Terima Pengaduan Pengusaha Pasir Kuarsa, HIPKI Ancam Somasi DMPTSP Kepri
Tanjungpinang, Radar Kepri– Himpunan Penambang Pasir Kuarsa Indonesia (HIPKI) menampung pengaduan sejumlah pengusaha di bidang pertambangan mineral bukan logam jenis tertentu, khususnya komoditas pasir kuarsa yang mengalami hambatan atau perlakuan tidak adil dalam pengurusan Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri).
“Secara informal, sudah ada beberapa pengusaha tambang pasir kuarsa yang menghubungi kami dan melaporkan kendala-kendala yang dialami dalam pengurusan IUP di Kepri. Laporannya macam-macam dan kita sudah tampung,” ungkap Ketua Umum HIPKI, Ady Indra Pawenari ketika dikonfirmasi radarkepri.com, Kamis (19/10/2023).
Saat dikonfirmasi, Ady mengaku sedang berada di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia di Gedung Manggala Wanabakti, Jalan Gatot Subroto, Jakarta untuk melakukan konsultasi terkait persoalan Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH) yang banyak dikeluhkan pengusaha pasir kuarsa di Kepri.
“Salah satu persoalan yang diadukan teman-teman pengusaha tambang pasir kuarsa di Kepri, terkait syarat PPKH yang diberlakukan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DMPTSP) bagi pemohon IUP, baik tahap eksplorasi maupun operasi produksi,” kata Ady, peraih Anugerah Pahlawan Inovasi Teknologi Tahun 2015 lalu.
Menurut Ady, pemberlakuan syarat PPKH dalam pengajuan IUP ekplorasi dan operasi produksi oleh DMPTSP Kepri dianggap para pengusaha tambang pasir kuarsa tak lazim dan mengada-ada karena tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan. Sementara ketika mengajukan PPKH di Kementerian LHK, mereka diwajibkan melampirkan perizinan yang berlaku efektif, serta clear and clean sebagaimana diatur dalam Permen LHK No. 7 Tahun 2021.
“Jadi, ini yang membuat resah dan mereka merasa tidak punya kepastian hukum. Di DMPTSP Kepri pengajuan IUP-nya ditolak karena belum memiliki PPKH, sementara di Kementerian LHK pengajuan PPKH-nya ditolak karena belum memiliki IUP eksplorasi bagi pemohon PPKH Eksplorasi dan IUP Operasi Produksi bagi pemohon PPKH Operasi Produksi,” jelasnya.
Ady mengatakan, setelah mendengarkan penjelasan langsung dari verifikator Direktorat Rencana, Penggunaan dan Pembentukan Wilayah Pengelolaan Hutan, Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan (PKTL) Kementerian LHK, Welly Rahayu, bahwa PPKH dapat diberikan setelah memperoleh IUP Operasi Produksi, pihaknya berencana melayangkan somasi kepada DMPTSP Kepri.
“Ini penting, supaya kita ada kepastian hukum dan kepastian berusaha. Kalau DMPTSP Kepri menolak pengajuan IUP karena tidak ada PPKH dan Kementerian LHK menolak PPKH karena tidak ada IUP, kami mau mengadu ke siapa lagi?” tanya Ady.
Sementara itu, berdasarkan penjelasan Kepala Biro Hukum Sekretariat Jenderal Kementerian LHK, Supardi, SH, MH yang diterima radarkepri.com, bahwa sesuai ketentuan pasal 381 ayat (1) huruf e Peraturan Menteri LHK No. 7 Tahun 2021, salah satu syarat teknis dalam berkas permohonan PPKH adalah perizinan berusaha atau kegiatan pertambangan yang berlaku efektif.
“Berdasarkan hal tersebut di atas, maka perizinan berusaha pertambangan mineral dan batubara yang berstatus clear and clean merupakan salah satu persyaratan teknis dalam memperoleh Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH). Dengan demikian, maka PPKH dari Kementerian LHK tidak dapat diterbitkan kepada siapa pun, sebelum permohonan PPKH dilengkapi dengan IUP,” tutup Supardi.(Irfan)