
Lingga, Radar Kepri – Kebijakan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lingga kembali menuai sorotan publik. Di tengah kondisi ekonomi masyarakat yang kian sulit, Pemkab justru mengalokasikan dana sebesar Rp 2,3 miliar dari APBD 2025 untuk peningkatan Gedung Aula Kejaksaan Negeri (Kejari) Lingga.
Kebijakan tersebut dinilai tidak tepat sasaran, mengingat banyak persoalan mendesak yang langsung dirasakan masyarakat, mulai dari kenaikan harga kebutuhan pokok, jalan rusak, banjir di Dabo dan Lingga, hingga keluhan pelaku UMKM akibat beban pajak.
Kritik Keras dari Aktivis
Awang Sukowati dari Tim BPI KPNPA RI Kepulauan Riau menilai keputusan itu mengabaikan kepentingan rakyat.
“Kita sangat sayangkan. Bangunannya masih layak, cukup direhab dengan ratusan juta. Ironisnya, kinerja Kejari Lingga sendiri lemah dalam mengusut laporan korupsi. Banyak laporan masyarakat tidak ditindaklanjuti,” tegas Awang, Minggu (31/8/2025).
Awang mencontohkan sejumlah kasus yang hingga kini tidak jelas penanganannya, di antaranya dugaan korupsi proyek bonsai di Dinas PUTR yang disebut-sebut melibatkan istri Bupati Lingga, serta rekaman pembagian dana APBD untuk pemenangan salah satu partai.
“Seharusnya Pemkab memprioritaskan pembangunan yang langsung dirasakan masyarakat, bukan proyek yang hanya menguntungkan segelintir pihak,” tambahnya.
Daerah Termiskin, Anggaran Tak Prioritas
Ironisnya, dana besar itu digelontorkan saat Lingga tercatat sebagai daerah termiskin di Provinsi Kepri. Publik juga menyoroti kebijakan kontroversial Pemkab Lingga, seperti kenaikan pajak 10 persen yang digagas Kepala Bapenda Lingga, Safarudin—yang tak lain adalah suami Ketua DPRD Lingga. Kebijakan ini memunculkan dugaan konflik kepentingan di tubuh pemerintahan.
Seorang sumber Radar Kepri yang enggan disebut namanya menilai alokasi anggaran ini janggal.
“Yang harus dibenahi itu kinerja Kejari, bukan gedungnya. Anehnya, dana untuk Kejari ada, tapi untuk MTQ malah tidak dianggarkan. Jelas ada keanehan,” ujarnya.
Deretan Kasus Mangkrak
Berdasarkan data yang dihimpun Radar Kepri, sejumlah kasus dugaan korupsi di Lingga tak pernah tuntas di era kepemimpinan Kepala Kejari M. Nuzar S Sos. Antara lain kasus pengadaan bonsai, penyalahgunaan Anggaran Dana Desa (ADD), penyaluran bansos, dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), hingga aset daerah bernilai puluhan miliar yang hilang atau berpindah tangan.
Selain itu, berbagai aset hasil proyek pemerintah juga mangkrak, seperti mesin pengolahan sampah, mesin penggiling padi, hingga tambak udang di Desa Sungai Besar. Pasar rakyat yang dibangun sejak era Bupati Daria pun hingga kini banyak yang terbengkalai.
Kucuran anggaran miliaran rupiah untuk Kejari Lingga ini pun memunculkan dugaan publik: proyek tersebut sekadar upaya “menyenangkan” lembaga hukum agar deretan kasus dugaan korupsi di Lingga tetap aman dari jeratan hukum.
Hingga berita ini diturunkan, upaya konfirmasi masih dilakukan ke pihak terkait.(Aliasar/Radar Kepri)