; charset=UTF-8" /> PESTA DI NEGERI CINTADOSA | ';

| | 749 kali dibaca

PESTA DI NEGERI CINTADOSA

Iwan Kuriniawan sh

Oleh : Iwan Kuriniawan SH

 

“…..Pengumuman-pengumuman, diberitahukan kepada seluruh penduduk negeri, mulai besok  di negeri kita akan diadakan pesta besar-besaran selama 40 hari 40 malam lamanya. Seluruh penduduk diperintahkan ikut menyambut dan memeriahkan pesta  tanpa terkecuali. Selama 40 hari lamanya seluruh penduduk   diliburkan, seluruh instansi pemerintahan, seluruh usaha baik  dari usaha lapak, kaki lima, warung runcit, toko, sampai perusahaan kecil, sedang dan besar diliburkan semuanya. Seluruh sekolah diliburkan, pokoknya semua diliburkan. Pesta diberlangsungkan secara  cuma-cuma  tanpa dipungut bayaran satu senpun. Nikmatilah pesta dengan hati senang dan gembira….”.

Begitulah kira-kira bunyi pengumuman yang disenaraikan oleh seorang operator  dari dalam mobil halo-halo yang mengaraknya berkeliling tempat dinegeri tersebut.

Mendengar pengumuman semacam itu,  penduduk negeri itupun menyambutnya  dengan  suka cita dan penuh  kegembiraan. Namun sebaliknya dalam benak mereka timbul juga pertanyaan,  untuk apa pesta seperti itu diadakan, apalagi dalam  waktu yang cukup lama.  Sebab selama hidup, tidak pernah mereka merasakan pesta selama 40 hari 40 malam lamanya. Kalaupun ada paling lama 7 hari 7 malam, itupun pada saat pimpinan negeri mengawinkan anaknya dengan pangeran dari negeri seberang, selebihnya tidak pernah ada. Sementara yang sudah-sudah, untuk menyambut  dan memeriahkan  hari kemerdekaan  di negeri itupun tidak pernah diadakan pesta sebesar dan selama seperti itu.

Cukup bingung juga aku dibuatnya, kata seorang penduduk dengan temannya, sambil terbengong-bengong mendengarkan pengumuman dari mobil halo-halo tersebut.

Seiring berlangsungnya pesta, hanya berselang  sehari dua, kebingungan masyarakatpun terjawab sudah. Tetapi mereka semua sudah tidak mau ambil peduli lagi dengan tujuan diadakannya pesta tersebut. Bagi mereka yang penting sekarang happy, happy dan happyyyyyy, …… dapat makan minum gratis, menikmati berbagai macam hiburan  gratis, dan bersenang-senang dengan seluruhnya gratis alias cuma-cuma.

Dilokasi pesta yang sangat luas, megah dan meriah tersebut, berkumpulah seluruh penduduk negeri, mulai dari tua-muda, balita-remaja,  jantan-betina, duda-janda, miskin-kaya, pape kedane-beharte, pengusaha-penguasa,  termasuk janin dalam perutpun ikut berbaur menyatu menikmati pesta tanpa terkecuali.

Beraneka ragam makanan dan minuman, sudah terhidang diatas hamparan meja panjang, dengan pendamping para pramusaji yang lawa-lawa. Bermacam jenis hiburanpun  disuguhkan. Artis-artis undangan yang cantik dan tampan  didatangkan dari luar negeri. Pokok kata, yang empunya hajat sengaja ingin memberikan sesuatu yang istimewa kepada penduduk negeri Cintadosa tersebut selama 40 hari lamanya.

Dari kejauhan, tampaklah jelas, pesta tersebut amat megah dan meriah. Beratus ratus tenda berwarna warni berdiri kokoh dan kelihatan sangat indah. Apalagi di kala malam,  beraneka  macam lampu  warna warni berkelap kelip menghiasi dan menerangi lokasi pesta, dengan disertai pesta kembang api.

Tidak jauh dari lokasi pesta, dengan langkah lunglai karena penat dan lapar,  mendekatlah  5 orang sekawan,  si-Pander, Palak, Perleng, Polem dan Pinta ke lokasi pesta.   Mereka baru saja sampai di negeri tersebut, setelah  berjalan jauh dari negeri seberang.

Dengan rasa dan ungkapan takjup. Pander pun berkata  “…..Wah, wah, wah, waaaah,….., meriah betul pesta ini. Seumur hidup, baru sekali aku melihat pesta yang sebegini megah dan meriah….”. Sambil menatap kearah lokasi pesta dengan mata terpelotot, tak berkedip dengan mulut yang terus menganga…. ?!%$:*&…

Chek, chek, chek, ……eeeekkk, seraya memutar-mutarkan kepalanya yang tak pusing, Perling pula berujar, “Acara apa ini…….”.

Menjawablah ke-tiga kawannya serentak, “Manalah aku tahu, bertanya pula dengan kita” jawab temannya.

Kemudian, dengan langkah yang dipaksakan, sedikit berlari, mereka ber-limapun segera menghampiri tempat pesta tersebut.

Sesampainya di arena pesta, mereka ber-5 semakin dibuat terkejut, karena baru saja sampai dimuka gerbang,  sudah berdiri para gadis – gadis jelita, dengan tutur kata yang sopan santun dan ramah tamah  menyambut kedatangan mereka. Menerima pelayanan seperti itu, merekapun semakin dibuat linglung, dan berbunga-bunga,  serasa badanpun  melayang ke angkasa. Maklumlah baru seumur-umur mendapat perlakuan seperti itu.

Tersadar dari keterkejutannya, akhirnya merekapun dengan perasaan malu bercampur senang, bergegas melangkah menuju meja makan dan minum yang tersedia.

Sampai di tempat hidangan, kembali mereka dibuat terkejut, bermacam-macam makanan dan minuman sudah tersedia di atas meja, tinggal pilih sesuai selera.

Oleh karena memang  lapar,  tanpa berpikir panjang, merekapun segera melahap dengan sepuas-puas dan sekenyang-kenyangnya aneka makanan yang tersedia,  sampai terasa hendak muntah, barulah mereka berhenti mengunyah.

Selesai makan, merekapun berjalan mengelilingi lokasi pesta yang luas tersebut. Di muka tenda pakaian, mereka berhenti sejenak, sambil membaca papan pengumuman, yang terpampang di pintu masuk, yang berbunyi,  “Pakaian yang Tersedia Di Arena Ini Bisa Di Ambil Tanpa Dipungut Bayaran”. Dalam hati mereka, sangat kebetulan sekali, ibarat pepatah,”Mendapat Durian Runtuh”. Apalagi pikir mereka, tanpa basa basi  merekapun  memilih-milih, mencoba dan mengambil pakaian tersebut sesuai dengan selera mereka masing-masing. Setelah itu mereka mengganti pakaian yang sudah kusam, belapok dan berbau, yang sedang melekat dibaju mereka.

Selesai menyalin pakaian, dengan gaya petantang petenteng, merekapun terus  melanjutkan langkah menuju  ke tenda-tenda  lainnya.

Melihat kenyataan yang dialami oleh mereka, semakin membuat mereka tidak percaya, apakah ini hanya mimpi? Batin mereka di dalam hati.  Karena ? Semuanya  serba ada, serba lengkap dan serba gratis. Mau nonton film sudah tersedia bioskop, mau olah raga ada sarana dan arena olah raga, mau hiburan tari dan nyanyi juga ada, mau berjudi, mau melonte, mau mabuk, sampai-sampai mau merokokpun sudah tersedia beraneka macam jenis rokok, semua tinggal pilih sesuai dengan selera dan ingat semuanya gratis.

“Ini yang namanya betul-betul pesta rakyat,  bukan seperti kita alami 5 tahun sekali memilih wakil rakyat dan memilih presiden, karena yang pesta bukanlah kita,  para penguasa dan pengusaha saja yang pesta, kita hanya menusuk, salah tusuk matilah kita,….” Ujar Pander kepada teman-temannya, sambel terkekeh-kekeh.

Walau demikian, dipikiran merekapun sebenarnya masih menyimpan berbagai macam pertanyaan. Apakah betul pesta  yang sebegitu megah dan meriah  memang betul-betul gratis ? Kalau gratis siapa pula yang mengadakan? Kemudian apakah ada orang yang dengan cuma-cuma mau  mengeluarkan uang sampai sekian banyak  tanpa ada maksud apa-apa? Dan masih banyak lagi berbagai pertanyaan sedang  bermain – main di dalam pikiran mereka masing-masing.

Untuk mencari tahu dan mendapat jawaban tentang pesta tersebut, merekapun membagi-bagi  tugas mencari keterangan  langsung dari penduduk di negeri tersebut.

Ternyata selidik punya selidik, tanya punya tanya, didapatlah jawaban bahwa yang mengadakan pesta tersebut adalah si-SAMSENG.

Mendapat jawaban seperti itu, merekapun semakin  terkejut, antara percaya dan tidak, sebab setahu mereka si-Samseng itukan pejabat eh maaf “penjahat” yang tidak berhati perut. Harta kekayaannya memang banyak, karena dia memiliki beberapa buah kapal di laut, rumah,  gedung-gedung besar dan mewah, berhektar-hektar tanah, serta berbagai macam mobil mewah di darat. Selain itu berbagai jenis usaha baik yang legal maupun illegal dikuasainya juga. Pendek kata, kalau bicara harta semua penduduk negeri Cintadosa pasti tidak ada yang dapat menandinginya.

Kemudian, dari bisik-bisik masyarakat, katanya, si Samseng juga memiliki kekuasaan  yang melebihi penguasa negeri Cintadosa, sebab  mulai dari perangkat RT sampai dengan Gubernur tunduk kepadanya. Mulai dari Kopral sampai  Jendral juga tunduk kepadanya. Mulai dari yang bahlol sampai profesor  tunduk juga kepadanya. Maklumlah semua bisa diatur dengan uang dan dari  harta kekayaannya yang melimpah ruah.  Dengan kata lain, semuanya bisa di beli olehnya.

Kalaulah demikian, “untuk apa lagi dia mau menghamburkan uangnya mengadakan pesta ini”, tanya Pinta kepada teman-temannya.

“Haaaaahhhh, aku sudah dapat jawabannya” seru Pander kepada teman-temannya. Apa pula jawabnya,  tanya  Polem kepada si-Pander. Mudah saja, “Si-Samseng pasti mau bertaubat, mungkin dia sekarang mau beramal dan berbuat baik dengan masyarakat” terang  si Pander.

“Aaaaahhhh itu tak mungkin”, sanggah si-Pinta, sambil berujar, “Kalaulah dia mau bertobat dan berbuat baik, untuk apa dia adakan pesta semacam ini, sebab judi, zinah, mabok, dan segala macam perbuatan  maksiat, semua diadakan olehnya dipesta ini. Kalau betul-betul mau bertoubat, adakan saja kenduri doa selamat dan memberikan sedekah kepada anak yatim piatu dan orang-orang miskin”.

Betul juga kata si Penta, seru si- Perleng, karena dengan mata kepalaku sendiri aku melihat banyak para pelacur setiap malam berkeliaran di lokasi ini. Dan aku juga melihat banyak pemuda pemudi yang lagi berzinah dan mabuk-mabukan di dalam lokasi. Kalau aku nilai, pesta ini, sangat menyesatkan dan bisa merusak moral masyarakat”, kata Perling menegaskan.

Setelah lama berdiam dan bermanggut-manggut, kemudian Palakpun bersuara, “ Kalau aku nilai, pesta ini diadakan si Samseng tentu ada maksudnya. Tak mungkin dia mau mengadakan pesta dengan Cuma-Cuma. Apalagi kita sudah tahu betul watak dan tabiat si-Samseng itu”.

Betul tu, tapi apa maksudnya, sergah si-Perleng. Kamipun tahu itu, tapi apa????.

“Mungkin si-Samseng ingin menarik simpati dan mencuri hati masyarakat. Kan sebenatar lagi diadakan pemilihan pimpinan daerah di negeri Cintadosa. Kata si-Penta. “Sebab aku pernah mendengar  dari orang – orang dekat si Samseng, katanya dia mau mencalonkan diri menjadi pimpinan di negeri ini”.

Iya tak iya juga, tak lama lagikan diadakan pemilihan langsung pimpinan negeri” Jawab mereka serempak.

Tapi, kalaupun itu maksudnya, untuk apa pula dia adakan pesta yang semegah dan semeriah ini? Aku rasa  tentu ada maksud lainnya lagi, tanya si-Pander.

“Haaah ada apa lagi ini, banyak betulah yang engkau pikirkan”, sergah  yang lain.

“Pasti ….pasti ada maksud lainnya, tapi aku belum tahu jawabannya”,  kata si-Pander,  meyakinkan dirinya sendiri.

Sedang asiknya  mereka berbual bual dan saling bertukar pikiran tentang si-Samseng tersebut, tidak begitu jauh dari tempat mereka, merekapun melihat sekelompok anak-anak muda sedang mabuk  dan berguling-guling, sambil mengeluarkan suara wuak-weak……….wuak weak………, disertai bicara meracau  tidak karuan.

Seketika Polem pun angkat bicara, “Lihatlah tu, mereka semua sudah mabuk dan tak sadarkan diri”.

Kemudian di tempat lain, di bawah sebatang pohon rindang, mereka juga melihat beberapa pasang remaja sedang asik bercumbu mesra. Bahkan saking asiknya, entah sengaja atau tidak, pakaian dalam mereka tersingkappun tidak dihiraukannya.

Melihat pemandangan yang demikian 5  sekawanpun hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya seraya  melafazkan kebesaran nama Tuhan.

Sementara, disudut yang lain, beberapa orang nenek dan kakek tidak mau juga ketinggalan, mereka asik pula bercerita  sambil sekali-kali terkeh-kekeh disertai dengan batuk-batuk. Maklum sudah tua. Sementara anak cucu mereka yang masih balita asik pula bermain dan berlari ke sana kemari bersama teman-temannya.

Ditempat yang lain, para bapak-bapak dan ibu-ibu, sedang  bernyanyi, menari, berjoged dan berdansa berpasang-pasangan. Tampak sekali semuanya senang dan gembira. Anak-anak remaja merekapun mencari hiburan masing-masing dengan menonton film, main game dan sebagainya-sebagainya.

Singkat cerita, pokok kata, semua penduduk negeri sedang bersenang senang, bergembira dan mabok kepayang. Mereka tidak pernah lagi pulang ke rumahnya, mereka tidak lagi mengerjakan ibadah, mereka tidak lagi bekerja, belanja, masak, sekolah, dari segala sesuatu yang merepotkan. Seluruhnya sudah tersedia di dalam lokasi pesta selama 40 hari 40 malam lamanya.

Menjelang hari ke-40, pada saat seluruh penduduk negeri sudah terlelap dan bermimpi indah tentang hidupnya yang semu. Di sebuah tenda paling terbesar dan paling termegah,  si-Samseng  dengan para pengikutnya sedang menyusun rencana besar. Dengan suara keras dan lantang, si-Samseng bertanya, kepada seseorang. Bagaimana tuan Guru, “Apakah rencana kita sudah dapat dijalankan” tanya Samseng kepada penasihat ahlinya.

Tuan gurupun menjawab, “Melihat perkembangan selama ini, nampaknya apa yang kita rencanakan berjalan lancar. Taun Samsengkan dapat melihat, semua penduduk sudah dapat kita atur dan kuasai, termasuk para penguasa dan pejabatnya sekalian. Coba lihat  ke sana sambil menunjuk jari telunjuknya yang bengkok tersebut ke arah beberapa pasang manusia separoh umur yang sedang tergeletak telanjang bulat dikelilingi oleh para wanita-wanita muda dan cantik yang juga sedang bertelanjang. (Orang-orang yang ditunjuk oleh si-Tuan Guru itu adalah para pejabat negeri yang sudah tidak sadarkan diri).

Seketika Samsengpun, tertawa terbahak-bahak, sambil berkata, “Betul-betul tuan Guru. Mereka semua sudah mabuk dan terkena perangkap kita”, seru Samseng.

Kemudian, bagaimana dengan Datok Bendahara, “Apakah dana yang kita sediakan masih cukup” ? tanya Samseng kepada Bendaharanya.

“Berdasarkan catatan penggunaan uang, hingga saat ini, dana yang sudah kita persiapkan masih cukup banyak”. Kemudian ada kabar yang cukup menggembirakan Tuan. “Kita juga mendapat undian lotere dari negeri seberang”, kata Tuan Bendahara kepada Samseng.

Seketika itu juga, si Samsengpun tertawa lagi terbahak-bahak kegirangan, sambil berujar “kayak tau aja negeri seberang itu”.

“Baiklah, besok pagi jangan lupa, kumpulkan seluruh penduduk negeri di lapangan yang luas, sesuai dengan rencana kita. Kemudian ingat berikan mereka masing-masing uang saku yang cukup untuk kebutuhan hidupnya selama 40 hari tidak bekerja”, perintah Samseng kepada tuan Bendahara.

“Siap tuan” jawab tuan Bendahara.

Di pagi yang cerah  itu, penduduk negeri Cintadosa seluruhnya sudah berkumpul di lapangan. Mereka  semua berkumpul untuk mengikuti hari penutupan pesta yang sudah berlangsung selama 40 hari 40 malam, dengan suka ria, dan sambil menunggu jatah pembagian uang saku dari tuan Samseng.

Dari atas panggung, para artis muda belia sedang menyuguhkan berbagai macam hiburan, nyanyian dan tarian dihadapan para penduduk negeri.

Kemudian, tiba-tiba seluruh acara hiburan dihentikan sejenak. Terdengarlah dari atas panggung, suara lembut sedikit merayu  dari mulut seorang MC wanita, “Para hadirin yang kami cintai, diharapkan seluruhnya berdiri, menyambut kedatangan tuan yang paling kita hormati di negeri ini, yaitu tuan Samseng”. Berikan tepuk tangan yang meriah kepadanya. Seru MC tersebut kepada penduduk negeri.

Dari arah balik tirai yang mewah dan gemerlap, dengan langkah tegap dan berwibawa, apalagi pada saat itu si-Samseng mengenakan pula jubah kebesarannya yang berwarna emas dibaluti pernak pernik hiasan dari untaian intan – permata, memberikan nilai tambah atas kewibawaan dan keangkuhan dirinya.

Sampainya di depan podium berukir kayu jati dan dilapisi emas-perak sebagai hiasan, Samsengpun memulai pidato-nya.

Yang terhormat para pimpinan dan pejabat negeri;

Yang terhormat para tamu undangan;

Yang tercinta penduduk negeri;

Saya ucapkan terimakasih, karena kita semua sudah selesai menyelenggarakan acara pesta selama 40 hari 40 malam lamanya dengan sukses.Semuanya itu berkat kebersamaan kita semua;

“Mohon maaf jika dalam penyelenggaraannya masih banyak terdapat kekurangan, kurang memuaskan dan mengecewakan. Mungkin di lain waktu kita akan mengadakan kembali pesta semacam ini, yang lebih besar dan lebih baik. Apakah kalian semua setuju”, pekik Samseng kepada penduduk negeri.

Dengan seketika itu pula, penduduk negeripun menjawab serentak, “Setuju, setuju, setuju……juuuuuuuuuu. Sambil meneriakan yel-yel  hidup Samseng, hidup Samseng, hidup Samseng”;

“Apakah kalian semua mau hidup enak seperti ini seterusnya” ? Mauuuuuuu

“Saya bisa membuat kalian senang dan bahagia, tetapi kalian semua harus pula membantu saya”. Apakah kalian semua siap. Siaaaap.

“Kalau begitu, sekarang saya minta kepada kalian semua untuk mendukung dan membantu saya, dalam pemilihan pimpinan di negeri ini. Apakah kalian mau mendukung dan memilih saya menjadi pimpinan negeri ini”. Mauuuuu;

“Kemudian, untuk menjadi pimpinan negeri dan membangun negeri ini, tentunya kita memerlukan modal yang sangat besar. Untuk itu,  sekali lagi saya meminta kepada penduduk negeri,  semuanya membantu dan mendukung saya. “Apakah kalian mau”? Mauuuu.

“Baiklah, mulai besok , kita semua harus bekerja bersama-sama, kita akan jadikan daerah ini menjadi negeri maju tempat wisata dan hiburan yang paling terlengkap dan termewah di seantero negeri. Kita akan membangun hotel-hotel mewah, tempat perjudian yang moderen, tempat-tempat prostitusi, dan sebagainya”. Ingatr tolong juga diberikan kepada saya seluruh surat-surat tanah kalian, akan saya jadikan jaminan hutang untuk membangun negeri ini, jika dapat akan saya berikan juga kepada semua penduduk”. Setuju, pekik Samseng. Setuuujuuuuu jawab penduduk serentak.

Tiba-tiba dari kerumunan masyarakat, muncullah suara keras dari salah seorang anak muda. “Tunggu dulu. Saya tidak setuju, apabila tempat ini akan dijadikan negeri judi dan prostitusi. Dan segala macam perbuatan yang berbau maksiat”, Pekik Pinta, dengan lantang.

“Dengarkan semua, apakah bapak-bapak, ibu-ibu, teman-teman dan adik-adik semua mau daerah ini dijadikan tempat seperti itu”, seru si Penta.

Sesaat tidak ada satupun orang yang menjawab, semuanya tertegun seketika dan sejenak.

Namun, dari arah seberang, tiba-tiba terdengar suara lantang, berkata, “Kalau anda tidak setuju, apakah anda bisa memberikan kami makan, minum, pekerjaan, hiburan dan sebagainya yang telah diberikan tuan Samseng kepada kami, kalau bisa tolong berikan sekarang juga”, seru seorang penduduk dengan lantang.

Diserang dengan pertanyaan seperti itu, Pentapun hanya dapat tertunduk dan diam seribu bahasa. Mana mungkin pikirnya aku dapat memenuhi semua keinginan masyarakat tersebut. Sedang menjaga diri aku sendiri saja, sudah susah pikir Penta.

Tapi, agar tak kalah gertak, Pentapun berujar, “Baiklah tuan-tuan semua, sebagai sesama umat manusia saya hanya berikan saran dan pandangan, jika tuan-tuan tidak setuju silahkan saja, itu hak tuan-tuan” ujar penta, sambil melangkahkan kakinya meninggalkan kumpulan penduduk negeri tersebut.

Pada saat Pinta dan teman-temannya meninggalkan negeri itu, seluruh pendudukpun menyoraki mereka, dengan umpatan caci maki, sambil melempari mereka dengan botol minum kemasan plastik. Sudahlah miskin sok jadi pahlawan kesiangan pula. Tuding penduduk kepada Penta dan kawan-kawan.

Dengan muka tertunduk lesu, merekapun segera pergi meninggalkan negeri Cintadosa. Betulkan  kata aku, “ ….pasti si samseng  ada maksud lain, kata Pander kepada teman-temannya.

“Sudahlah tidak usah kita pikirkan lagi” jawab temannya yang lain.

“Yang penting kita juga sudah dapat menikmati pesta selama 40 hari 40 malam lamanya dinegeri si Samseng. Kemudian hitung-hitrung senang juga kita dibuatnya, dapat pakaian gratis, makan – minum dan hiburan gratis”, ujar Perling kepada teman-temannya.

Itulah engkau, semua mau gratis, negeri ini dijual dengan gratispun  engkau tak tau……..karena semuanya mau  serba gratis, gratis, graaaaatiiiiissssss.

Sekian, bersambung……..di cerita yang lain, sampai jumpaaaaaaaa!!!!!!!!!!!!

Ditulis Oleh Pada Rab 13 Feb 2013. Kategory Cerpen/Opini, Terkini. Anda dapat mengikuti respon untuk tulisan ini melalui RSS 2.0. Anda juga dapat memberikan komentar untuk tulisan melalui form di bawah ini

Komentar Anda

Radar Kepri Indek