Ani, Korban Mafia Tanah Pertanyakan Kasusnya

Inilah plank yang dipasang Polresta Tanjungpinang. Foto diabadikan pada 5 Agustus 2023.

 

Tanjungpinang, Radar Kepri-Meski papan peringatan “Lahan Ini Dalam Pengawasan Satreskrim Polresta Tanjungpinang” di Jalan WR Supratman—tepat di samping mess Polresta—telah memudar dari semula kuning mencolok menjadi putih pudar, kasus dugaan mafia tanah yang menyeret sindikat pemalsuan dokumen dan penadah ini belum menunjukkan titik terang.

Korban Belum Mendapat Keadilan

Tanah seluas 4812,5 meter persegi itu terdaftar atas nama almarhum Go Asai dan ahli warisnya, Ani alias Seng Hong. Dengan status alas hak.  Sepanjang proses penyelidikan sejak laporan kepolisian nomor  LP/B/159/2023/SPKT/Polresta Tanjungpinang/Polda Kepri tertanggal 8 September 2023, Ani menegaskan ia tidak pernah melepaskan hak kepemilikan lahan tersebut. Namun, di balik pudar cat papan pengawasan itu, muncul klaim kepemilikan baru oleh Haldy Chan, yang mengaku membeli dari pihak ketiga.

 

Sindikat Pemalsu Dokumen dan Penadah Bebas

Data investigasi media ini menyimpulkan bahwa dokumen balik nama dan sertifikat palsu telah dibuat dengan digital signatures dan cap kantor camat yang dipalsukan. Berdasarkan Kitab Undang‑Undang Hukum Pidana (KUHP), pasal 263 tentang pemalsuan dokumen dan pasal 372 tentang penggelapan, para pelaku terancam pidana penjara hingga enam tahun. Penadah yang menerima “barang curian” dapat dijerat pasal 480 KUHP dengan ancaman tiga tahun penjara.

 

Penyidikan Mandek, Publik Menanti

Setelah naik ke tahap penyidikan (dik) beberapa bulan lalu, penyidik Satreskrim Polresta Tanjungpinang belum mengumumkan tersangka. Pada 6 Oktober 2024, melalui pesan WhatsApp, Kabidhumas Polresta saat itu, Iptu Geovani, membenarkan proses penyidikan: “Betul, sedang didalami fakta lapangan.” Namun hingga hari ini, hampir delapan bulan berselang, tak ada perkembangan resmi yang dikomunikasikan ke publik.

Humas Polresta Bungkam

Upaya konfirmasi ulang ke Humas Polresta Tanjungpinang, Iptu Syahrul Damanik, tak kunjung dibalas. Sementara itu, Ani, sebagai korban—terus menggugat keadilan. “Saya hanya meminta negara menjalankan fungsinya: melindungi hak warga, menjerat mafia tanah sesuai hukum,” ujarnya tegas.

Desakan Transparansi

Pengamat hukum agraria menilai lambannya proses ini mencederai rasa keadilan masyarakat. “Polisi harus segera menetapkan tersangka dan menyerahkan berkas ke penuntutan. Jika terbukti, pelaku mesti dipidana keras untuk memberikan efek jera,” kata seorang praktisi hukum yang meminta namanya tidak ditulis.

Media ini akan terus memantau perkembangan dan mendesak aparat penegak hukum untuk menuntaskan perkara ini. Publik berhak memperoleh informasi transparan, sekaligus jaminan bahwa mafia tanah tak akan berkeliaran tanpa konsekuensi pidana.(Irfan)

Pos terkait