
Jakarta, Radar Kepri-Badan Peneliti Independen Kekayaan Penyelenggara Negara dan Pengawas Anggaran Republik Indonesia (BPI KPNPA RI) mengapresiasi langkah Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau (Kejati Kepri) yang berhasil mengungkap kasus dugaan korupsi proyek pembangunan studio senilai Rp 10 miliar. Namun, Ketua Umum BPI KPNPA RI, Rahmad Sukendar, mendesak agar kejati Kepri tidak hanya berhenti pada satu kasus.
“Jangan hanya berani mengungkap kasus yang mudah dan aman secara politik. Skandal korupsi Bonsai Lingga yang sudah enam bulan ditangani Kejati Kepri dan menjadi perhatian publik sampai hari ini tak ada kejelasan. Ini mencederai kepercayaan publik,” tegas Rahmad Sukendar. Kamis (12/6/25) dalam keterangan tertulisnya.
Menurutnya, Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) telah memberikan mandat penuh kepada Kejati Kepri untuk menyelesaikan kasus tersebut, namun hasilnya masih nihil. Bahkan, Jamintel Kejaksaan Agung telah mengirim surat resmi untuk mempertanyakan perkembangan penanganan perkara itu.
“Apakah Kejati Kepri takut atau ada tekanan dari pihak tertentu? Kami minta penjelasan terbuka. Jika tidak sanggup, serahkan saja ke Kejagung! Jangan biarkan kasus ini menguap begitu saja,” ujar Rahmad dengan nada tinggi.
Ia menegaskan, BPI KPNPA RI akan terus mengawal kasus tersebut dan tidak akan tinggal diam terhadap penegakan hukum yang tebang pilih.
“Kalau ada aparat penegak hukum yang bermain atau melindungi koruptor, kami tidak segan-segan membongkarnya ke publik. Ini soal keadilan dan uang rakyat!” pungkas Rahmad Sukendar.
Hingga berita ini di muat, upaya konfirmasi dengan pihak Kejati Kepri melalui Kasi Penkum telah diupayakan, namun belum berhasil.
Keterlibatan Mantan Sekwan Lingga

Berdasarkan data yang dihimpun media ini pengadaan tanaman Bonsai di Dinas Perkim Tahun 2021 menelan anggaran Rp 290 juta untuk belanja bahan bibit tanaman. Selanjutnya pada Tahun 2022 kembali dianggaran sebesar Rp 208 juta untuk kebutuhan yang sama.
Aroma korupsi dari pengadaan bonsai ini sebenarnya, telah tercium sejak awal proyek ini dilaksanakan. Hal ini terlihat dengan tidak dilelangnya kegiatan yang berpagu diatas Rp 200 juta sebagaimana yang diatur dalam dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2021 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 Tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintahan.
Modusnya dengan menyamarkannya kegiatan di pecah menjadi empat pekerjaan dengan jenis pekerjaan yang sama. Kemudian dibayarkan dengan empat kaki pencairan ditanggal yang sama. Padahal dalam keterangan yang tercantum di lama Sirup.LKPP Tahun 2021 jelas disebutkan untuk pengadaan bibit tanaman dengan pagu dana Rp 290 juta.
Data SP2D yang dihimpun, disebutkan pada Tanggal 24 Desember Tahun 2021 dicairkan Rp 47.4 juta untuk Belanja Bahan BiBit Tanaman yang diterima CV Singkep Pesisir Jaya. Selanjutnya dicairkan CV Aulia Flora sebesar Rp 47, 7 juta, CV Mayada Wijaya Rp 48,6 dan Putra Bertuah dengan nilai Rp 49 juta, bila dihitung total adalah Rp 192,7. Namun dalam realisasi anggaran untuk pengadaan bibit tanaman Tahun 2021 tercatat Rp 290.440.
Begitu juga pada anggaran Tahun 2022, kembali dianggarkan untuk kegiatan yang sama dengan pagu Rp 208 juta. Modusnya sama seperti tahun 2021, yakni dengan memecah kegiatan menjadi empat kegiatan untuk menghindari pelaksanaan lelang. Pada realisasi anggaranya dicarikan, Rp 208.060.
“Sebenarnya dalam DPA ada jenis tanaman lengkap, kenyataannya tak ada barang (tanaman bonsai) dibelanjakan sesuai DPA di lapangan. Ada indikasi pengadaan fiktif. Dan ada info pejabat pengadaan pun tidak berani tandatangan dokumen, tapi bisa dicairkan,” kata sumber media ini yang tidak ingin namanya disebutkan.
Dikatakannya, indikasi terjadi penyimpangan juga terlihat dalam proses pengadaan barang dan jasa yang tidak melalui Pokja pemilihan atau pejabat pengadaan. Yaitu SPJ yang diberikan tanpa proses PJB yang dilakukan PA/KPA dengan mencairkan kegiatan tersebut.
“Tahun 2021 dan 2022 Dinas Perkim masih dikomandoi oleh Saparudin Madjid yang pernah menjabat sebagai Sekertaris DPRD Lingga dan saat kepala Bapenda Kabupaten Lingga,” bebernya
Upaya konfirmasi dengan pihak terkait masih diupayakan media ini termasuk dengan Saparudin, namun belum ada jawaban.
Keterlibatan Istri Bupati Lingga

Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK) Kabupaten Lingga, Maratusholiha Nizar.
Data dan investigasi mendalam oleh media ini menguak keterlibatan istri Bupati Lingga, Muhammad Nizar itu, terlibat tindak pidana korupsi pengadaan bibit tanaman bonsai pada Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Perkim) Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau (Kepri) Tahun Anggaran 2021.
Jejak kejahatan korupsi yang dituduhkan kepada Maratusholiha tersebut, terkuak dalam sebuah dokumen yang berjudul “RAB Pengadaan Tanaman Hias/Bonsai Gedung Daerah Kab Lingga” yang ditandatanganinya sendiri.
Dokumen setebal 16 halaman yang beredar di kalangan masyarakat Lingga itu, mencantumkan nama/jenis tanaman, usia, tinggi dan harganya. Sedangkan jumlah tanaman Bonsai yang akan diadakan dalam dokumen tersebut sebanyak 47 pohon.
Adapun nama/jenis ke-47 tanaman Bonsai dalam dokumen tersebut, yakni Beringin 4 pohon, Serut 2 pohon, Anting Putri 18 pohon, Asam Jawa 2 pohon, Cemara Udang 5 pohon, Junifer 1 pohon, Putri Salju 1 pohon, Palem Sisir 2 pohon, Lohan Sung 1 pohon, Santigi 1 pohon dan Kamboja 10 pohon.
Sedangkan harga ke-11 nama/jenis tanaman Bonsai tersebut, bervariasi sesuai usia dan tinggi pohonnya. Harga termurah adalah jenis Anting Putri dan Kamboja usia 3 tahun dan tinggi 30 centimeter. Sedangkan harga termahal adalah jenis Anting Putri usia 30 tahun dan tinggi 80 centimeter.
“Anda lihat sendiri dokumen itu, pemohonnya jelas istri Bupati Lingga, ibu Maratusholiha. Dia sendiri yang menentukan dan menandatangani spesifikasi, serta harganya sebesar Rp169 juta. Dinas Perkim hanya melaksanakan,” ungkap sumber yang minta namanya tidak ditulis.
Berdasarkan hasil penelusuran pada sirup.lkpp.go.id, paket pengadaan bibit tanaman tersebut, bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Perubahan Tahun Anggaran 2021 dengan jumlah pagu dana sebesar Rp290.440.000.
Selanjutnya, pagu dana tersebut dipecah menjadi 4 kegiatan dan dikerjakan oleh 4 perseroan komanditer yakni CV. Singkep Pesisir Jaya dengan nilai kontrak Rp47.716.364, CV. Aulia Flora Rp47.716.364, CV. Putera Bertuah Rp49.041.818 dan CV. Mayada Wijaya Rp48.600.000.
Musfaidi alias Boim, pengusaha tanaman Bonsai di Daik Lingga mengakui pengadaan tanaman bonsai pada Dinas Perkim Kabupaten Lingga Tahun Anggaran 2021 itu, berasal dari tempat usahanya.
Menurut Boim, tanaman bonsai sebanyak 47 pohon itu, sudah didistribusikan ke gedung daerah pada bulan Mei 2021, jauh sebelum APBD-P disahkan oleh DPRD Kabupaten Lingga. Namun, pembayarannya dicicil hingga setahun lamanya.
“Saya tidak tahu kalau penawaran harga saya di-mark up atau digelembungkan. Begitu juga soal pembayaran, saya tidak tahu pakai CV. Saya dibayar tunai, bukan ditransfer ke rekening. Itu pun dicicil sampai 1 tahun,” bebernya.
Berdasarkan bukti Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) Nomor : 32.06/04.0/000160/LS/1.04.2.11.0.00.01.0000/P.04/12/21, CV. Mayada Wijaya menerima transfer dari kas daerah sebesar Rp48.600.000.
Selanjutnya, melalui SP2D Nomor : 32.06/04.0/000161/LS/1.04.2.11.0.00.01.0000/P.04/12/21, CV. Singkep Pesisir Jaya menerima transfer sebesar Rp47.716.364, CV. Putera Bertuah dengan SP2D Nomor : 32.06/04.0/000162/LS/1.04.2.11.0.00.01.0000/P.04/12/21 menerima transfer sebesar Rp49.041.818.
Terakhir, CV. Aulia Flora dengan SP2D Nomor :32.06/04.0/000164/LS/1.04.2.11.0.00.01.0000/P.04/12/21, menerima transfer sebesar Rp47.716.364.
Direktur CV. Putera Bertuah, Tri Kadarisman, mengaku tidak tahu menahu perusahaannya digunakan untuk pengadaan tanaman bonsai di gedung daerah Kabupaten Lingga pada Tahun Anggaran 2021. Ia hanya mengetahui perusahaannya dipinjam oleh orang Dinas Perkim untuk pengadaan barang di lingkungan Dinas Perkim Kabupaten Lingga.
“Saya tidak tahu menahu soal bonsai itu. Silakan tanya orang Dinas Perkim. Mereka yang pinjam perusahaan saya,” ungkapnya.
Menurut dia, keuntungan yang diperoleh dari jasa peminjaman perusahaannya tersebut, tak sampai Rp1,5 juta. Bahkan, uang pembayaran pengadaan bonsai yang ditransfer masuk ke rekening perusahaanya langsung dikeluarkan dan diserahkan ke Dinas Perkim.
“Jadi, begitu uangnya masuk ke rekening perusahaan, langsung ditarik tunai dan diserahkan ke Dinas Perkim. Silakan tanya aja ke Dinas Perkim,” katanya.(Irfan)