UJIAN DALAM MEMBANGUN POLITIK BERADAB DAN BERETIKA
Oleh: AJ Suhardi
Tinggal hitungan hari, pemilihan umum (Pemilu) serentak 2024 di Indonesia akan berlangsung. Pemilu 2024 ini akan menjadi pesta demokrasi yang sangat penting bagi perjalanan hidup berbangsa dan bernegara Indonesia ke depan. Maka upaya optimal dalam menciptakan Pemilu yang berkualitas tidak bisa ditunda-tunda lagi. Di sisi lain dalam setiap Pemilu, adab dan etika berpolitik memainkan peran penting dalam menentukan kualitas, legalitas dan integritas dari proses Pemilu itu sendiri.
Secara harfiah adab adalah segala bentuk sikap, perilaku, pola atau cara hidup yang mencerminkan nilai sopan santun, kehalusan, kebaikan, budi pekerti serta perilaku. Sehingga orang yang beradab tidak lain adalah orang yang selalu menjalani hidupnya dengan aturan atau tata cara yang diterima secara universal. Sedangkan etika, merupakan sesuatu yang berkenaan dengan akhlak atau nilai mengenai sesuatu yang baik dan yang buruk.
Membangun politik dan kesadaran berdemokrasi di Indonesia harus ditujukan sepenuhnya untuk mengutamakan kepentingan rakyat, bukan sebeliknya untuk kepentingan individu atau kelompok tertentu. Terutama ketika Indonesia menghadapi tekanan ekonomi yang berimplikasi pada kesejahteraan rakyat. Itulah sebabnya dalam berpolitik dan berdemokrasi ini diperlukan adab dan etika yang teruji dan terpuji.
Disaat rakyat menghadapi berbagai masalah dan tekanan, terutama di bidang ekonomi, di sinilah peluang potensial terjadinya pelanggaran adab dan etika berpolitik. Tidak jarang perkara adab dan etika menjadi abai atau tidak terlalu dipertimbangkan, terutama bila pondasi keimanan, pengetahuan dan kesadaran rakyat yang belum kuat. Di sinilah perlunya upaya membangun politik yang beradab dan beretika tersebut.
Membangun politik yang beradab dan beretika menjadi pondasi kuat agar output demokrasi mampu menjadi konsensus bersama para stakeholder bangsa. Terutama dalam melahirkan solusi besar untuk rakyat, untuk bangsa, dan bukan partial untuk kepentingan kelompok-kelompok tertentu, apalagi orang-orang tertentu. Adil dan makmur secara bersama-sama, bukan adil dan makmur sendiri-sendiri.
Esensi dari politik yang beradab dan beretika adalah adanya kekuasaan yang amanah dan tidak curang dalam arti tidak disalahgunakannya kekuasaan yang ada. Terjaminnya hak-hak politik rakyat termasuk kebebasan berbicara, demokrasi yang tertib, tidak anarkis dan taat pada pranata hukum dan pers yang merdeka, namun juga bertanggung jawab
Politik dapat dikatakan ‘civilized’ atau beradab, jika semua stakeholder menghormati dan mematuhi hukum, sistem politik dan demokrasi secara konstitusional. Penyelenggara pemilu, penyelenggara negara, penegak hukum dan segenap alat-alat negara mulai dari tingkat desa hingga pusat mampu menempatkan diri dan mengambil ruang netral, independen dan tidak berpihak.
Apa itu Etika Politik?
Etika politik adalah cabang etika yang membahas masalah-masalah moral dalam hubungannya dengan kekuasaan politik, seperti keadilan, kebebasan, kesetaraan, dan hak asasi manusia. Etika politik juga membahas tentang cara-cara yang benar atau salah dalam menggunakan kekuasaan politik, serta mengembangkan prinsip-prinsip moral yang dapat membantu politisi untuk membuat keputusan yang baik dan benar dalam melayani masyarakat (Franz Magnis Suseno, 2021)
Adab dan etika politik merupakan modal dasar bagi para politisi untuk menjalankan kiprahnyya dalam berpolitik praktis, karena adab dan etika politik melibatkan perilaku politisi dalam menjalankan tugas mereka (dalam konteks politik dan/atau menghadapi masyarakat). Etika politik mencakup nilai-nilai moral dan prinsip-prinsip yang mengatur perilaku politisi, seperti kejujuran, integritas, tanggung jawab, dan kewajiban.
Sebagai calon pemimpin masyarakat, politisi harus memahami adab dan etika berpolitik sekaligus mempraktikannya dalam kiprahnya sehari-hari. Hal ini termasuk dalam mengambil keputusan yang benar dan adil untuk kepentingan masyarakat, tidak menyalahgunakan kekuasaan dan sumber daya, serta menghormati hak asasi manusia dan kebebasan sipil.
Politisi juga harus membangun hubungan yang sehat dengan pemilih dan kelompok-kelompok masyarakat, serta dengan politisi dari partai politik lain. Diantaranya menghindari hujatan, hoaks, kampanye negatif atau black campaign, tidak terlibat dalam politik uang atau kecurangan lainnya, serta mempertahankan integritas dalam setiap tindakan dan keputusan politik yang mereka buat.
Jika para politisi gagal memahami dan menerapkan adab dan etika berpolitik, maka dipastikan akan dapat menimbulkan kerugian besar bagi masyarakat, serta merusak citra dan kepercayaan terhadap sistem politik itu sendiri. Oleh karena itu, politisi harus memiliki tanggung jawab moral dan etis yang tinggi dalam menjalankan tugas mereka sebagai calon pemimpin atau calon wakil rakyat. Etika politik memainkan peran penting dalam Pemilu, karena Pemilu adalah proses politik yang sangat penting dalam menjalankan sistem demokrasi. Fungsi etika politik dalam Pemilu antara lain:
1. Mengedukasi pemilih tentang nilai-nilai moral dan prinsip-prinsip etis yang harus dipegang. Etika politik membantu masyarakat memahami bagaimana politisi harus bertindak dalam melayani masyarakat dan mengambil keputusan yang benar dan adil.
2. Memastikan integritas Pemilu. Etika politik membantu membangun kepercayaan masyarakat terhadap Pemilu dan menjaga integritas Pemilu dengan mendorong politisi untuk tidak terlibat dalam kecurangan Pemilu, politik uang, atau kampanye negatif.
3. Menjaga hubungan yang sehat antara politisi dan pemilih. Etika politik membantu politisi untuk memahami kebutuhan dan aspirasi masyarakat, sehingga mereka dapat melayani masyarakat dengan baik. Etika politik juga membantu membangun hubungan yang sehat antara politisi dan pemilih, sehingga politisi dapat memperoleh dukungan masyarakat dengan cara yang jujur dan adil.
4. Menghasilkan keputusan yang benar dan adil. Etika politik membantu politisi dalam membuat keputusan yang benar dan adil dalam konteks politik, sehingga masyarakat dapat dipimpin dengan baik dan kepentingan masyarakat dapat diwakili dengan baik.
Dengan memahami dan menerapkan etika politik dalam Pemilu, politisi dapat memastikan bahwa pemilu dijalankan dengan integritas dan memberikan hasil yang benar dan adil bagi masyarakat. Sekaligus sebagai salah satu pengatur keseimbangan dalam pemisahan kekuasaan bagi lembaga-lembaga negara (eksekutif, legislatif dan yudikatif). Etika politik baru dapat dikatakan sebagai pengambil peran dalam budaya politik apabila memiliki kemampuan dalam mengendalilan lembaga-lembaga tersebut dan mekanisme politik negeri ini.
Para pemimpin bangsa, khususnya kepala negara dan kepala daerah wajib menjadi pemimpin rakyat, pengayom masyarakat, menjaga demokrasi untuk tetap berjalan pada rel politik yang bersih dan jujur. Bukan sebaliknya bertindak layaknya penguasa yang otoriter yang menggunakan kekuasaannya dengan sewenang-wenang dan memerintah sesuai selera untuk kepentingannya dengan melakukan segala bentuk penekanan, dan tindakan yang tidak terpuji untuk kepentingan dirinya dan kelompoknya.
Euforia kekuasaan bukan dengan cara-cara serampangan, meninggalkan etika dan hak-hak rakyat. Kepala negara maupun kepala daerah adalah mandat rakyat, bukan mandat sekelompok orang. Hakikat kekuasaan itu untuk melindungi rakyatnya, menjaga keseimbangan dalam kehidupan politik dan demokrasi, bukan sebaliknya amanah rakyat diperalat untuk melegitimasi tindakan penyimpangan untuk melakukan penekanan.
Kekuasaan selalu ada batasnya, baik konstitusi, aturan dan etika. Mestinya kekuasaan yang berasal dari mandat rakyat harus digunakan secara adil dan bijaksana. Kehidupan politik yang baik juga bebas dari represi kekuasaan terhadap rakyatnya. Sementara rakyat dengan dalih kebebasan juga tidak boleh melakukan tindakan melawan hukum serta mengganggu ketertiban dan keamanan publik.
Kita harus terus membangun politik dan demokrasi yang semakin matang, semakin berkualitas dan akhirnya semakin beretika dan beradab. Kita juga terus diuji apakah dalam perjalanan bangsa ini, termasuk Pemilu yang akan kita laksanakan nanti, politik dan demokrasi yang beretika dan beradab itu dapat kita jaga dan kita kembangkan.
Menjelang pemilihan umum 2024 ini, politik akan makin memanas. Banyak godaan dan ujian yang akan kita hadapi. Negara kembali akan diuji apakah Pemilu 2024 ini dapat berlangsung secara damai, adil dan demokratis. Peaceful, free and fair election. Tiga Pemilu sebelumnya, Pemilu 2009, Pemilu 2014 dan Pemilu 2019, berlangsung secara damai, adil dan demokratis. Sejarah akan menguji apakah negara dapat mempertahankan prestasi ini pada penyelenggaraan Pemilu 2024?.
Kita akan diuji, apakah untuk meraih kemenangan dalam Pemilu 2024 nanti, ada yang tergoda menghalalkan segala cara. Termasuk menyalahgunakan kekuasaan, melanggar undang-undang serta menghalang-halangi pihak lain untuk menjalankan kampanye. Kita juga akan diuji apakah Pemilu kali ini akan bisa mencegah politik uang (money politics).
Demokrasi akan runtuh dan rakyat akan dikebiri manakala uang menjadi penentu segala-galanya. Suram masa depan politik kita kalau uang digunakan sebagai alat untuk membeli suara rakyat dan juga sebagai transaksi terbangunnya pondasi kekuasaan. Kita akan diuji apakah Pemilu ini bebas dari intimidasi yang akan mengganggu kedaulatan rakyat untuk menjatuhkan pilihannya. Kekuatan atau power yang dimiliki oleh siapa pun tidak boleh untuk mengintimidasi dan memaksa seseorang agar memilih.
Kita akan diuji apakah politik identitas yang melebihi takarannya akan dimainkan oleh para kandidat dan partai-partai politik peserta Pemilu. Di negara mana pun, selalu ada korelasi antara identitas dengan preferensi pemilihan dan politik. Namun, apabila melebihi kepatutannya dan secara membabi buta dijadikan penentu untuk memilih seseorang atau partai politik tertentu, demokrasi kita akan mundur jauh ke belakang.
Kita juga akan diuji apakah pers dan media massa bisa bertindak adil dan memberikan ruang yang berimbang bagi para kandidat dan kontestan peserta Pemilu. Media massa adalah milik rakyat, milik kita semua. Maka media massa harus independen dan berimbang dalam pemberitaannya, juga terlepas dari tekanan pemilik modal dan pihak-pihak tertentu.
Ujian lain yang mungkin akan kita hadapi adalah apakah perangkat negara termasuk aparatur sipil negara (ASN) , intelijen, kepolisian, dan militer netral dan tidak berpihak?. Ingat, ASN, TNI dan Polri adalah milik negara, milik rakyat Indonesia. Akan mencederai sumpah dan etikanya kalau perangkat negara ini tidak netral. ASN, TNI, dan Polri harus belajar dari sejarah masa lalu, bahwa karena kesalahan masa lampaunya, rakyat terpaksa memberikan koreksi.
Pendek kata, dalam beberapa bulan kedepan ini, kita semua akan diuji oleh sejarah. Siapa yang lulus dan siapa yang tidak lulus, siapa uang menang dan siapa yang kalah. Jangan sampai untuk mengejar kemenangan, kita mengorbankan persatuan, persaudaraan dan kerukunan di antara sesama elemen bangsa. Jangan sampai kita ikut menyemai benih-benih perpecahan dan disintegrasi yang sangat membahayakan masa depan bangsa kita.
Dalam kampanye Pemilu, kampanye negatif memang tidak bisa dihindari. Ini juga terjadi di negara lain. Namun, kita harus mencegah digunakannya fitnah, hoax dan ragam kampanye hitam dan lain-lain. Mari sama-sama kita membangun kesadaran masyarakat dalam berdemokrasi melalui adab dan etika berpolitik. Mari kita bangkitkan kesadaran masyarakat untuk menggunakan hak pilih secara jujur dan adil. Mari kita ciptakan pesta demokrasi 2024 yang aman, tertib dan damai!
Asmara Juana Suhardi, ST.,S.IP.,M.Si. adalah Mahasiswa Program Doktoral (S-3) Universitas Muhammadiyah Malang, angkatan 2021.