan barang dan jasa. Pengadaan barang dan jasa, menurut ahli diatur dalam Perpres 16 tahun 2108, dengan turunan yang diatur oleh LKPP. Namun ada perubahan dengan Perpres nomor 12 tahun 2021, kemudian ada lagi perubahan kedua berdasarkan Perpres 46 tahun 2022.
Terkait penunjukan langsung, untuk proyek besar seharga Rp 9 Miliar, apakah untuk jasa konsultan ada presentase berdasarkan nilai proyek.”Pengadaan barang dan jasa itu sesuai dengan identifikasi kebutuhan. Tidak bisa dilebihkan atau dikurangi. Juga, dilarang kita memecahkan paket, dilarang juga menyatukan paket.”jelasnya.
Tentang ada perusahaan yang salah nama paketnya namun lolos bahkan memenangkan lelang,”Itu (harusnya) sudah gugur di evaluasi penawaran. Paket yang ditawarkan dan ditawar harus sama, jika tak sama, tidak lolos tahap selanjutnya.”tegas ahli.
Tentang keberadaan tenaga ahli disebuah perusahaan, namun tidak pernah hadir dan ada dilapangan.” Jadi siapa yang bertanggungjawab teknis dilapangan, dipastikan tenaga teknis itu memberikan keterangan tidak benar.”tegasnya menjawab pertanyaan jaksa.
Kemudian jaksa menanyakan, apakah boleh seorang pimpinan memberikan company profile (profile perusahaan) kepada Pokja, ahli menyatakan hal itu bertentangan dengan prinsip dan etika pengadaan barang dan jasa dan dilarang.
Ditegaskan saksi, bisa dipastikan, kompetisi tender yang demikian melanggar Perpres.”Apabila ada hal itu, bertanggungjawab itu pihak yang melakukan itu. Akibat hukumnya, pengadaan ini terjadi persekongkolan.’ucapnya.
Hingga berita ini dimuat, persidangan masih berlanjut dengan sesi pertanyaan dari jaksa. Sesi selanjutnya, berupa pertanyaan dari penasehat hukum para terdakwa dan pertanyaan dari majelis hakim.(Irfan)