Wakil Bupati Natuna Mangkir, Raja Amirullah Masih Bebas “Berkeliaran”

Mustamin, anggota DPRD Natuna ketika memberikan keterangan untuk terdakwa korupsi Raja Amirullah di Pengadilan Tipikor pada PN Tanjungpinang, Selasa (24/02).
Tanjungpinang, Radar Kepri-Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di PN Tanjungpinang seolah tidak peduli “diskriminasi” hukum yang terus dipertontonkan pada masyarakat Kepri. Pasalnya, meskipun kasus dugaan korupsi dengan terdakwa Raja Amirullah telah disorot berkali-kali dan mendapat atensi masyarakat dan LSM anti korupi. Namun Raja Amirullah masih dibiarkan bebas “berkeliaran”, tidak seperti tersangka atau terdakwa korupsi lainnya di Indonesia ini.
Hal ini kembali terlihat, Selasa (24/02) di Pengadilan Tipikor pada PN Tanjungpinang dengan agenda mendengarkan ketetarangan saksi. Dari lima saksi yang dipanggil Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Ranai, Natuna, hanya dua orang saja yang hadir dan memberikan keterangan didepan majelis hakim.
Dua orang yang memberikan keterangan itu, masih pemilik lahan yang dipergunakan untuk pembebasan lahan untuk fasilitas umum (Fasum) dan fasilitas sosial (Fasos) pembangunan Jalan di Sei Pauh, Desa Sungai Ulu, Bunguran Timur Kabupaten Natuna tahun 2010 lalu dengan nilai pagu Rp 2,020 Miliar, yaitu, Hadi Chandra S Sos dan Mustamin.
Sedangkan 3 saksi lain tidak hadir, yaitu Imalko, M Nur dan Umarudin tidak hadir tanpa penjelasan. Imalko saat ini merupakan wakil bupati Natuna ketika dikonfirmasi radarkepri.com melalui pesan singkat ke ponselnya, Selasa (24/02), mengapa dirinya tidak hadir ke pengadilan Tipikor, tidak menjawab alias bungkam.
Dua saksi yang memberikan keterangan, Hadi Chandra S Sos (mantan ketua DPRD Natuna,red) dan Mustamin merupakan pemilik tanah yang terkena proyek pembebasan lahan tersebut. Mustamin mengakui mendapat Rp 56 juta dari ganti rugi lahan seluas 1100 meter persegi.”Harga permeter Rp 50 ribu, sesuai NJOP-nya.”kata Mustamin yang juga anggota DPRD Natuna.
Mustamin juga menyebutkan, pengguna anggaran proyek pembebasan laha itu Sekretaris Daerah (Sekda) Natuna dengan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Kabag Tapem, waktu itu dijabat Asmiadi yang telah divonis bersalah.
Namun ada keterangan yang berbeda disampaikan Mustamin sehingga membuat dirinya dicecar pertanyaan oleh salah seorang Penasehat Hukum (PH) terdakwa Raja Amirullah. Keterangan itu berupa pernyataan Mustamin yang menyatakan tanah tersebut dikuasainya sejak tahun 2007, namun dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Mustamin mengaku membeli tanah itu tahun 2009.”Pemilik lahannya minta dibeli tahun 2009, tapi saya sudah mengusai lahan itu sejak 2007.”kata Mustamin yang juga kontraktor sebelum jadi wakil rakyat ini.
Selama proses negosiasi pembelian tanah, menurut Mustamin terjadi 3 kali pertemuan.”Namun saya hanya sekali bertemu ketika pembayaran terjadi.”ujar Mustamin.
Selanjutnya, mengenai adanya kelebihan pembayaran sebesar Rp 16,5 juta, Mustamin mengakui adanya kelebihan bayar itu.”Iya, ada kelebihan pembayaran.”singkatnya tanpa merinci, apakah kelebihan bayar itu telah dikembalikannya.
Usai mendengarkan keterangan Mustamin, majelis hakim memerintahkan JPU untuk kembali memanggil saksi-saksi yang ada dalam BAP.(irfan)