; charset=UTF-8" /> MENELADANI KEPEMIMPINAN NABI MUHAMMAD SAW - | ';

| | 13,031 kali dibaca

MENELADANI KEPEMIMPINAN NABI MUHAMMAD SAW

H Tirtayasa S Ag M A

Oleh : H Tirtayasa S Ag M A. Foto, ketika menjadi narasumber Dialog Interaktif Agama Islam (LIVE) Indahnya Pagi TVRI Nasional,

 

Suatu pagi pada pada tahun 570 Masehi, seorang laki-laki Badui dan istrinya meninggalkan Mekah menuju timur laut, ke wilayah perkemahan di Nejd, kawasan gurun luas Arabia tengah di sebelah utara Nefud dan Rub Al-Khali, yang berupa daratan berketinggian 1.500 meter. Al-Harits bin Abullah Uzza dari Bani Saad, bagian suku besar Bani Hawazin, menunggang unta; sementara istrinya, Halimah binti Abdullah, menunggang keledai membawa putranya yang masih bayi, Abdullah, dan seorang bayi umur delapan hari dari suku Quraisy Mekah yang dibawa untuk disusui, yaitu Muhammad (John Adair, 2010).

Beliaulah Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muththalib (yang namanya Syaibah) bin Hasyim (yang namanya Amru) bin Abdul Manaf (yang namanya Al-Mughirah) bin Qushay (yang namanya Zaid) bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Luay bin Ghalib bin Fihr (yang berjuluk Quraisy yang menjadi cikal bakal nama kabilah) bin Malik bin Nadhr bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah (yang namanya Amir) bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma’ad bin Adnan bin Udad bi Humaisa bin Salaman bin Aush bin Bauz bin Qimwal bin Ubay bin Awwam bin Nasyid bin Haza bin Baldas bin Yadlaf bin Tabikh bin Jahim bin Nahisy bin Makhi bi Aidh bin Abqar bin Ubaid bin Ad-Da’a bin Hamdan bin Sinbar bin Yatsribi bin Yahzan bin Yalhan bin Ar’awy bin Aid bin Daisyan bin Aishar bin Afnad bin Aiham bin Muqshir bin Nahits bin Zarih bin Sumay bin Muzay bin Iwadhah bin Aram bin Qaidar bin Ismail bin Ibrahim bin Tarih (yang namanya Azar) bin Nahur bin Saru’ bin Ra’u bin Falakh bin Aibar bin Syalakh bin Arfakhsyad bin Sam bin Nuh bin Lamk bin Matausyalakh bin Akhnukh (Idris) bin Yard bin Mahla’il bin Qainan bin Yanis bin Syits bin Adam (Syaikh Shafiurrahman Al-Mubarakfury, 1997), yang kemudian hari menjadi Nabi Allah dan penutup segala nabi.

Perjalanan hidup Nabi Muhammad saw. sungguh ibarat lautan yang luas membentang dengan kebeningan airnya yang kebiruan. Di sana tersimpan segala pesona alami nan abadi. Tiada mata yang bosan menatap dan memandang, tiada hati yang jemu untuk merasakan dan menikmati, tiada berhenti orang yang mengkaji dan menyelami perjalanan hidup beliau, karena sosok beliau adalah pesona sepanjang masa.

Allah SWT menempatkan Nabi Muhammad saw. pada posisi yang sangat strategis, yaitu sebagai suri teladan yang baik (Q.s. Al-Ahzab: 21) dan menjadi rahmat bagi seluruh alam (Q.s. Al-Anbiya’: 107), serta pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan (Q.s. Al-Fath: 8).  Karena posisinya yang strategis inilah, maka Allah SWT mendesain sekaligus memandu sejarah kehidupan Nabi Muhammad saw. sedemikian rupa. Penampilan fisik, ucapan, perbuatan, hingga tahap-tahap kehidupan beliau, sejak dalam kandungan hingga wafat, sarat dengan hikmah yang layak dikaji dan diteladani semua orang.

Sebagai implikasi dari predikat suri teladan yang baik dan pembawa rahmat bagi seluruh alam, serta pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan, maka hampir semua aspek dan fungsi kehidupan manusia pernah pula beliau jalani. Nabi Muhammad saw. pernah menjadi anak-anak dan  remaja. Beliau  adalah seorang suami dan beliaulah suami yang paling baik terhadap isteri dan ayah yang paling baik terhadap anak-anaknya. Nabi Muhammad saw. pernah menjadi penggembala. Beliau pernah menjadi pedagang dan beliaulah pedagang yang terkenal dengan kejujurannya. Nabi Muhammad saw. pernah pula menjadi kepala negara, dan beliaulah kepala negara yang paling cakap, bijak, dan paling berpengaruh. Beliau pernah menjadi panglima perang, dan juga pendidik. Hebatnya, dalam setiap aspek, beliau selalu tampil sebagai yang terbaik dan tersukses.

Beberapa orang ahli non-muslim, seperti Thomas Carlyle dengan tolok ukur kepahlawanan, Marcus Dods dengan keberanian moral, Nazmi Luke dengan metode pembuktian sejarah, Will Durant dengan hasil karya, dan Michael H. Hart dengan tolok ukur pengaruh yang ditinggalkannya, bahkan berkesimpulan bahwa Nabi Muhammad saw. adalah manusia yang luar biasa. Namun, beliau adalah orang yang sangat sederhana.

Pada sisi lain, kepribadian Nabi Muhammad saw. diakui oleh para peneliti sebagai kepribadian yang paling unggul dibandingkan dengan kepribadian lainnya. Seorang pemikir Islam India, Abul A’la Al-Maududi melukiskan kepribadian Nabi Muhammad saw. dengan ungkapan, “He is the only one personality that all exellences have been blended in him”. Dia adalah satu-satunya pribadi di mana seluruh keunggulan kualitaas terdapat pada dirinya.

‘Abbas Mahmud Al-‘Aqqad, dalam bukunya, ‘Abqariyah Muhammad, seperti dinukil M. Quraish Shihab (2004), menjelaskan bahwa ada empat tipe manusia, yaitu pemikir, pekerja, seniman, dan orang yang jiwanya larut dalam ibadah. Jarang ditemukan pribadi yang berkumpul dalam dirinya, dalam tingkat yang tinggi, dua dari keempat kecenderungan atau tipe tersebut. Akan tetapi, orang yang mempelajari pribadi Nabi Muhammad saw. pasti akan menemukan bahwa keempatnya bergabung dalam peringkatnya yang tertinggi pada diri beliau. Padahal banyak faktor negatif yang menyertai perkembangan dan pertumbuhannya. Berkumpulnya keempat kecenderungan atau tipe manusia tersebut dalam keperibadian Nabi Muhammad saw., dimaksudkan agar seluruh manusia dapat meneladani sifat-sifat terpuji pada pribadi agung ini. Dengan kata lain, atas dasar sifat-sifat yang agung menyeluruh itulah, Allah menjadikan Nabi Muhammad saw. sebagai teladan yang baik sekaligus sebagai pembawa rahmat bagi seluruh alam, pembawa berita gembira dan pemberi peringatan kepada manusia.

Menurut pakar perilaku organisasi, Robert G. Owens (1991), kepemimpinan adalah salah satu topik yang paling menarik dalam perilaku organisasi. Pada saat yang sama, kepemimpinan adalah konsep yang telah menghasilkan ratusan definisi secara harfiah dalam berbagai literatur. Dari definisi-definisi tersebut, setidaknya ada dua hal yang disepakati. Pertama, kepemimpinan adalah suatu fungsi kelompok, bukan fungsi individual. Kepemimpinan terjadi hanya dalam proses interaksi dua orang atau lebih. Dalam proses interaksi, satu orang mampu mempengaruhi orang lain dalam berpikir dan berperilaku dengan cara yang diinginkan. Kedua, kepemimpinan melibatkan usaha secara sengaja mempengaruhi perilaku orang lain. Dengan demikian, konsep kepemimpinan berhubungan dengan usaha mempengaruhi orang lain melalui interaksi sosial.

Dengan kata lain, inti dari kepemimpinan adalah pengaruh. Makin kuat kepemimpinan seseorang maka semakin kuat pula pengaruhnya terhadap orang lain. Begitu pula dengan Nabi Muhammad saw. Tidak mengherankan, apabila Michael H. Hart, dalam bukunya Seratus Tokoh yang Paling Berpengaruh dalam Sejarah, menempatkan Nabi Muhammad saw. pada urutan teratas, jauh melampaui tokoh-tokoh dunia lainnya.

Ada beberapa konsep kunci dalam kepemimpinan Nabi Muhammad saw. yang patut diteladani agar kepemimpinan yang kita miliki mempunyai daya pengaruh yang besar. Konsep-konsep kunci ini dirasa perlu untuk dipraktekkan dalam kehidupan kekinian mengingat sebagian besar pemimpin yang ada sekarang, dengan beberapa pengecualian tentunya, sedang mengalami krisis kepemimpinan.

Konsep pertama adalah, bahwa sebelum memimpin orang lain, Nabi Muhammad saw. selalu mengawali dengan memimpin dirinya sendiri. Beliau memimpin matanya sehingga tidak melihat apa pun yang bisa membusukkan hatinya. Nabi Muhammad saw. memimpin tutur katanya sehingga tidak pernah berbicara kecuali kata-kata yang benar, indah dan padat makna. Nabi Muhammad saw. memimpin nafsunya dan  keinginannya dengan cara yang terbaik sehingga beliau mampu memimpin umat dengan cara dan hasil yang terbaik pula. Kedua, Nabi Muhammad saw. memperlihatkan kepemimpinannya tidak hanya dengan banyak menyuruh atau melarang saja. Beliau memimpin dengan suri teladan yang baik. Dalam kehidupannya, Nabi Muhammad saw. selalu melakukan terlebih dahulu apa yang beliau perintahkan kepada orang lain. Keteladanan ini sangat penting karena sehebat apapun yang kita katakan tidak akan berharga kecuali kalau perbuatan itu seimbang dengan kata-kata. Ketiga, kepemimpinan Nabi Muhammad saw. tidak hanya menggunakan akal dan fisik, tetapi beliau memimpin dengan qalbunya. Nabi Muhammad saw. menabur cinta kepada sahabatnya sehingga setiap orang bisa merasakan tatapannya dengan penuh kasih sayang, tutur katanya yang membawa rahmat, dan perilakunya yang menawan.

Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang bisa berkhidmat dengan tulus untuk kemaslahatan umat. Nabi Muhammad saw. berkorban dengan mudah karena merasa itulah kehormatan menjadi pemimpin, bukan justru mengorbankan orang lain. Pemimpin teladan tidak berpikir apa yang akan dia dapatkan dari umat, tetapi berpikir tentang apa yang bisa dia berikan kepada umat.

Di samping itu, seperti dicatat Abdullah Gymnastiar (2005), kepemimpinan yang dipraktekkan Nabi Muhammad saw. memiliki beberapa karakteristik yang membuat beliau menjadi pemimpin yang sukses dalam catatan sejarah, yaitu sidik, amanah, fathanah, tablig, dan musyawarah. Pertama, sidik. Sidik berasal dari bahasa Arab shiddiiq yang berarti jujur atau kejujuran. Jujur mengandung arti mengatakan yang sebenarnya. Orang yang jujur berarti dia mengatakan sesuatu sesuai dengan kenyataannya (Ahda Bina Afianto, 2013). Kejujuran berarti penolakan untuk berbohong, mencuri dan curang dalam cara apa pun (John Adair, 2010). Sebagaimana disebutkan dalam Al-Mu’jam Al-Wajiz, ada dua kata yang sering dikaitkan dengan sidik, yaitu shadiiq dan shiddiiq. Shadiiq artinya orang yang jujur. Shadiiq juga berarti orang kepercayaan atau teman dekat. Sedangkan shiddiiq berarti orang yang benar-benar jujur. Shiddiiq juga berarti orang yang selalu percaya (Ahda Bina Afianto, 2013).

Kejujuran adalah karakteristik kepemimpinan utama bagi Nabi Muhammad saw. yang juga seharusnya dimiliki oleh pemimpin umat selanjutnya. Karakteristik kepemimpinan Nabi Muhammad saw. berupa kejujuran yang terbukti dan teruji adalah kunci yang sangat efektif untuk membangun kepercayaan sebagai seorang pemimpin. Kejujuran merupakan kunci kepercayaan umat sehingga mereka memberikan amanat kepada pemimpin mereka untuk menyelamatkan umat dari kenistaan dan menyejahterakan kehidupan mereka. Karenanya, karakteristik dari kepemimpinan kedua adalah amanah (dipercaya) sebagai konsekuensi logis dari kejujuran yang dimiliki. Tanpa kejujuran, pemimpin sulit memperoleh kepercayaan dan amanat menjalankan tugas. Dan “Apabila rasa percaya lenyap, segala hubungan antar manusia pun sia-sia,” ungkap seorang penulis sejarah Romawi, Livius, sebagaimana dinukil oleh John Adair (2010).

Namun, dalam pelaksanaan tugas dan pesan-pesan Ilahiah, Nabi Muhammad saw. tidak cukup berbekal dengan dua karakteristik kepemimpinan tersebut. Untuk menyukseskan kepemimpinannya, Nabi Muhammad saw. dilengkapi dengan karakteristik kecerdasan (fathanah). Kecerdasan mengandung arti kemampuan menangkap maksud sesuatu yang datang padanya dengan tepat (Ahda Bina Afianto, 2013). Kecerdasan menjadi bagian yang sangat signifikan dalam kepemimpinan terutama kepemimpinan dalam mengemban risalah Islam. Dengan kejujuran, amanah dan kecerdasan itulah seseorang baru akan mampu menyampaikan pesan-pesan secara efektif dan efisien. Karenanya, karateristik kepemimpinan Nabi Muhammad saw. yang ketiga adalah tablig.

Secara bahasa, sebagaimana termaktub dalam Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah, tablig artinya menyampaikan. Secara istilah, tablig artinya menyampaikan kabar, berita, atau informasi kepada orang lain. Dengan kata lain, tablig artinya mengumumkan atau mengabarkan (Ahda Bina Afianto, 2013). Dengan karakteristik tablig ini, Nabi Muhammad saw. mampu menyampaikan pesan-pesan Ilahiah, dengan berbekal kejujuran, amanah dan kecerdasan. Pemimpin yang jujur dan amanah serta cerdas tidak akan menyembunyikan pesan-pesan yang bernilai dan bernuansa kebaikan untuk kemajuan bersama.

Karakteristik kepemimpinan Nabi Muhammad saw. yang kelima adalah musyawarah. Nabi Muhammad saw. diperintahkan Allah SWT agar bermusyawarah dengan para sahabatnya, sebagaimana firman Allah, “Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu…” (Q.s. Ali Imran: 159). Dalam bermusyawarah, kadangkala seseorang memberikan pertimbangan kepada beliau. Apabila pendapat itu benar, maka beliau akan mengikuti pendapat tersebut. Contoh yang paling sering diketengahkan berkaitan dengan keterbukaan Nabi Muhammad saw. untuk menerima usulan dari para sahabatnya adalah kasus pemilihan lokasi Perang Badar. Salah seorang sahabat beliau yang bernama Al-Khubbab bin Al-Mundzir, mengusulkan kepada beliau agar memilih lokasi selain yang beliau tetapkan, sesudah sahabat tadi mengetahui dari Nabi Muhammad saw. sendiri bahwa pemilihan tempat tersebut berdasarkan pertimbangan nalar dan strategi perang beliau. Usul tersebut diterima dengan baik karena memang ternyata lebih baik.

Demikian sekelumit bahasan tentang kepemimpinan Nabi Muhammad saw. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan kekuatan kepada kita untuk dapat selalu meneladani kepemimpinan beliau dalam kehidupan kita sehari-hari.

*H. Tirtayasa, S.Ag., M.A. adalah Narasumber Dialog Interaktif Agama Islam (LIVE) Indahnya Pagi TVRI Nasional, Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Natuna, Imam Besar Masjid Agung Natuna dan Widyaiswara Muda pada Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Natuna Provinsi Kepulauan Riau.

Ditulis Oleh Pada Kam 23 Jan 2014. Kategory Cerpen/Opini, Terkini. Anda dapat mengikuti respon untuk tulisan ini melalui RSS 2.0. Anda juga dapat memberikan komentar untuk tulisan melalui form di bawah ini

Komentar Anda

Radar Kepri Indek