; charset=UTF-8" /> Mengenali Malaysia Sebagai Negara Serumpun - | ';

| | 77 kali dibaca

Mengenali Malaysia Sebagai Negara Serumpun

Oleh : Hasrul Sani Siregar, MA
Widyaiswara di BPSDM Provinsi Riau.

Mengenali Malaysia tentu mesti sekurang-kurangnya telah membaca beberapa buku tentang negeri tersebut atau pernah tinggal beberapa tahun di negeri tersebut untuk mengetahui budaya dan masyarakatnya. Malaysia negeri yang mayoritasnya dari etnis Melayu, tentu juga ada etnis-etnis dari China, India dan etnis-etnis yang ada di negeri Sabah dan Sarawak seperti Iban, Dayazan, Dayak dan beberapa etnis lainnya. Mengenali Malaysia tentu juga mesti tahu sistem pemerintahannya. Malaysia mengadopsi sistem demokrasi parlementer di bawah pemerintahan monarki konstitusional. Malaysia di pimpin oleh Seri Paduka Baginda Yang di-Pertuan Agong yang dipilih dari sembilan Sultan negeri Malaysia selama 5 tahun sebagai Kepala Negara dan Pemerintah Tertinggi Angkatan Bersenjata. Dalam menjalankan roda pemerintahan, Perdana Menteri sebagai pemegang kuasa, pengatur dan penggerak pemerintahan. Dalam kehidupan sehari hari, setiap etnis memiliki bahasa masing-masing, namun bahasa Melayu (baca : Malaysia) menjadi bahasa resmi di negara tersebut, manakala bahasa Inggris juga menjadi bagian keseharian di negara tersebut.

Keberagaman (heterogen) negara tersebut, memperkaya sikap toleransi di antara masyarakatnya. Manakala terjadi gesekan-gesekan sesegera mungkin pihak berwenang Malaysia cepat menyelesaikannya. Peristiwa 13 Mei 1969 merupakan peristiwa yang membawa memori tersendiri bagi masyarakat Malaysia umumnya, khususnya dari etnis Melayu dan China. Peristiwa tersebut semakin mendewasakan masyarakatnya akan hidup toleransi dan saling hormat menghormati dengan berbagai macam etnis yang ada. Walaupun umumnya tidak ada konflik secara besar, namun kerikil-kerikil kecil juga mewarnai hubungan diantara warga negaranya dari kondisi yang demikian.

Pengalaman peristiwa 13 Mei 1969 menjadikan pembelajaran bagi negara tersebut sebagai akibat konflik horizontal. Peristiwa yang kelam tersebut, menjadikan Malaysia semakin dewasa dan sangat berhati-hati untuk setiap saat melakukan pencegahan dini agar tidak menimbulkan ketidakstabilan politik dan ekonomi. Sebagai akibat konflik horizontal tersebut pula, Malaysia ketika itu mengalami krisis politik dan ekonomi. Sebagai negara yang berbilang kaum (baca : multi-etnis) Malaysia sangat rentan untuk terjadinya konflik horizontal berikutnya, karena masyarakat Malaysia sangat multi-etnis, kepercayaan dan agama.

Pengalaman sejarah yang telah dilalui oleh masyarakat Malaysia, telah menyadarkan mereka (baca: Malaysia) akan harmonisasi antar etnis maupun agama yang dianut oleh rakyatnya dalam rangka pembangunan ke depan. Praktis sejak Malaya (kini : Malaysia) merdeka pada tanggal 31 Agustus 1957, tercatat hanya 1 kali konflik horizontal yang cukup besar dan berbau rasis, agama maupun sentimen budaya yang melibatkan etnis Melayu dan China yaitu dalam peristiwa 13 Mei 1969 lalu. Apa yang disebut dengan peristiwa 13 Mei 1969 kelabu tersebut, telah menjadi trauma (beban) untuk diingat khususnya bagi masyarakat Malaysia umumnya yang mengalami peristiwa tersebut. Pasca peristiwa kelabu tersebut, telah menjadikan pemerintah Malaysia ketika itu melakukan kebijakan “Dasar Ekonomi Baru” yang bertujuan menjaga hubungan kesetaraan dikalangan etnis-etnis yang ada di Malaysia khususnya dari etnis Melayu dan Cina, tidak terkecuali dari etnis India. Munculnya peristiwa 13 Mei 1969 lalu, dilatarbelakangi oleh adanya ketimpangan dan kesenjangan secara ekonomi dan ketimpangan antara etnis Melayu dan China.

Apa yang dirasakan dan dinikmati oleh masyarakatnya dalam pembangunan yang sudah ada sekarang ini merupakan hasil dari harmonisasi dan hubungan yang serasi diantara etnis-etnis dan agama yang ada di Malaysia. Umumnya, orang Kristiani di Malaysia dianut oleh orang China maupun India serta peribumi yang ada di Negeri Sabah dan Sarawak (Borneo). Pada tataran kelembagaan, hubungan antar etnis dan antar agama di Malaysia tidak ada masalah dan berjalan secara harmonis diantara penganut antar umat beragama dan antar etnis di Malasyia. Dalam perkembangan dan kehidupan sehari-hari, harmonisasi antar etnis dan pemeluk agama di Malaysia merupakan pondasi utama dalam hal menjaga kestabilan politik dan kemakmuran ekonomi yang dirasakan oleh rakyat Malaysia hingga hari ini. Tanpa adanya harmonisasi antar masyarakatnya, kestabilan politik dan kemakmuran ekonomi tidak akan pernah dirasakan oleh masyarakatnya. Harmonisasi merupakan hal yang mutlak untuk diwujudkan dalam masyarakat yang berbilang etnis (kaum) tersebut.
Dalam Perlembagaan Persekutuan (Konstitusi Negara), Malaysia menyebutkan bahwa “agama Islam merupakan agama resmi negara”. Pasal 11 ayat (1) menyebutkan bahwa “tiap-tiap orang berhak menganut dan mengamalkan agamanya dan tidak menyebarkan kepada orang yang beragama Islam, namun sebaliknya rakyat tetap bebas menganut agama selain agama Islam. Dalam Perlembagaan Persekutuan Malaysia juga disebutkan bahwa, kebebasan menganut agama dibebaskan dengan mempertimbangkan aspek toleransi beragama. Bagi penganut agama bukan Islam (non-muslim) dilarang menyebarkan agama dikalangan umat Islam serta setiap perayaan agama resmi di Malaysia, dinyatakan sebagai hari libur nasional.

Ditulis Oleh Pada Kam 13 Apr 2023. Kategory Cerpen/Opini, Terkini. Anda dapat mengikuti respon untuk tulisan ini melalui RSS 2.0. You can skip to the end and leave a response. Pinging is currently not allowed.

Komentar Anda

Radar Kepri Indek