; charset=UTF-8" /> Eva Amalia Dipanggil Jaksa Karena Mark-Up Sewa Lapak - | ';

| | 1,337 kali dibaca

Eva Amalia Dipanggil Jaksa Karena Mark-Up Sewa Lapak

Azrijal dan Eva Amalia2

Azrijal SH dan  Dirut BUMD Kota Tpi, Eva Amalia

Tanjungpinang, Radar Kepri-Pengakuan Eva Amalia, Direktur BUMD Kota Tanjungpinang, yang menyatakan dirinya pernah dipanggil dan dimintai keterangan oleh Kejaksaan dan Kepolisian terkait dugaan korupsi di Badan Usaha Milik Daerah itu, ternyata benar.

Eva Amalia dipanggil terkait dugaan korupsi dalam mark-up (penggelembungan) sewa lapak untuk pedagang pada bazar tahun 2012 lalu di Pamedan, Tanjungpinang. Dugaan korupsi berupa mark-up mencuat karena adanya beberapa orang pedagang mengeluhkan harga sewa yang dibayar tidak sesuai kwitansi yang diterima.

Hal tersebut diungkapkan, Azrijal SH, mantan Kasi Intel Kejari Tanjungpinang.”Memang benar, selaku kasi Intel Kejari Tanjungpinang saya  waktu itu sedang melakukan pengumpulan bahan dan keterangan (pulbaket) terkait keluhan pedagang di bazar yang dilaksanakan BUMD melalui PT TMB. Eva Amalia kami undang untuk menjelaskan, tapi yang datang anak buahnya.”kata Azrijal SH yang dikonfirmasi media ini melalui ponselnya, Jumat (21/02).

Namun sebelum proses pulbaket tuntas digelar, menurut Asrijazal SH, dirinya telah dimutasi.”Saya tak tahu lagi perkembangannya. Apakah kasus dirut BUMD itu ditindaklanjuti oleh Kasi Intel yang baru atau tidak.”jelasnya.

Dalam catatan media ini, dugaan korupsi di tubuh BUMD kota Tanjungpinang bukan hanya terjadi dalam bentuk mark-up di bazar Pamedan. Dalam penerimaan retribusi di Akau Pedagang Potong Lembu juga terindikasi dikorupsi. Eva Amalia, beberapa waktu lalu disebuah kedai kopi di Tanjungpinang mengaku hanya menerima Rp 500 ribu sampai Rp 530 ribu sehari. Padahal jumlah pedagang Akau Potong Lembu yang ditarik retribusinya setiap malam mencapai 86 orang dengan tarif  Rp 10 ribu permalam. Artinya satu hari saja, pendapatan dari Pedagang Akau  Rp 860 ribu. Terjadi selisih sekitar Rp 330 ribu setiap harinya untuk retribusi penerimaan dari pedagang Akau Potong Lembu.

Kemudian, penyertaan modal Pemko Tanjungpinang ke BUMD, yakni PT Bank Riau, Perusahaan Daerah (PD) Bank Perkreditan Rakyat Bestari, PT Riau Air Lines dan PT Tanjungpinang Makmur Bersama (PT TMB) pernah menjadi sorotan dari 6 fraksi di DPRD Kota Tanjungpinang dalam rapat paripurna, Senin 18 Juli 2011 lalu. Enam fraksi di DPRD Kota Tanjungpinang itu menyoroti pengelolaan dana BUMD Kota Tanjungpinang itu, karena menjadi temuan dalam audit BPK-RI.” Penyertaan modal Pemerintahan Kota Tanjungpinang pada BUMD tidak didukung dengan bukti kepemilikan dan presentase pembagian atas perhitungan bagi hasil usaha PD BPR Bestari kepada daerah tidak tepat. Serta penyajian saldo aset tetap, pada neraca per-31 Desember 2011 tidak didukung data yang andal.”tulis BPK dalam laporannya.

Menyikapi banyak dugaan korupsi di BUMD Kota Tanjungpinang, beberapa orang masyarakat, terutama pedagang yang setiap harinya membayar kewajiban restribusi pada BUMD Kota Tanjungpinang. Meminta Kejaksaaan Negeri Tanjungpinang serius mengusut BUMD dan anak perusahaanya, PT TMB.”Kami tidak rela uang sewa lapak kami dikorupsi. Kita akan mendesak Kejaksaan Negeri Tanjungpinang untuk mengusut tuntas dugaan korupsi di BUMD Kota Tanjungpinang itu.”kata beberapa orang pedagang yang dijumpai media ini.(irfan)

Ditulis Oleh Pada Jum 22 Feb 2013. Kategory Tanjungpinang, Terkini. Anda dapat mengikuti respon untuk tulisan ini melalui RSS 2.0. Anda juga dapat memberikan komentar untuk tulisan melalui form di bawah ini

Komentar Anda

Radar Kepri Indek