Sistem Pembayaran Rekening Listrik dan Air Melalui Bank Langgar UU
Batam, Radar Kepri-Kebijakan pemungutan biaya administrasi dari pembayaran tagihan PLN ke Bank tertentu yang ditunjuk PLN Cabang Batam sebesar Rp1.900.dan PT ATB sebesar Rp 300. Kebijakan ini dinilai illegal.
Kebijakan Paymant Point Onlne Bank (PPOB) merupakan Progran pelaksaan penagihan listrik atau air kepada pelanggan yang dilaksanakan oleh pihak ATB dan PLN. Yang didadasarkan MOU program penagihan tidak lagi dilaksanakan pihak PLN atau ATB. Tapi di outsoursing-kan pada pihak Bank atau dowienliner (jaringan Mitra). Keuntungan diperoleh, karena setiap pembayaran dengang sistem ini, terhadap pelanggaran dikenakan biaya aministrasi bank. Yang mana, selama ini PLN dan ATB mengklaim program ini hanya semata-mata untuk meningkatnnya pelayanan kepada konsumen. Namun jika dicermati lebih seksama, progaran merupakan rekayasa dengan mudos, resiko bisnis.
Uraian tersebut dipaparkan Hery Marhat dari LSM Laskar Anti Korupsi Indonesia (LAKI) 45, Batam, Jumat (01/03) yang dijumpai Radar Kepri di Batam Centre. Ditambahkan Hery, dengan membebankan biasya administrasi pada pelanggan.”Oleh karena itu, dalam konteks hukum, program tersebut merupakan produk kebijakan yang memiliki banyak cacat. Bahkan terkesan melawan hukum, melanggar Udang-Undang Perlindungan Konsumen, Nomor 8 tahun 1999.”tegasnya.
Alasannya, menurut Hery, karena Mitra PLN atu ATB dari beberapa Bank dalam pelaksanakan teknis penagihan yang berdasarkan MOU atau perjanjian kerja sama apapun namanya. Sama sekali tidak dapak dibenarkan.”Karena MoU tersebut merupakan produk kontrak tual antara PLN dan ATB dengan Mitranya. Sehingga pelaksanaannya tidak dapat mengikat pihak ketiga, Dalam hal ini konsumen, yang bukan pihak yang terlibat dalam MOU tersebut.”jelasnya.
Namun kenyataannya, konsumen yang jelas-jelas ditempatkan PLN/ATB serta Bank sebagai pihak yang harus menanggung atau melaksanakan kontrak tual dalam MOU tersebut.”Dan ini tidak dapak dibenarkan, lagi pula MoU perjanjian kerjasama merupakan kontrak tual yang mengikat para pihak (Pacta Sunt Serpada).Artinya, ia merupakan hukum atau perundang-undangan yang mengikat para pihak oleh karenanya MoU. Atau perjanjian kerjasama adalah bukan dasar hukun yang dapat di pergunakan oleh PLN/ATB dan Bank untuk melakukan penarikan ,atau pemungutan dana dengan dalih apapun kepada pelanggan.”katanya.
Sebagaimana diketahui, penarikan dana atau pemungutan dana pada masyarakat harus memiliki dasar hukum yang melegitimiks untuk itu.Tanpa dasar hukun maka penarikan itu jelas merupakan pungutan liar (pungli) )tidak bedanya dengan calo atau preman pelabuahan terminal.” Lagi pula pelaksaannya tidak diawali dengan uapaya sosialisasi atau uji materi kebijkan secara terbuka kepada publik. Sehingga tidak diberikan kesempatan untuk melihat, menganalisa dan menguji sistim tersebut.”ungkap Hery.
Masih Hery, hal ini jelas melanggar hukum, karena sebagai pelaku usaha harus memperlakukan konsumen dengan baik jujur dan benar. Sebagaimana yang telah diatur dalam perundang-undangan perlindungan konsumen diatas. Mengingat konsumen tidak diberikan alternatif lain, selain harus membayar uang administrasi tersebut. Maka hal ini dinilai sebagai upaya pemaksaan, mengingat PLNdan ATB merupakan satu-satunya pemasok listrik dan air di kota Batam.
Maka dalam Perspektif hukum pidana, kasus itu disebut dengan sebagai tindak pidana pemerasan. Karena penggalangan dana sistim administrasi bank, tidak atau belum memiliki dasar hukum yang benar. Maka segela pemanfaatan dana tersebut, baik oleh PLN dan ATB, atau Bank merupakan tindak korupsi. Dengan unsur adanya pemaksaan seseorang melakukan pembayaran dengan menggunakan kekuasaan sewenang-wenang.
Pemaksaan tersebut di impelementasikan oleh PLN dan ATB atau mitra kerja, yang secara lansung mencantumkan administrasi pada struk pembayaran tagihan dan tidak ada pilihan bagi konsumen selain menbayar.”Hal ini jelas melanggar UUD No. 31 tahun 2002 pasal 12. Tindak pidana korupsi.”kata Hery Marhat.
Hery meminta kepada peneagak hukum untuk memeriksa PLN Batam dan ATB.” Kapolda Kepri dan Kejati Kepri menidaklanjuti, adanya dugaan, menipulasi yang dilakukan oleh Pihak PLN dan ATB pada konsumen dengan menagih uang tampa se-izing konsumen. Dengan dalih biaya administrasi, tampa adaturan yang jelas. Sebagai mana yang telah diatur perundang-undang, PP, Permen dan Perda yang berlaku.”tambahnya.
Sementara itu Humas PLN Batam, Agus Subekti, yang di konfirmasi awak media ini melalui SMS, terkait hal diatas pada Jumat (01/03) Menjawab.”Malam pak mohom maaf , ini dengan siapa ya pak . Dan sesuai nara sumber yang bapak sebut itu. kalau boleh saya tahu siapa ya ?.Sebelum saya menjawabnya. Trims.”Demikian tulis Humas PLN Batam.
Tak lama kemudian humas PLN tersebut mengirimkan kembali SMS melalui ponselnya, berisu.”Baik pak, Untuk biaya 1.600 adalah biaya admin bank, dan itu sebagai domainnya bank dalam rangka memberikan kemudahan bagi pelanggan dalam memudahkan pembayaran rekening listrik, dimana saja dan kapan, secraa real time dan onlne diseluruh Indonesia, dan sebagai informs, bahwa biaya tersebut tidak masuk ke PLN Batam. Trims.”tulisnya.
Menangapai adanya pelanggaran perundangan, humas PLN Batam, kembali mengirim SMS-nya.”Kalau namanya pendapat itu sah-sa saja pak, kami tidak dapak membatasi komentar-komentar beliau dalam rangka kebebasan untuk berpendapat.”pesan terakhirnya.
Sementara itu humas ATB Batam, Henryko Moreno yang dikonfirmasi awak media ini, terkait hal yang sama, melalui SMS ponselmnya. Sampai berita ini di unggah belum ada jawabnya.( taherman)