Mediasi Gagal, Gugatan Terhadap Haji Danoer Dilanjutkan

Suasana sidang gugatan terhadap Haji Danoer.

Tanjungpinang, Radar Kepri-Penyelesaian dengan proses mediasi oleh hakim mediator Santonius Tambunan SH MH dari Pengadilan Negeri (PN) Tanjungpinang. Santonius Tambunan SH MH gagal terjadi, Rabu (23/05).

Mediasi dilaksanakan untuk perkara gugatan perdata Nomor 8/Pdt.G/2018/PN Tpg.
Mediasi dilaksanakan atas sengketa kepemilikan lahan seluas 4 hektar, di kawasan Pantai Trikora, Desa Malang Rapat, Kecamatan Gunung Bintan, Kabupaten Bintan.
Pihak penggugat dalam perkara ini adalah, tiga warga masyarakat yang telah memiliki tanah lebih awal di kawasan tersebut, yakni atas nama Maimunah, Lina dan Slaman. Ketiga warga tersebut dalam mediasi didampingi oleh tim kuasa hukumnya, Eko Wahono SH dan Edi Sujadi SH.
Sedangkan pihak tergugat dalam perkara ini adalah pihak yang juga merasa memiliki tanah yang sama di kawasan tersebut. yakni Abdul Bahrum, Sumini (Isteri Abd, Bahrum), H Usman S, Ny Yah (Isteri H. Usman S), H. Dahnoer Yoesoef, Fanny Alfina dan Raf Mustika.
Dalam perkara ini, juga melibatkan pihak turut tergugat, yakni Kepala Desa Malang Rapat, Camat Gunung Kijang (dahulu Camat Bintan Timur), Suryanto Eko Wahono, SH dan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Bintan.
Kuasa Hukum Penggugat, Eko Wahono SH menjelaskan, gugutan perkara perdata ini
terkait perkara melawan hukum yang dilakukan oleh tergugat menyangkut tanah
seluas 4 herktar di kawasan Pantai Trikora, Desa Malang Rapat, Kecamatan Gunung
Bintan, Kabupaten Bintan.
Namun oleh pihak tergugat satu hingga tergugat tersebut dipakai namanya oleh pihak tergugat lainya yang seolah-olah telah melakukan jual beli dalam pembuatan alas hak dan sertifkat tanah di kawasan tersebut.
“Padahal tergugat satu hingga tergugat empat tersebut tidak pernah mendatangani
surat jual beli tanah di kawasan tersebut, sebagaimana yang tertera dalam akta
jual beli sertifikat tanah oleh pihak tergugat lainnya.”terang Eko Wahono SH.
Eko menjelaskan, dasar kepemilikan lahan seluas 4 hekater tersebut oleh kliennya
adalah adanya Surat Kepemilikan Tanah (SKT) tahun 1982. Sedangkan dari pihak
tergugat sendiri mengaku memiliki dasar Sertifikat Tanah.”Tapi sertifikat ini, adalah sertifikat yang direkayasa dengan memakai nama orang lain yang tidak pernah memiliki tanah di kawasan tersebut. Nama mereka
hanya dipakai saja dalam pembuatan. Orang yang punya nama dalam alas hak itu mengaku tidak memiliki tanah tersebut.”kata Eko Wahono SH.(irfan)

Pos terkait