Tanjungpinang, Radar Kepri – Sekitar tiga bulan dilantik Jadi Bupati dan Wakil Bupati Natuna, Provinsi Kepulauan Riau. Cen Sui Lan dan Jarmin Sidik dikabarkan dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Rabu (14/5/2025)
Bupati, Wakil Bupati, Natuna, Sekretaris Daerah (Sekda), Kabupaten Natuna Boy Wijanarko Varianto serta Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Natuna , Suryanto, disebut juga ikut terseret.
Pemanggilan pejabat Natuna tersebut, terkait investigasi dugaan penyelewengan dana Pajak Hasil Galian C (PHC) senilai Rp10 miliar yang tidak masuk ke kas daerah. Kasus tersebut berpotensi merugikan keuangan negara dan menghambat pembangunan di Kabupaten Natuna, ungkap salah seorang warga Natuna.
“sepertinya soal pajak galian C yang tak masuk kas daerah, kata sumber.
PHC merupakan pungutan resmi yang dikenakan pada kegiatan pertambangan bahan galian golongan C, seperti pasir, batu, tanah, dan pasir kuarsa—sumber daya yang melimpah di Natuna.
Menurut Undang-Undang No. 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, seluruh penerimaan PHC wajib disetorkan ke kas daerah untuk mendanai program pembangunan, infrastruktur, dan pelayanan publik.
Namun, investigasi awal KPK menemukan indikasi bahwa dana sebesar Rp10 miliar dari sektor ini, termasuk pajak pasir kuarsa yang menjadi komoditas utama Natuna, tidak tercatat dalam laporan keuangan Pemkab Natuna selama periode 2023-2024.
Diduga KPK mulai menyelidiki kasus ini setelah menerima laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menyoroti ketidaksesuaian antara realisasi pendapatan PHC dan laporan resmi daerah.
Informasi terbaru dari warga Natuna yang enggan namanya dipublikasi bahwa menguatkan dugaan tersebut.
“Semalam (14 Mei), sekitar pukul 13.00.00 WIB, Bupati, Wakil Bupati, dan rombongan terlihat berangkat menuju Jakarta menggunakan pesawat dari Bandara Ranai. Menurut kabar, mereka dipanggil KPK terkait pajak pasir kuarsa yang selama ini dikelola,” ujarnya.
Natuna, wilayah kepulauan yang kaya akan sumber daya alam, sangat bergantung pada pendapatan PHC untuk membiayai pembangunan infrastruktur dasar seperti jalan, pelabuhan, dan fasilitas kesehatan. Pasir kuarsa, bahan baku industri kaca dan elektronik, menjadi komoditas andalan daerah ini. Namun, penyimpangan dana pajak tersebut berisiko memperlebar kesenjangan akses layanan publik, terutama di daerah terpencil.
Kasus ini menambah daftar panjang penyalahgunaan dana daerah oleh pejabat publik. Pada 2022, misalnya, mantan Bupati Bengkalis divonis 7 tahun penjara karena korupsi dana retribusi tambang. KPK juga sedang menyelidiki dugaan kasus serupa di Sulawesi Tengah dan Kalimantan Timur.
Pemanggilan ini menjadi ujian bagi komitmen KPK memberantas korupsi hingga level daerah. Masyarakat Natuna, seperti disuarakan warga Natuna, berharap proses hukum berjalan tanpa intervensi.
“Kalaulah memang benar kasus ini, kami ingin dana pajak pasir kuarsa dikembalikan untuk membangun Natuna. Jangan sampai anak cucu kami hanya jadi penonton kekayaan alamnya dijarah,” tegasnya. Seperti kata pepatah, “Harta haram yang dikelola akan menghancurkan,” kasus ini harus menjadi momentum perbaikan tata kelola keuangan daerah yang lebih akuntabel,” sebutnya.
Terkait informasi diatas awak media ini langsung melakukan konfirmasi kepada Bupati Natuna Cen Sui Lan melalui pesan singkat ke Ponselnya Kamisi (15/5) hanya gambar boneka tertawa
Awak media ini masih berupaya melakukan konfirmasi guna klarifikasi.
Setelah sejumlah pejabat Natuna dipanggil KPK, kapan giliran Bupati serta Pejabat Kabupaten Lingga.?,(Aliasar)








