; charset=UTF-8" /> KARENA KAMU AKU SELINGKUH - | ';

| | 495 kali dibaca

KARENA KAMU AKU SELINGKUH

Oleh : Iwan Kurniawan SH MH MSi.

Metting


Keindahan sunset berwarna jingga keemasan di atas cakrawala menambah romantisme sepasang cucu Adam-Hawa yang sedang dilanda mabuk asmara. Gelora kemesraan diantara mereka semakin menggila se-iring hembusan angin laut membelai lembut permukaan kulit tubuhnya yang putih mulus tak berbalut kain penutup aurat.
Benturan suara debur gelombang air laut melanggar tiang pancang rumah panggung di atas air tempat mereka memadu kasih tidak dipedulikan olehnya, bahkan gemuruh gelombang itu seakan bersatu padu dengan desahan nafas mereka yang sedang berpacu, berburu puncak kenikmatan semu atas pertikaian liar yang mereka persembahkan.
Pertempuran itu baru terhenti setelah sepasang camar tersebut saling berdamai, mendekap erat seraya berkicau panjang menyanyikan senandung lagu kemesraan dengan simponinya nan indah, “Aku cinta padamu, percayalah sayang, aku akan mempersunting diri-mu menjadi biniku”?
Yaacchhh….kata-kata usang itu selalu disenandungkan oleh para pecinta syahwat ketika akan dan sesaat setelah berhasil memikat se-ekor camar putih nan elok rupanya. Sementara si camar merasa tersanjung tinggi sampai ke awan, atas segala puja-puji dengan untaian kalimah mesra yang ditujukan kepadanya. Mata hati dan pikiran normalnya seketika tertutup, sehingga lupa terhadap suami dan anak yang menanti kepulangannya. Kerinduan terhadap suami dan anak semata wayang yang berusia 7 tahun seketika pupus dengan persembahan akrobatik yang baru saja mereka selesaikan dengan sekujur tubuh berpeluh, telentang terkapar karena kelelahan yang teramat sangat diantara keduanya.

Hubungan pernikahan yang telah dibina selama 9 tahun dengan suaminya dalam sebuah biduk rumah tangga telah ternoda. Camar putih nan elok rupa itu tidak lagi berwarna putih, suci dan selembut bulu-bulu halus pembungkus tubuhnya. Harapan membentuk keluarga sakinah, mawadah, dan warahmah menjadi hancur bahkan terancam tak dapat direalisasikan, sesuai dengan lafaz ijab-kabul dihadapan Tok Kadi, dua orang saksi, keluarga, dan para tetamu yang hadir ketika mereka melangsungkan prosesi pernikahan tempo lalu.
Point of View (POV) NAFSA
Si-Camar putih itu bernama Nafsa, ibu beranak satu berusia 27 tahun, seorang pegawai swasta yang telah bekerja selama 5 tahun pada sebuah perusahaan perdagangan eksport-import belacan.

Ody bak seorang model dan sedikit genit ditambah dengan suara merdunya yang menggoda setiap lelaki mendengarnya. Dengan gaya komunikasi dan pergaulannya yang supel dan ceria, membuatnya disukai oleh orang-orang disekitar lingkungannya termasuk atasannya.

Oleh karenanya, taklah begitu mengherankan, apabila sang Direktur perusahaan memberikan jabatan kepadanya sebagai staf khusus, yang bertugas sehari-hari mendampingi dan membantu mempersiapkan segala keperluan pimpinan baik di dalam maupun diluar kantor, termasuk mendampingi pimpinan pada saat metting dengan para relasinya.

Point of View (POV) Oga – Suami NAFSA

Oga Sang Putra, begitulah nama keren suaminya yang lumayan tampan dengan usia 29 tahun. Dulunya, sewaktu menempuh pendidikan di jenjang SMA, Oga adalah kakak kelasnya. Bahkan diantara mereka sudah menjalin hubungan percintaan sejak dibangku sekolah. Namun, setelah menikah sang suami yang lumayan tampan itu, menampakkan tabiat aslinya sebagai seorang lelaki pemalas, di mana hampir setiap hari hidupnya hanya berpangku tangan dan tak berkeinginan bersungguh-sungguh bekerja membanting tulang mencari reski guna memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.
Memang dulunya si Oga termasuk anak orang berada, hal ini pula yang menjadi alasan Nafsa jatuh cinta kepadanya sewaktu dibangku SMA dulu.

Ekonomi keluarga suaminya menjadi hancur berantakan setelah Bapak-nya seorang PNS dengan jabatan Kadis dipenjara dengan tuduhan korupsi sekian milyar rupiah, dengan hukuman 15 tahun lamanya dan sampai kini masih menjalani hukuman dibalik jeruji besi.
Berbeda dengan Nafsa yang setiap hari ke luar rumah bekerja mencari nafkah, sedangkan sang suami setiap hari ke luar rumah tetapi bukannya bekerja sebagaimana layaknya, melainkan berkumpul dengan gangster-nya, menikmati secangkir dua kopi tiam, menghabiskan beberapa batang rokok, duduk berjam-jam lamanya seraya berbicara ngorol ngidul tak karuan dan setelah puas memborak, terasa lapar, lalu pulang ke rumah, lalok, dan begitulah setiap harinya.

Point of View (POV) SYAHWA.

Syahwa, merupakan Direktur perusahaan tempat si Nafsa bekerja. Pria berperawakan gemuk pendek berusia 45 tahun merupakan suami dari tiga orang isteri dan lima orang anak. Selain doyan beristeri lebih dari satu, Ia juga sangat gemar dengan perempuan-perempuan muda nan cantik tetapi sudah menikah. Menurutnya perempuan yang sudah menikah pasti memiliki pengalaman yang cukup buat urusan kwek…kwek…., jadi tidak perlu diajari lagi….he….he….he….. begitulah kiranya pikiran ngerees darinya.
Jadi tak aneh, apabila Syahwa menaruh minat yang teramat sangat dengan si Nafsa meskipun sudah bersuami dan beranak satu. Walaupun Syahwa sudah cukup lama menaruh hati kepada si Nafsa, tetapi untuk dapat menaklukkannya tidaklah gampang, memerlukan kesabaran dan memakan waktu yang sangat lama lebih kurang 5 tahun. Dengan pujuk rayu tingkat dewa, dibantu dengan ramuan ajaib berupa racikan jamu peluruh sukma, sehingga membuat Nafsa menjadi lupa diri dan mabok kepayang, akhirnya jatuh ke dalam pelukan Syahwa si Camar tua berbulu hitam sehitam tubuh dan tabiatnya.
Dinner
Selama 5 hari, Nafsa meninggalkan suami dan anak nya karena mendampingi Syahwa metting di luar kota, dengan para relasinya. Kepulangannya disambut suka cita oleh sang suami dan anak yang memang sudah cukup lama menantikannya.
Untuk menghibur suami dan anaknya, Nafsapun mengajak mereka makan malam bersama di sebuah restoran tepi laut yang cukup ternama di kota kecil tempat tinggal mereka. Tidak seperti sebelumnya, sikap dan tingkah laku Nafsa terlihat sedikit berubah. Kebersamaan itu terasa hambar dan dirasa kurang menyentuh. Nafsa terlihat lebih banyak melamun di sela acara makan malam bersama itu. Seperti ada sesuatu hal besar yang sedang dipikirkan olehnya.
Sikap Nafsa yang tak biasa itu, tentu menimbulkan tanda tanya besar pula terhadap suaminya. Singkat cerita, setelah acara dinner bersama selesai, merekapun kembali ke rumah untuk beristirahat. Sesampainya di rumah, Nafsa langsung membimbing anaknya ke kamar dan menemaninya tidur, karena besok dia harus bangun subuh mempersiapkan segala keperluan rumah tangga dan kantornya yang sudah menjadi rutinitasnya selama mereka menikah.

Sementara Oga, masih menonton Televisi di ruang keluarga seraya menunggu Nafsa ke luar dari kamar tidur anaknya, seperti ada sesuatu yang ingin disampaikan olehnya malam itu juga kepada isterinya. Setelah menunggu sekian lama, sekira jam 1.00 WIB, Ogapun beranjak dari duduknya kemudian menuju ke kamar tidur anaknya, dan di sana dia melihat istri dan anaknya sudah tertidur pulas. Ada rasa kasihan baginya untuk mengganggu istrinya yang dia tau sudah sangat keletihan karena mulai dari kembali ke rumah sampai acara family dinner belum beristirahat, sehingga niatnya untuk membangunkan istrinya ia urungkan. Kemudian Oga pun menuju ke bilik peraduannya lalu tertidur pulas dengan mimpi-mimpi buruk nan menakutkan, yang sepertinya akan terwujud.

Pagi Kelabu

Sedari jam 5.00 WIB Nafsa sudah sibuk didapur mempersiapkan sarapan dan memasak lauk pauk buat suami dan anaknya sarapan dan makan siang nantinya. Maklum, keluarga kecil itu tidak ada pembantu rumah tangga yang membantu mereka mencuci, memasak, dan membersihkan rumah. Semuanya dilakukan oleh Nafsa selaku istri sekaligus merangkap menjadi mesin cetak uang buat memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.

Sementara, si Oga, sedikitpun tidak ada insiatif untuk membantu meringankan beban pekerjaan rumah tangga yang setiap hari dilakukan oleh si Nafsa. Bangun tidur, seperti biasanya dia menyalakan TV lalu menonton berita pagi sambil menyerup secangkir kopi, mengudut, dan nikmati sarapan yang sudah dipersiapkan istrinya. Gayanya si Oga selayaknya seperti toke Belacan busuk.
Sementara rutinitas Nafsa seperti itu sudah berjalan 8 tahun lamanya dan selama itu pula si Oga tidak ada rasa peduli sedikitpun. Sebagai seorang istri yang patuh dan menghormati suami karena takut durhaka, Nafsapun terus menahan kesabaran yang sebenarnya sangat melelahkan dirinya.
Seperti biasa, setiap jam 7.15 WIB Nafsa dan anaknya pamit kepada si Oga. Setiap hari Nafsa mengantar anaknya ke Sekolah Dasar yang tidak jauh dari tempat tinggal mereka sekalian berangkat ke kantor tempatnya bekerja, dengan mengendarai sekuternya.
Namun pagi itu, Oga melarang Nafsa bekerja, dan dia yang mengantarkan anaknya ke sekolah. Sekembalinya Oga mengantar anaknya sekolah, diapun segera menghampiri si Nafsa dan meminta Nafsa untuk berterus terang dan menceritakan selama 5 hari mendampingi bos-nya di luar kota. Kemudian, si-Oga juga memerintahkan Nafsa untuk berhenti bekerja mulai hari ini.
Mendengar permintaan si Oga yang dianggapnya sembarangan alias ngawur, si Nafsapun tidak mau menanggapinya, bahkan dia langsung menuju skoter untuk segera pergi ke kantor. Seketika langkahnya di halangi si Oga, dan dengan cekatan kunci skoter tersebut dimasukkan ke dalam saku celananya.
Karena diperlakukan oleh si Oga seperti itu, lalu Nafsa-pun menegur keras si Oga, agar Oga segera memberikan kunci skuter dan mengijinkan dirinya untuk pergi ke kantor karena sudah terlambat. Namun permohonan si Nafsa tidak dipedulikan oleh si Oga, bahkan si Oga memerintahkan Nafsa untuk tetap berhenti bekerja.
Mendengar permintaan si Oga tentu si Nafsa menjadi marah, dan seketika itu terjadilah peperangan antara si Oga dengan Nafsa. Pecahnya perang berpunca dari tuduhan suami bahwa isterinya telah berselingkuh dengan bos-nya. Mendengar tuduhan dari suaminya, tentu si Nafsa seketika terkejut. Namun Nafsa tidak berani untuk langsung mengiyakan dan berterus terang kepada suami atas perselingkuhannya itu. Nafsa terus saja mengelak seraya menangis bahwa dia tidak pernah menghianati suaminya.
Tangisan Nafsa semakin meninggi dan histeris setelah si Oga memperlihatkan beberapa foto di HP-nya yang memuat adegan mesra berupa rangkulan tubuh dan ciuman manis antara Nafsa dengan Syahwa pada sebuah resort mewah di tepi pantai nan indah di luar kota.
Nafsapun tidak lagi bisa mengelak lalu dengan isak tangisnya yang sangat memilukan diapun memohon maaf kepada suaminya, sambil mengakui kesalahan dan telah menghianati pernikahan suci yang telah dibina selama 9 tahun lamanya.

Dalam isak tangis dan kesedihannya yang sangat mendalam, Nafsa memohon kepada suaminya agar merahasiakan kejadian itu kepada anak perempuannya dan tidak menyebarkan foto-foto tersebut ke public. Meskipun dia mengakui kesalahan atas perbuatannya, namun dengan bersedu sedan, Nafsa-pun menutup ucapan pilu dan tangisnya, dengan kalimat, “Aku selingkuh karena kamu”.

Kijanglama, 25-03-22, Selamat Membaca, “Salam Manis Selalu”.

Ditulis Oleh Pada Sab 26 Mar 2022. Kategory Cerpen/Opini, Terkini. Anda dapat mengikuti respon untuk tulisan ini melalui RSS 2.0. You can skip to the end and leave a response. Pinging is currently not allowed.

Komentar Anda

Radar Kepri Indek