
Tanjungpinang, Radar Kepri-Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau (Kejati Kepri) menyatakan akan menindaklanjuti laporan masyarakat terkait dugaan penyimpangan anggaran Pokok Pikiran (Pokir) anggota DPRD Provinsi Kepri yang dialokasikan melalui Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kepri pada Tahun Anggaran 2025. Dana tersebut disebut-sebut digunakan untuk kegiatan publikasi media dengan nilai mencapai Rp 6 miliar.
Kasi Penkum Kejati Kepri, Yusnar Yusuf, S.H., M.H., menyampaikan bahwa pihaknya telah menerima informasi dan laporan masyarakat terkait dugaan penyimpangan anggaran tersebut.”Kami ucapkan terima kasih atas setiap informasi yang diberikan. Seluruh informasi, data atau laporan dari masyarakat (termasuk media) menjadi bahan masukan buat kami untuk selanjutnya dapat ditelaah, dianalisa dan ditindaklanjuti untuk mengetahui apakah ada atau tidak ada peristiwa pidana dalam hal laporan dimaksud. Jika ada peristiwa pidana maka akan diproses sesuai dgn ketentuan hukum yang berlaku.“ tegas Yusnar, Kamis (17/7/2025).
Sikap Bungkam Kadis Kominfo Kepri Picu Kecurigaan
Di tengah sorotan publik, sikap tertutup Kepala Dinas Kominfo Kepri, Hendri Kurniadi, justru memicu tanda tanya besar. Pejabat yang baru saja dilantik tersebut belum memberikan klarifikasi resmi terkait penggunaan anggaran miliaran rupiah untuk kerjasama media.
Padahal, sebagai pejabat publik, Hendri memiliki kewajiban menyampaikan laporan pertanggungjawaban atas penggunaan dana APBD. Terlebih, informasi mengenai mekanisme penyaluran dana, daftar media penerima, serta bentuk kegiatan yang dilaksanakan nyaris tidak tersedia untuk publik.”Sikap diam ini justru memperkuat dugaan bahwa alokasi anggaran digunakan tanpa prinsip transparansi dan akuntabilitas,” ujar salah satu sumber internal yang enggan disebutkan namanya.
Ada Apa dengan Dana Rp 6 Miliar?
Anggaran yang dikabarkan bernilai Rp 6 miliar itu dialokasikan untuk kegiatan publikasi media. Namun, hingga saat ini belum jelas media mana saja yang mendapat kerjasama, serta apa indikator kelayakan atau “kualifikasi” yang digunakan.
Ironisnya, sejumlah media yang telah memenuhi persyaratan administratif dan legal formal justru tidak dilibatkan. Ini menimbulkan dugaan adanya praktik kolusi, nepotisme, atau tender tidak kompetitif.
Parahnya, dugaan publik menyebutkan sebagian besar dari anggaran tersebut adalah bagian dari Pokok Pikiran (Pokir) sejumlah anggota DPRD Kepri. Pokir selama ini dikenal sebagai celah masuknya kepentingan politik dalam penganggaran, yang kerap mengabaikan kajian teknis maupun kebutuhan riil daerah.
DPRD Harus Bertindak, Audit Independen Mendesak
Komisi terkait di DPRD Kepri didesak untuk segera memanggil Kadis Kominfo Hendri Kurniadi untuk memberikan penjelasan terbuka dalam forum resmi. Evaluasi menyeluruh terhadap penggunaan dana Pokir yang dialirkan ke Kominfo harus dilakukan, termasuk audit independen terhadap aliran dan output anggaran publikasi.
Langkah ini menjadi penting demi mengembalikan kepercayaan publik serta memastikan uang rakyat digunakan dengan benar.
Potensi Pelanggaran Serius terhadap Prinsip Tata Kelola Pemerintahan
Kasus ini mencerminkan potensi pelanggaran serius terhadap prinsip transparansi, akuntabilitas, dan tata kelola keuangan daerah.
Sikap bungkam pejabat, minimnya informasi publik, serta besarnya dana yang tidak jelas peruntukannya membuka ruang terjadinya, Mark-up anggaran, Proyek fiktif, Pembayaran untuk kegiatan media tanpa output yang jelas
Jika tidak segera ditindaklanjuti secara hukum dan politik, spekulasi akan terus berkembang dan memperlemah legitimasi pengelolaan anggaran pemerintah provinsi Kepri.(Irfan)