Bungkamnya Kajari Lingga atas Dugaan Korupsi Bonsai Ancam Kepercayaan Publik

Kantor Kejari Daek Lingga.

 

Lingga, Radar Kepri- Sikap tertutup Kepala Kejaksaan Negeri (Kelajari) Lingga dalam menangani dugaan korupsi pengadaan tanaman bonsai di Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Perkim) Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau, menimbulkan tanda tanya besar di tengah masyarakat. Sudah hampir satu tahun sejak kasus ini mencuat, namun hingga awal Agustus 2025, belum ada kejelasan terkait progres hukum dari pihak kejaksaan.

Kasus ini disebut-sebut melibatkan sejumlah pejabat daerah, bahkan menyeret nama istri Bupati Lingga, Maratusholiha. Namun, hingga kini Kejari Lingga belum memberikan pernyataan resmi terkait status perkara tersebut—apakah masih dalam tahap penyelidikan, penyidikan, atau justru dihentikan secara diam-diam.

 

Mengapa Kejari Bungkam?

Diamnya pihak Kejari Lingga membuka ruang spekulasi. Ada kemungkinan proses hukum masih berada dalam tahap penyelidikan tertutup demi menjaga integritas barang bukti dan menghindari kebocoran informasi yang dapat dimanfaatkan oleh terduga pelaku.

Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa dugaan korupsi kerap kali menyentuh ranah politik, sehingga tekanan dari pihak tertentu bisa memengaruhi jalannya penanganan perkara. Terlebih, jika kasus tersebut menyentuh lingkar kekuasaan. Kemungkinan lain adalah keterbatasan sumber daya di tubuh Kejaksaan Negeri, baik dari segi personel, anggaran, maupun sarana pendukung.

Sayangnya, kejaksaan tidak memberikan penjelasan atas diamnya mereka, yang justru memperparah persepsi publik tentang lemahnya penegakan hukum.

 

Dampak Serius: Publik Bisa Kehilangan Kepercayaan.

Sikap bungkam Kejari Lingga bukan sekadar persoalan komunikasi publik, tetapi berpotensi menimbulkan kerugian serius terhadap kepercayaan masyarakat:

Erosi Kepercayaan terhadap Penegak Hukum: Ketertutupan dalam menangani kasus bernuansa korupsi bisa menimbulkan kesan bahwa penegakan hukum hanya tajam ke bawah, tumpul ke atas.

Keadilan Terlihat Tebang Pilih: Ketika kasus-kasus tertentu mandek tanpa alasan jelas, sementara kasus lain diproses cepat, muncul persepsi ketidakadilan hukum.

 

Potensi Hilangnya Bukti dan Aset:

Penundaan proses hukum memungkinkan tersangka menyembunyikan aset hasil korupsi atau bahkan melarikan diri dari jerat hukum.

Masyarakat dan media punya peran vital untuk terus mendesak Kejari Lingga agar bersikap transparan dan akuntabel. Dalam demokrasi yang sehat, institusi hukum semestinya bekerja di bawah prinsip keterbukaan, bukan menutup-nutupi proses yang menyangkut kepentingan publik.

 

Kejari Tak Kunjung Menjawab

Dikonfirmasi pada Sabtu (1/8/2025), Kepala Kejari Lingga Amriyat belum memberikan tanggapan. Upaya konfirmasi melalui Kepala Seksi Intelijen, Adimas Haryosetyo, S.H., juga tak menghasilkan keterangan yang memadai. Jawaban singkat yang diberikan justru menegaskan kesan enggan terbuka.

Kasus ini menjadi cerminan perlunya reformasi penegakan hukum di daerah, agar tidak hanya berpihak pada kekuasaan, tetapi benar-benar berdiri untuk kepentingan keadilan dan rakyat.(Laporan: Aliasar)

 

 

 

Pos terkait