Polisi Periksa Lokasi Hutan Bakau Yang Ditimbun di Hulu Sei Carang

Kanit Tipiter Polres Tanjungpinang, Aiptu Jerico dan Denis,penyidik saat turun kelokasi penimbunan mangrove di hulu Sei Carang.
Tanjungpinang, Radar Kepri-Kasus pengrusakan hutan bakau (mangrove) di hulu Sei Carang, memasuki babak baru. Polres Tanjungpinang melalui unit Tindak Pidana Tertentu (Tipiter) dari Satreskrim mulai mengumpulkan bahan dan keterangan (pulbaket).
Salah satu strategi pulbaket dengan turun langsung (on the spot) ke lokasi, melihat langsung dan mengabadikan (memfoto) kondisi real dilapangan. Kegiatan turun kelapangan ini dipimpin langsung Kanit Tipiter Aiptu Jerico Budianto bersama Denis, penyidik senior di Reskrim Polres Tanjungpinang, Senin (06/05) siang.
Kapolres Tanjungpinang, AKBP Ucok Lasdin Silalahi melalui Kasat Reskrim, AKP Efendri Alie SH MH menyebutkan.”Turunnya unit ini merupakan tindak lanjut atas dugaan penimbunan bakau yang dilaporkan masyarakat.”kata Aiptu Jerico Budianto mewakili Kasat Reskrim saat turun dilapangan.
Setelah turun mendokumentasikan hasil pemantaun dilapangan, pihaknya akan memanggil sejumlah pihak, termasuk mengundang Djodi Wirahadikusuma selaku pemilik lahan yang ditimbun.
Pada kesempatan terpisah, Djodi Wirahadikusuma mengaku siap memberikan keterangan ke penyidik Polres Tanjungpinang.”Saya sangat mendukung penegakan hukum bagi pelaku pengrusakan hutan mangrove itu. Saya siap memberikan keterangan, kapan saja dibutuhkan.”katanya.
Djodi mengaku baru tahu lahannya seluas 7000 meter persegi itu ditimbun sehingga hutan mangrove rusak.”Saya juga berencana melaporkan pengrusakan. Dulu lahan itu banyak mangrove, sekarang hampir punah. Tanah dan mangrove yang tumbuh dilahan saya jadi rusak semua.”tegasnya.
Djodi juga meminta Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Tanjungpinang menjelaskan.”Penimbunan hutan bakau secara ilegal itu melanggar apa ?. Perda atau UU,sehingga pelaku penimbun hutan bakau itu dapat dikenakan sanksi sesuai aturan yang berlaku.”pungkasnya.
Sebelum, DLH kota Tanjungpinang turun kelapangan dan mendapatkan fakta, penimbunan hutan bakau di hulu Sei Carang ini dilakukan Beny Suprianto atas permintaan Lurah Air Raja mengatasnamakan masyarakat guna kepentingan fasilitas umum (fasum). Beny Suprianto mengklaim lahan itu miliknya dan menghibahkan 3000 meter untuk fasum. Klaim itu berdasarkan sertifikat yang dimilikinya yang menyebutkan ada kelebihan 1 meter persegi. Namun tak pernah bisa menunjukkan dimana lokasi tanah seluas 1 meter persegi yang diklaimnya itu.
Celakanya, saat ini tanah yang awalnya seluas 7000 meter persegi itu ternyata memiliki surat alas hak dari 3 nama berbeda namun telah dibeli Djodi dari pemilik sah.
Terkait klaim dari Beny Suprianto ini, media ini belum berhasil menjumpainya guna konfirmasi dan klarifikasi.
Terlepas dari legalitas kepemilikan, kejahatan berupa tindak pidana pengrusakan hutan mangrove telah terjadi dan pihak yang melakukan atau menyuruh melakukan harus bertanggungjawab.(irfan)