; charset=UTF-8" /> Apakabar Kasus Dugaan Korupsi Bonsai di Lingga ? - | ';
'
'
| | 67 kali dibaca

Apakabar Kasus Dugaan Korupsi Bonsai di Lingga ?

Inilah tanaman bonsai yang diduga terjadi korupsi.

Inilah tanaman bonsai yang diduga terjadi korupsi.

 

Lingga, Radar Kepri-Kinerja Aparat Penegak Hukum (APH) khususnya Kejaksaan Negeri Daik Lingga dalam menegakkan hukum, khususnya tindak pidana korupsi di wilayah kerjanya terus menuai sorotan. Segudang kasus kasus dugaan korupsi di Kabupaten berjuluk Bunda Tanah Melayu itu terkesan “mengendap”.

Salah satu kasus dugaan korupsi yang menjadi viral dan sempat diusut Kejari Lingga adalah dugaan tindak pidana korupsi pengadaan bibit tanaman hias berupa bonsai di kantor Bupati Lingga.

Kasus ini menjadi perhatian publik karena melibatkan Maratusoliha, istri Bupati Lingga, M Nizar SSos.

Berdasarkan data yang dihimpun media ini pengadaan tanaman Bonsai di Dinas Perkim Tahun 2021 menelan anggaran Rp 290 juta untuk belanja bahan bibit tanaman. Selanjutnya pada Tahun 2022 kembali dianggaran sebesar Rp 208 juta untuk kebutuhan yang sama.

Aroma korupsi dari pengadaan bonsai ini sebenarnya, telah tercium sejak awal proyek ini dilaksanakan. Hal ini terlihat dengan tidak dilelangnya kegiatan yang ber-pagu  diatas Rp 200 juta sebagaimana yang diatur dalam dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2021 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 Tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintahan.

Modusnya dengan menyamarkannya kegiatan di pecah menjadi empat pekerjaan dengan jenis pekerjaan yang sama. Kemudian dibayarkan dengan empat kaki pencairan ditanggal yang sama. Padahal dalam keterangan yang tercantum di lama Sirup.LKPP Tahun 2021 jelas disebutkan untuk pengadaan bibit tanaman dengan pagu dana Rp 290 juta.

Data SP2D yang dihimpun, disebutkan pada Tanggal 24 Desember Tahun 2021 dicairkan Rp 47.4 juta untuk Belanja Bahan BiBit Tanaman yang diterima CV Singkep Pesisir Jaya. Selanjutnya dicairkan CV Aulia Flora sebesar Rp 47, 7 juta, CV Mayada Wijaya Rp 48,6 dan Putra Bertuah dengan nilai Rp 49 juta, bila dihitung total adalah Rp 192,7. Namun dalam realisasi anggaran untuk pengadaan bibit tanaman Tahun 2021 tercatat Rp 290.440.

Begitu juga pada anggaran Tahun 2022, kembali dianggarkan untuk kegiatan yang sama dengan pagu Rp 208 juta. Modusnya sama seperti tahun 2021, yakni dengan memecah kegiatan menjadi empat kegiatan untuk menghindari pelaksanaan lelang. Pada realisasi anggaranya dicarikan, Rp 208.060.

“Sebenarnya dalam DPA ada jenis tanaman lengkap, kenyataannya tak ada barang (tanaman bonsai) dibelanjakan sesuai DPA di lapangan. Ada indikasi pengadaan fiktif. Dan ada info pejabat pengadaan pun tidak berani tandatangan dokumen, tapi bisa dicairkan,” kata sumber media ini yang tidak ingin namanya disebutkan.

Dikatakannya, indikasi terjadi penyimpangan juga terlihat dalam proses pengadaan barang dan jasa yang tidak melalui Pokja pemilihan atau pejabat pengadaan. Yaitu SPJ yang diberikan tanpa proses PJB yang dilakukan PA/KPA dengan mencairkan kegiatan tersebut.

“Tahun 2021 dan 2022 Dinas Perkim masih dikomandoi oleh Saparudin Madjid yang kini menjabat sebagai Sekertaris DPRD (Sekwan) Kabupaten Lingga,” bebernya

Upaya konfirmasi dengan pihak terkait masih diupayakan media ini termasuk dengan Saparudin, namun belum ada jawaban.

Terbaru, sumber radarkepri.com mengungkapkan terkait kasus ini, sejumlah orang telah dipanggil untuk dimintai keterangan oleh APH. Akankah kasus ini berlanjut hingga ke pengadilan atau dihentikan ?. Media ini akan terus mengawal proses hukum atas kasus-kasus dugaan korupsi di Kabupaten Lingga.

Termasuk sejumlah kasus dugaan korupsi yang diusut Polda Kepri terkait kasus tanah di desa Limbung, Lingga Utara.(red/aliasar)

Ditulis Oleh Pada Jum 21 Feb 2025. Kategory Lingga, Terkini. Anda dapat mengikuti respon untuk tulisan ini melalui RSS 2.0. You can skip to the end and leave a response. Pinging is currently not allowed.

Komentar Anda

Radar Kepri Indek